Chapter Nineteen

2.1K 172 32
                                    

"I hear you laugh, I heard you sing. 'I wouldn't change a single thing.'"– Coldplay

-

-

"Apa kau gugup?" tanyanya.

Thomas berdiri tepat di sampingku dalam sebuah antrian karcis yang cukup panjang. Semenjak Thomas menjemputku tadi sore, aku mendapati punggung tangan kami bersentuhan cukup sering menandakan jarak kami yang terlampau dekat. Sentuhan pada kulitku yang terasa seperti sengatan listrik seakan mengisyaratkanku untuk menautkannya satu sama lain. Tapi tak satupun dari kami melakukan hal itu. Ingin rasanya aku menghancurkan rasa itu, rasa canggung masih menjadi tembok raksasa yang mengekang jarak diantara kami. Seakan pecundang, aku tak berani melakukan itu.

Dia menaikkan sebelah alisnya ketika aku meliriknya dari sudut mataku. Aku mengangkat bahu. "Yeah. Gugup berarti kau peduli pada hal terbaik yang mungkin terjadi."

"Kau tidak takut?" Dahinya berkerut saat bertanya. Akhir-akhir ini aku mulai memahami bahwa pria ini memiliki kebiasaan mengerutkan dahi ketika ia sedang berkonsentrasi penuh atau memiliki rasa penasaran terhadap sesuatu. Saat dia melakukannya, kedua alisnya hampir bertaut dan matanya menyipit, menatap matamu fokus seakan-akan kau adalah makhluk paling menarik yang pernah ada. Dia sangat menggemaskan.

"Tidak," aku menggeleng. Menyadari sesuatu, aku menelengkan kepalaku padanya, memberi tatapan curiga. "Apa kau takut?"

"Tidak. Aku sungguh-sungguh," jawabnya cepat. "Well, hanya saja rasanya terlalu mudah untuk mengajakmu kesini tanpa perlu suatu tarikan paksa. Bagaimana bisa membawamu menaiki rollercoaster semudah membawamu pergi ke toko roti."

Aku terkekeh, merasa bangga. "Rollercoaster tidak akan menakutiku, Thomas."

Akhir pekan ini, Thomas membawaku ke taman hiburan, Santa Cruz Beach Boardwalk. Kami mencicipi berbagai permainan dangkal yang kelewat kekanakan sebelum kami datang ke dalam antrian rollercoaster. Masih belum ada hal pasti mengenai taman hiburan, mengapa setiap pasangan perlu mendatangi tempat ini untuk kepentingan roman picisan mereka, mengapa seakan tempat ini memiliki mantra magis yang bisa mempererat ikatan hubungan diantara mereka. Meski nyatanya, kebanyakan hubungan dari mereka tidak bertahan lama.

Aku ingin menghabiskan kenangan masa remaja yang kulewatkan denganmu. Itulah yang dia katakan padaku saat dia mengajakku pergi, selain untuk menikmati berbagai wahana permainan yang ada tentunya. Satu hal itu menarik seluruh perhatianku; kenangan masa remaja. Thomas tak pernah melewati masa remajanya untuk berusaha mencuri perhatianku, atau mendekatkan dirinya denganku sebagai seseorang yang memiliki perasaan khusus padaku. Jadi inilah yang berusaha dia lakukan, untuk melakukan segala waktu yang hampir terbuang sia-sia denganku.

Dia melakukan segalanya. Mengantarku pulang, memberikanku salah satu masakan percobaannya, mengirimiku pesan selamat pagi-malam, memastikan keadaanku baik-baik saja, meneleponku, mengajakku ke taman hiburan. Dia melakukan segala yang ingin dilakukannya. Untukku.

"Benarkah? Aku tidak akan percaya kau benar-benar berani hanya jika kau tidak berteriak selama lintasan seperti yang dilakukan Mr. Bean dalam salah satu episode-nya."

Aku menggelengkan kepalaku dan tertawa. "Kau bercanda? Mr. Bean itu hanya fiksi!"

"Kau bilang kau tidak takut." Thomas menyeringai menantangiku.

Menggeser posisiku, aku bertolak pinggang. "Jadi kau pikir kau adalah satu-satunya yang tidak akan berteriak karena kau tidak takut?"

"Aku bisa melakukannya jika aku mau. Karena aku berani." Ekspresinya tiba-tiba saja mendadak menyebalkan, seperti adonan yang siap ku aduk-aduk. "Ayo kita bertaruh, Jane. Aku menantangmu untuk tidak berteriak sampai berakhir."

BloomedTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang