30.

93 57 96
                                    

"Jika takdir sudah menghentikan sebuah hubungan, maka Ikhlaskan dan lupakan. Jangan memaksakan walaupun hati berkata enggan."

S A T U  hari setelah Ayasya mengalami kecelakaan, Albiru belum sempat menjenguknya karena ia terlalu sibuk menjaga Aldafi yang kondisinya malah semakin memburuk. Saat ini, kembarannya itu sedang beristirahat, jadi ia bisa keluar dari ruangan itu untuk menjenguk Ayasya.

Setelah masuk ke ruangan UGD, Albiru terkejut melihat ranjang Ayasya sudah kosong dan hanya ada seorang suster yang tengah membereskan ruangan tersebut. Laki-laki itu pun langsung melangkahkan kakinya untuk bertanya pada suster itu.

"Sus, pasien yang kemarin masuk ke sini dipindahkan ke mana, ya?" tanya Albiru.

"Maaf, pasien sudah pulang satu jam yang lalu." sahut suster.

"Apa?" Kedua mata Albiru terbelalak. "Apa kondisinya sudah baik-baik saja, Sus?"

"Iya, pasien sudah sadar dan baik-baik saja, jadi Dokter sudah mengizinkan pasien untuk dibawa pulang." jelas suster.

Albiru langsung mengusap gusar wajahnya. Tanpa berkata apa pun, laki-laki itu langsung keluar dari ruangan itu, berlarian di koridor rumah sakit menuju mobin untuk mencari Ayasya.

Albiru masuk ke mobilnya dan menjalankan mobil itu dengan kecepatan penuh. Ia tidak mengerti, mengapa Ayasya tiba-tiba pergi setelah mengatakan bahwa ia mencintai Aldafi? Bukankah, jika gadis itu mencintai Aldafi, ia akan menemui laki-laki itu terlebih dahulu sebelum pergi?

Sya, kamu bikin aku bingung.

Di sisi lain, Ayasya tengah bersandar di kursi mobilnya sambil memandangi pemandangan pagi hari yang cukup cerah dengan tatapan kosong. Pikirannya tidak tenang setelah ia mengetahui bahwa ia kehilangan memori beberapa tahun lalunya.

Ayasya hanya bisa mengingat keluarganya dan Dary saja. Selain itu, tidak ada yang bisa ia ingat lagi, termasuk Albiru dan Aldafi. Sekarang perasaan gadis itu hampa, ada banyak sesuatu yang terlupakan, namun ia tidak bisa mengingatnya.

"Sya, ada yang kamu pikirin, Sayang?" tanya Agitha membuat Ayasya langsung menatapnya.

"Ma, kenapa Ayasya ngerasa kalo Ayasya udah ngelupain sesuatu yang penting, ya, Ma?" tanya Ayasya. "Apa Mama tau, apa yang udah Ayasya lupain, Ma? Seseorang, atau mungkin sesuatu, Ma?"

Mungkin seseorang yang ngeganggu pikirkan kamu, Albiru dan Aldafi, Sayang. jawab Agitha dalam hati. Tapi, Mama gak bisa bilang itu semua sama kamu, karena Mama gak mau kamu kembali sama mereka, dan harus terluka lagi.

"Nggak, Sayang... kamu gak ngelupain sesuatu, ataupun seseorang yang penting, kok." Dusta Agitha. "Yang terpenting dalam hidup kamu adalah orangtua kamu sama Dary, dan kamu gak ngelupain kami, kan?"

Ayasya menggeleng dan kembali mengarahkan pandangannya ke luar kaca. Entah mengapa, ia tidak mempercayai ucapan Agitha. Sekarang pikirannya jadi semakin bertanya-tanya. Apa yang sudah hilang dari ingatannya?

Apa Mama boong sama gue? pikir Ayasya. Kalo gak ada hal penting yang gue lupain, pikiran gue pasti bakal tenang, kan?

Ayasya kembali menatap Agitha. "Sekarang kita mau ke mana, Ma?"

"Kita ke Bandung, ya, Sayang," Agitha mengelus rambut Ayasya. "Sebelum kamu pergi ke luar negeri untuk melakukan operasi, kamu harus istirahatin pikiran kamu di Bandung,"

Permainan Ingatan Where stories live. Discover now