13.

139 119 119
                                    

H A R I sudah sore. Kini, Ayasya tengah mengejar Aldafi yang masih berlarian memegang jepit rambut kesayangannya, jepit pemberian Albiru.

"ALBI! BALIKIN JEPIT RAMBUT AKU!" teriak Ayasya.

"Lari sini!" perintah Aldafi. "Atau jepitnya aku buang, nih!" Ia mengancam.

"Ih! Kok, jadi kayak anak kecil gini, sih?!" runtuk Ayasya, ia menghentikan langkahnya.

Aldafi berhenti di tempat. "Emang aku masih kecil, wlee!" Ia mengejek wajah murka Ayasya yang terlihat lucu baginya.

"Ih! Bener-bener ngeselin, ya!"
"Ngemeng mulu!" hardik Aldafi. "Kejar sini!" Laki-laki itu kembali berlari.

"KE MANA PUN KAMU PERGI, AKU BAKALAN TERUS KEJAR KAMU, AL!"

Ayasya mulai berlari mengejar Aldafi. Namun, baru beberapa langkah gadis itu melangkah, ia sudah mulai kelelahan. Ia memperlambat langkahnya saat sebuah ide picik melintas di otaknya.

Ayasya tiba-tiba terduduk, menunduk, dan meringis sakit. Aldafi yang menyadari gadis itu berhenti mengejarnya, langsung berhenti berlari, dan memutar balik langkah untuk menghampiri gadis itu.

"Sya! Kamu kenapa, Sya?" pekik Aldafi mulai panik.

Aldafi mencoba menaikkan pandangan Ayasya, namun gadis itu malah tersenyum jahil dan merampas jepit rambutnya dari tangan laki-laki itu. Gadis itu langsung bangkit dan berlari meninggalkan Aldafi yang tengah menatapnya dengan tatapan malas.

"Sini kejar!" Ayasya berteriak puas.

"Huuu, dasar lalat!"

Aldafi tersenyum menggeleng menatap Ayasya yang tengah berlarian penuh senyuman itu. "Senyumnya kayak kuyang-kuyang, ya, bersinar-sinar."

Laki-laki itu bangkit dan langsung berlari mengejar Ayasya. Mereka terus berlarian sambil tertawa. Aldafi berusaha mengejar gadis itu, namun Ayasya selalu bisa lari darinya.

Karena Ayasya sudah tidak sanggup lagi berlari, pergerakannya jadi melambat. Aldafi pun berhasil memeluk tubuh gadis itu dari belakang, dan menempatkan dagunya di ceruk leher gadis itu. Ayasya bergerak-gerak geli, namun laki-laki itu malah mempererat pelukannya.

"Masih mau lari dari aku?" goda Aldafi.
Ayasya menghentikan tawanya perlahan. "Iya, iya, aku gak bakal lari lagi dari kamu, deh...." Gadis itu tersenyum lembut.

"Oh ya?" Aldafi mengulas seringai tipis. Ia meregangkan pelukannya dan memutar tubuh Ayasya untuk ditatapnya.

Jarak mereka sangat dekat. Tatapan memuja terlihat di mata keduanya. Aldafi menyatukan dahinya dengan kening Ayasya, lalu melingkarkan tangan kanannya ke perut gadis itu. Gadis itu tersipu malu dan menaikkan pandangannya, menatap penuh cinta laki-laki di depannya.

"Cantik." Aldafi mengelus semburat pipi merah Ayasya.

Ayasya kembali menunduk, membuat Aldafi terkekeh pelan, dan menaikkan dagunya perlahan. Melihat bibir tipis gadis itu menyungging senyuman, Aldafi langsung mengecupnya dengan lumatan lembut.

Mereka memejamkan mata, merasakan energi cinta yang semakin membara dalam diri keduanya.

Setelah merasa hampir kehabisan oksigen, Aldafi menjauhkan bibirnya dari bibir gadis itu, lalu mengusap pelan bibir Ayasya dengan ibu jarinya. Ia menatap lekat-lekat manik-manik indah gadis itu, dan menyelipkan beberapa helai rambut Ayasya ke daun telinganya.

Permainan Ingatan Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang