01.

259 202 285
                                    

"Meskipun diciptakan dengan banyak kesamaan, takdir setiap orang tetap berbeda."

A Y A S Y A tengah menikmati sarapan pagi bersama kedua orangtuanya, Wijar dan Agitha. Untuk menghargai makanan di depan mereka, keluarganya melarang keras sebuah pembicaraan ketika sedang makan. Jadi, saat ini hanya terdengar suara sendok dan piring saja di antara mereka.

"Ma, Pa! Ayasya berangkat, ya!" pamit Ayasya. Ia membalik sendok, lalu berdiri. "Udah siang, nih."

"Iya," balas Agitha.

Ayasya mencium pipi orangtuanya bergantian. "Assalamu'alaikum, Ma, Pa!" Dengan semangat, gadis itu langsung berlari keluar rumah.

"Waalaikumsalam!" jawab Agitha dan Wijar bersamaan.

Agitha yang menyadari Ayasya meninggalkan kunci mobilnya di meja, langsung berteriak. "Sayang! Ini kunci kamu ketinggalan!

"Ayasya mau bareng sama Albi, Ma!" seru Ayasya, tanpa menghentikan langkahnya.

"Awas, ya, kalo sampai nilai kamu turun!" ancam Wijar. "Papa ngijinin kamu pacaran, biar kamu makin semangat, terus makin pinter. Bukan sebaliknya!"

"Iya, Pa!" Gadis itu menghilang dari pandangan Agitha dan Wijar. "Makasih, ya, udah ngijinin Ayasya pacaran!" Ia tertawa di akhir kalimatnya.

Agitha dan Wijar saling menatap penuh senyuman. Mereka sudah menyetujui hubungan Ayasya dan Albiru. Masa depan putrinya akan terjamin jika bersama laki-laki itu. Jadi, mereka tidak memiliki alasan untuk tidak menyetujui hubungan dua remaja itu.

Di sisi lain, Ayasya tengah berdiri di pekarangan rumahnya untuk menunggu Albiru. Rumah gadis itu terbilang mewah. Tidak ada halaman yang kosong. Semuanya sudah dipenuhi barang-barang mewah nan indah.

Setelah beberapa menit, akhirnya mobil sport milik Albiru akan segera mendekat. Gadis itu tersenyum, lalu melambaikan tangannya. Mobil hitam itu pun langsung berhenti.

Pintu mobil itu terbuka. Albiru mengeluarkan kakinya satu persatu, membuat Ayasya semakin tidak sabar ingin melihat wajah tampannya itu.

Laki-laki itu mengeluarkan kepalanya dan tersenyum menatap gadisnya. Ayasya pun menggigit bibir bawahnya, mencoba menahan diri agar tidak langsung menggabrug sosok sempurna di depannya.

"Kenapa?" Albiru terkekeh geli. "Bibir kamu kesemutan?"

"Iya!" Gadis itu langsung sewot. "Abis dicium marmut, puas?!"

"Kelewatan tuh marmut!" maki Albiru. "Beraninya ngambil jatah aku."

"Kampret! Bener-bener kampret!" teriak Ayasya murka.

"Kentut mulu, Sya." ucap malas Albiru. "Aku ilfil, nih."

"Bomat!"

Albiru terkikik.

"Dahlah!" Ayasya langsung masuk ke mobil Albiru. "Pagi-pagi udah mancing murka!"

"Mancing emosi, Sayang," Albiru tersenyum menggeleng, lalu ikut masuk ke mobilnya.

"Hm."

Ayasya bersedekap. Ia mengarahkan pandangannya ke luar. Albiru memang sangat dewasa dan penuh perhatian, tapi tidak selalu. Laki-laki itu bisa berubah menjengkelkan, walau jarang. Kali ini, sikap menyebalkanmya keluar di waktu yang salah. Karena hari ini, gadis itu ingin mendapatkan hal-hal manis sebagai awal paginya.

Albiru menatap jahil gadis itu. Ia tahu, jika gadisnya bersikap seperti itu, berarti Ayasya sedang menginginkan kelembutan darinya. Laki-laki itu pun menarik seatbelt, dan memakaikannya pada tubuh mungil itu.

Permainan Ingatan Where stories live. Discover now