Chapter Eleven

2.4K 204 7
                                    

"Close your eyes and see. We'll be birds flying free." – Coldplay

-

-

"Apa yang sedang kau lakukan?"

Aku memasukkan kentang goreng ke dalam mulutku, berpaling dari layar monitor terhadap Vern. "Bekerja."

Vern menjatuhkan punggungnya ke sandaran kursi. "Kau memakan kentang goreng."

Masih dengan mulut mengunyah, aku mengangguk. "Yeah, memang."

Dia menghela nafas sambil memejamkan mata, seperti yang sering dilakukannya sebelum menceramahiku. Lalu ketika dia membuka matanya, dia mulai. "Kau memakan kentang goreng sambil bekerja! Kau tau itu tidak bagus untuk kesehatanmu. Kau tau berapa banyak kandungan kalori dalam kentang goreng dan apa efeknya ketika kau memakannya di saat melakukan kegiatan lain?"

Aku meraih gelas air putih atas meja kerjaku dan meneguknya perlahan. "Maksudmu, mungkin ini tidak bagus untuk berat badanku?"

Vern menengadahkan kepalanya menatap langit-langit. "Apapun itu, itu bukanlah kebiasaan yang baik. Kau harus berhenti sebelum itu menjadi kebiasaanmu."

"Aku tau, Vern-Mama, hanya sekali. Aku tidak akan mengulanginya." Aku mengunyah satu lagi kentang goreng di hadapanku. "Untuk lain waktu."

"Ya, ya, ya." Vern meregangkan tangannya yang mulai terasa kaku. "Jadi bagaimana dia?"

"Dia yang mana?" Pandangan mataku kembali menghadap monitor.

Vern menegakkan tubuhnya. "Hei, memangnya kau punya berapa banyak 'dia'?"

Aku mengangkat bahuku. "Oke, maksudku, 'dia' siapa?"

"Jangan pura-pura tidak tau siapa yang ku maksud."

Aku berhenti bekerja, ikut menyandarkan tubuhku pada sandaran kursi. "Maksudmu Thomas?"

"Itu dia," ucapnya. "Apa kalian berpacaran?"

Aku menghela nafas. "Kami tidak berpacaran."

"Kenapa?"

"Karena kami memang tidak!" bantahku. Aku tidak mengerti apa yang membuat Vern begitu bersikeras menanyakan hubungan kami. Dan aku juga tidak mengerti apa yang membuat orang-orang yang berkata seperti itu. Kami hanya teman dan memang begitulah. Hanya karena kami sering terlihat berdua, bukan berarti menjadikan kami sebagai pasangan yang cocok. Ada banyak orang mengalami kondisi sama seperti kami dan mereka normal-normal saja. Setidaknya, begitulah menurutku.

"Vern, Thomas itu hanya teman dekat. Kami dekat karena kami punya kesukaan yang sama. Seperti kau dan aku. Kita juga punya kesukaan yang sama, kan?"

Vern memicingkan matanya, masih tidak terima dengan apa yang baru saja kuucapkan. "Tapi, tidakkah kau merasakan hal yang tidak biasa ketika kau bersamanya?"

"Well, aku.."

"Akui saja, Janey."

Aku memandanginya sejenak. "Vern, aku pikir segalanya terasa baik ketika aku bersamanya. Kami melakukan hal-hal menyenangkan bersama. Dan tidak ada hal aneh yang terjadi di antara kami. Kami baik-baik saja."

"Baik-baik saja?" tanyanya meraguiku. "Lihat, Jane, ketika seorang pria dan wanita sering bersama dalam situasi yang sama, tidak akan ada yang normal di antara mereka. Hanya ada satu hal yang tak bisa kalian tentang. Baik kau yang menyukainya, maupun dia yang menyukaimu!"

Kemudian aku terdiam, merasa kalah akan kata-katanya. Satu teori yang baru saja dikatakannya tak dapat dibuktikan bahwa itu benar, namun aku juga tak bisa membantahnya karena aku tak dapat menemukan kesalahan dalam pernyataannya. Sejujurnya, aku memang tak begitu paham pada situasi ini, pada perasaan ini.

BloomedTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang