Chapter Twenty-Five

1.6K 153 5
                                    

"I was scared, I was scared. Tired and under-prepared. But I'll wait for it." - Coldplay

-

-

Tubuhku refleks menjauhkan diri darinya. Otot-ototku menegang. Aku bangkit terduduk.

"Jane? Kau oke?" tanyanya lembut. Dia duduk di sebelahku. Wajahnya tampak khawatir terhadapku.

Lidahku mendadak kelu. Aku tak bisa mengatakannya. Aku tak pernah bisa mengungkapkannya. Mataku menyoroti matanya. Berusaha menyampaikan sesuatu melalui tatapan itu, meskipun itu tak akan mungkin.

"Jane?" Thomas kembali menegurku. "Ya Tuhan, maafkan aku. Aku tidak seharusnya mengatakan itu."

Tangannya menyusuri helai rambutku. Bagaimana menjelaskannya? Bagaimana menjelaskan ketika tubuhmu tidak ingin kehilangan sentuhannya sementara batinmu seakan melarangnya?

"Kau akan membenciku," aku berucap.

"Apa?" Thomas mengernyit. "Aku.. aku tidak membencimu. Kenapa?"

"Kau akan, kalau begitu."

Dia mungkin hampir gila karena belum juga menemukan jawabannya, tapi dia tetap menungguku. "Apa yang salah, Jane?"

Aku ini aneh, Dia akan pergi dariku. Aku belum sanggup menerima kenyataan semacam itu.

Aku tidak mengerti, jika dia pergi, aku perlu menemukan pengganti yang bagaimana lagi?

"Aku tidak.." kata-kata tersangkut di tenggorokanku. Thomas masih menunggu, masih memandangi mataku yang sudah berair.

Aku harus mengatakannya. Sekarang atau tidak sama sekali.

"Thomas, aku tidak melakukan itu."

Kami berdua terdiam. Jarum jam berdetik memberi tahu eksistensinya di antara keheningan kami. Thomas tidak merespon, atau mungkin, beginilah responnya.

"Melakukan apa?" Pura-pura bodoh, dia bertanya lagi untuk meyakinkanku.

"Kau mengerti, Thomas. Dan kau bisa meninggalkanku setelah ini-"

"Jane." Thomas menyergahku. "Apa maksudmu kau tidak.. kau tidak berhubungan seks?"

Mendengarnya sudah membuatku merinding. "Aku takut."

"Takut?"

"Ini rumit."

"Jane," Thomas memanggil namaku lagi. "Kau bilang kau ingin mengerti. Aku ingin mengerti dirimu juga. Jadi bicarakan padaku. Apa yang kau takutkan?"

Matanya tak lepas dariku. Aku mencari-cari kata yang pantas kuungkapkan. Lalu tubuhku begitu lemah, juga mentalku.

"Kehancuran." Aku menelan ludah. "Hancur setelah kita melakukannya. Hancur ketika kau tidak menyukaiku melakukannya, tidak menyukai aku. Hancur karena kau nanti pergi setelahnya. Hancur karena.. karena itu hanya terjadi satu kali, dan ternyata tidak berhasil."

Thomas menarik nafas. Dia menoleh pada ujung seprai. Ini bukan respon yang kuinginkan, tapi aku sadar ini juga bukan sesuatu yang diinginkannya.

"Jadi belum ada yang menyentuhmu sebelumnya?" dia bertanya.

Aku menggeleng.

"Apa nanti kau ingin melakukannya?"

Entahlah. "Mungkin." Aku hanya tidak sanggup membayangkannya. "Kau pikir aku ini aneh?"

BloomedTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang