Chapter Twenty-Three

1.6K 148 5
                                    

"I never meant to cause you trouble. I never meant to do you wrong." – Coldplay

-

-

Patah hati adalah pertanda kau telah berhasil membodohi dirimu sendiri. Saat kau patah hati, kau tak bisa menyalahkan siapapun. Semuanya berasal dari dalam pikiranmu. Kau tau dia akan menipumu, tapi kau melewatkannya. Kau tau kau akan sakit, tapi kau mengabaikannya. Kau tau kau telah ditipu oleh perasaanmu sendiri, tapi kau membiarkannya.

Begitulah yang cinta lakukan. Dia membodohimu.

Persetan dengan cinta. Omong kosong.

Dan aku mematahkan hatiku sendiri karenanya. Aku telah membodohi diriku dengan membiarkan egoku menang. Aku telah salah bertindak. Salah memilih. Aku membiarkan perasaanku mengoyak akal sehatku. Pada malam itu, yang kupikirkan hanyalah diriku sendiri. Diriku yang kalah. Glenn. Kalah. Glenn. Aku marah. Aku benci melihatku kalah. Aku benci pada Glenn. Aku benci padanya karena telah menang.

Thomas salah. Saat itu, aku tidak benar-benar memandang Glenn. Aku memang cemburu, tapi aku hanya cemburu melihatnya yang terlalu bahagia.

Sudah terlambat. Thomas telah pergi dan aku tak bisa menghentikannya. Dia sudah terlanjur membenciku.

Katanya, patah hati hanya akan membuatmu semakin kuat. Nyatanya aku lemah sama sekali.­

"Ada masalah apa, Janey?" Vern muncul di balik punggungku ketika aku tengah membereskan mejaku untuk segera pulang. Aku tak sanggup menjawabnya.

"Apa ini tentangnya?" tanyanya lagi.

Aku tak pernah bisa bersembunyi dari Vern. "Aku rasa aku melakukan kesalahan."

Vern menghela nafas lalu bersandar pada kusen pintu. "Bicaralah padanya."

Aku menggeleng. Air mataku hampir jatuh.

"Vern, dia telah melakukan banyak hal untukku. Dan segala yang kulakukan hanya membawa masalah baginya. Aku tak bisa menempatkannya kepada lebih banyak masalah lagi."

"Lalu kau membiarkan dirimu sendiri berada dalam masalah?" Vern menekan nada bicaranya.

"Vern, dia adalah pria yang baik. Dia tidak pantas bagi gadis sepertiku. Kau tau aku.. brengsek. Aku mengerikan dalam cinta, Vern."

"Kau pikir aku orang yang baik?" Vern memegang kedua bahuku, kemudian meremasnya. "Jane O'Reilly. Jika kau bukan orang baik, begitu pula aku. Jika kau bukan orang baik, begitu pula dia. Tak ada satupun di dunia ini yang seratus persen terbilang sebagai orang baik. Dan semua orang punya sisi-sisi buruknya. Jadi Jane, kau harus bicara padanya. Bilang bahwa kau menyesal dan apapun yang dia katakan, yang perlu kau lakukan adalah menerimanya."

Aku menghambur pada Vern dan memeluknya. Merengek seperti bayi dan membiarkan sisa air mataku membasahi bajunya. Vern menghela nafas sambil memutar bola matanya. "Serius deh, Jane. Kau benar-benar payah."

***

Aku memandangi tangkai-tangkai mawar merah yang tergeletak di samping tempat tidurku. Hanya memandanginya, tak memiliki nyali untuk menyentuhnya. Seakan-akan mawar itu adalah Thomas, seakan jarak kami hanya sedekat ini, namun tak ada diantara kami yang melakukan apa-apa.

Aku masih tak sanggup berurusan dengannya. Meskipun apa yang telah dikatakan Vern benar dan tak berlebihan, aku tetap tak bisa melakukannya.

Aku terlalu memikirkannya hingga getar ponselku mampu membuatku terlonjak. Jantungku berdegup kencang karena telah melompat, dan karena menebak siapa saja yang bisa meneleponku. Aku tak bisa membohongi diriku jika aku berharap itu adalah Thomas. Namun bukan, itu hanyalah deretan angka tanpa nama yang tak kukenal.

BloomedTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang