Chapter Eight

2.8K 246 16
                                    

"I came here with a load, and it feels so much lighter since I met you." - Coldplay

-

-

Thomas mengajakku ke rumahnya setelah itu. Jaraknya hanya butuh sepuluh menit naik sepeda motor untuk sampai ke sana. Rumahnya terbilang cukup besar, terlihat sederhana dengan dinding yang bercat warna putih. Jendelanya yang terbuat dari kayu sudah membutuhkan sedikit perbaikan. Halamannya tidak terlalu luas, namun terkesan minimalis.

Setelah memarkirkan motornya, aku mengikuti Thomas masuk ke dalam rumah. Sama seperti bagian luarnya, interior dalamnya juga didominasi dengan warna putih. Lantai kayu dan ornamen berwarna cokelat memberi kesan hangat ala gaya skandinavia. Siapapun yang mendesain bagian rumah ini pasti memiliki selera yang bagus.

­­"Apa itu kau, nak? Kukira kau akan pulang malam." Seorang lelaki tua dari bagian dalam rumah menghampiri kami. Aku melihat rambut di kepalanya yang memutih, juga keriput di wajahnya yang sekaligus menunjukkan bahwa beliau merupakan orang yang ramah dan murah senyum.

"Well, kita kedatangan tamu yang membuatku mendapatkan jatah libur hari ini," Thomas mengarahkan pandangannya padaku.

Lelaki tua itu menyipitkan matanya padaku, kemudian tersenyum cerah. "Hei, lihat siapa gadis manis ini?"

Aku tersenyum seramah mungkin, menjabat tangannya. "Halo, aku Jane O'Reilly. Aku teman lama-nya."

"Jane O'Reilly? Ah, jadi ini dirimu." Dia menjabat tanganku. "Panggil aku Tonny. Aku kakak laki-lakinya." Tonny mengerlingkan matanya. Thomas terkekeh di belakangku.

"Senang bertemu denganmu Tonny," sambutku.

"Ahahaha! Sebuah kehormatan. Sudah lama sekali rumah tua ini tidak dikunjungi wanita muda." Tonny meringis. "Setidaknya sekarang rumah ini tidak akan lagi searoma kandang sapi."

Aku terkikik. Aku rasa aku akan menyukai Tonny. Caranya berbicara terlihat lebih muda dari usianya.

"Apa kau lapar? Jika tidak keberatan, aku mengundangmu untuk makan malam bersama kami di sini, nona," sambutnya dengan tangan terbuka.

"Oh, sebuah kehormatan bagiku. Terima kasih!"

Tonny terbahak lalu menepuk punggung Thomas. "Ayo, nak! Ayo siapkan sesuatu untuk tamu kita!"

Kami mengawasi Tonny yang berjalan ke dapur sambil bersenandung riang. Aku bertanya pada Thomas, "apa dia selalu sebahagia ini setiap hari?"

Thomas menyilangkan tangannya di dada. "Well, mungkin dia sedikit kelewat berlebihan tapi percayalah, dia orang yang sangat baik."

Aku menggeleng. "Tidak. Itu justru bagus. Aku bisa langsung menyukainya, juga rumah ini. Rasanya aku bisa tinggal di sini."

"Lakukanlah. Tinggallah di sini." Dia menambahkan, "kau bisa tidur berdua denganku di kamar."

Aku memutar bola mataku dan berjalan mengikuti Tonny. "Tidur saja dengan sapimu, bodoh."

Dia terkekeh, lalu meraih pergelangan tanganku sebelum aku sempat menjauh. "Tidak, kau ikut aku."

Thomas membawaku menaiki tangga menuju lantai atas. Tak banyak perabot yang memenuhi ruang, hanya pintu-pintu kamar yang tertutup rapat yang terlihat. Di sini terasa seperti ruang pribadi keluarga. Aku harap aku cukup sopan untuk bisa berada di sini.

Dia memasuki salah satu pintu kedua dari sebelah kanan. Aku hanya mengamatinya dari bibir pintu tanpa ikut masuk ke dalam.

"Pakailah. Ini milik Ava, kakak perempuanku." Thomas menyodorkan kaus lengan panjang biru muda kepadaku."Ava tidak lagi tinggal di sini. Dia pindah ke New York setelah menikah."

BloomedTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang