29.

100 61 110
                                    

A L B I R U  dan dua orang suster tengah mendorong brankar tempat Ayasya berbaring, dengan perasaan panik dan dengan langkah cepat. Ia semakin panik melihat kening Ayasya yang terus mengucurkan darah. Laki-laki itu pun langsung menggerakkan telapak tangannya untuk menutupi kening gadis itu agar berhenti mengeluarkan darah.

"Sya! Kamu tahan, Sya! Aku yakin kamu pasti kuat, Sya!" ujar Albiru. Ia sudah berkeringat dingin, namun Ayasya tetap tidak menjawab karena gadis itu memang sudah benar-benar kehilangan kesadaran.

Ayasya masuk ke ruang UGD. "Permisi! Anda tidak boleh masuk." ucap suster.

"Argghh!"

Dug!

Saat suster menutup pintu UGD, Albiru langsung menonjok tembok di sampingnya dengan keras. Ia tidak tahu, apa yang harus ia katakan pada orangtuanya Ayasya mengenai kejadian ini. Kejadian ini sepenuhnya salahnya karena kalau saja ia menolak permintaan gadis itu untuk bertemu Aldafi, mungkin semua ini tidak akan terjadi, dan Ayasya pasti tidak akan seperti ini.

Sekarang, gue harus bilang apa sama Tante Githa? pikir Albiru. Ia langsung duduk di kursi rumah sakit, mencoba berfikir. Gue coba kasih tau Dary terlebih dahulu.

Albiru  mengambil ponsel yang ada di saku celana. Ia mencari kontak Dary, lalu menekan tombol panggil, menghubungkan panggilan dengan laki-laki itu.

"Hm?"

"Ri! Ayasya masuk rumah sakit!"

"Apa? Kenapa bisa? Sekarang Ayasya baik-baik aja, kan?"

"Nanti gue jelasin, Ri! Ayasya masih di UGD. Tolong kasih tau orangtuanya tentang kejadian ini!"

"Lo beruntung karena sekarang Om Wijar lagi di Bandung! Dia pasti gak akan terima ngeliat kondisi Ayasya saat ini!"

Tut!

"Dengan satu syarat." lanjut Wijar, Ia langsung menatap Aldafi. "Jika Ayasya menangis, kamu tidak akan melihat Ayasya lagi!" Pria itu pun menatap Albiru. "Termasuk kamu, Albi."

Setelah Dary memutuskan sambungnya, Albiru langsung terkekeh getir. Ia teringat ucapan Wijar yang akan menjauhkannya dari Ayasya jika gadis itu sampai menangis.

Ayasya menangis saja akan dijauhkan dari laki-laki itu. Bagaimana jika Wijar tahu putrinya terluka karena kelalaian Albiru dalam menjaganya?

Jadi, gue bener-bener bakal kehilangan Ayasya?

***

Aldafi yang semakin lemas mencoba untuk duduk. Ia melepas selang oksigennya dan mengambil segelas air yang ada di sampingnya. Laki-laki itu bisa merasakan sesuatu yang panas di tenggorokannya. Ia pun meneguk air tersebut dengan perlahan, sampai airnya habis, dan berhasil mendinginkan tenggorokannya.

Setelah gelas itu kosong, Aldafi kembali menyimpannya di meja. Saat ini, ia sendirian ditemani keheningan. Setelah kedatangan Albiru, Aleta tiba-tiba menghilang tanpa kabar.

"Lo juga ninggalin gue, Ta!" Aldafi tersenyum kecut. "Kenapa gue harus hidup kalo harus terus-terusan sakit?!"

Mata laki-laki itu seketika memerah. Aleta memang meninggalkannya, tapi itu tidak sesakit saat ia harus kehilangan Ayasya.

Permainan Ingatan Where stories live. Discover now