12.

139 124 126
                                    

A L D A F I  sudah siap dengan seragam sekolahnya. Seragam sekolah yang di pakainya bertuliskan nama Albiru karena memang seragam itu milik kembarannya.

Hari ini adalah awal yang baru dan identitas baru bagi Aldafi, karena hari ini ia akan berperan sebagai Albiru untuk bersama Ayasya.

"Ini awal yang baru buat gue, dan gue bakal berusaha bahagia kalo dengan kebahagiaan gue, lo juga ikut bahagia, Al." Aldafi tersenyum menatap bayangannya di cermin kamar tamu itu.

Aldafi sedang berada di kamar tamu. Albiru tidak mengijinkannya memasuki kamarnya. Bahkan, laki-laki itu sudah mengunci kamar itu, agar tidak ada siapa pun yang bisa mengetahui isi kamarnya.

Aldafi mengambil ransel Albiru, lalu memakaikannya di salah satu bahunya. Ia berjalan menuruni tangga dan berhenti sejenak, menatap apartemen Albiru terlihat yang sangat bersih dan tersusun rapi.

"Lo emang beda banget sama gue, Al," Aldafi tersenyum tipis. "Tapi gue bersyukur karena lo gak sama kayak gue, parasit yang cuma bisa ngebebanin keluarga."

Karena penyakitnya, Aldafi jadi sering menghamburkan uang maminya. Itu semua sebenarnya membuatnya merasa menjadi beban keluarga, namun ia tetap tidak bisa melakukan apa pun karena ia memang membutuhkan pengobatan itu untuk tetap hidup, walau tanpa sembuh.

Aldafi kembali melangkahkan kakinya menuruni tangga, berjalan keluar dari apartemen Albiru. Ia mendekati mobil Albiru dan masuk ke dalamnya. Aldafi menghela napas menatap setir di depannya. Selama ini, ia terbiasa memakai motor, tapi sekarang ia harus membiasakan diri dengan kendaraan berroda empat milik Albiru itu.

"Hufttt," Aldafi memegang setir mobil. "Gak biasa, sih, tapi gue harus bisa!"
Aldafi menginjak gas dan menjalankan mobil Albiru dengan santai, tidak terlalu cepat, dan tidak terlalu lambat.

***

Setelah beberapa menit, akhirnya Aldafi memarkirkan mobil Albiru tepat di parkiran sekolah. Ia keluar dari mobil dan berjalan memasuki koridor sekolah layaknya seorang begundal tampan yang sedang mencari mangsa. Tas digendong sebahu, baju keluar sebelah, mata jalatan kanan kiri, ditambah lagi senyuman tipis yang mampu melemahkan jantung, sudah diukirnya.

"Heh! Heh!" bisik seorang perempuan pada temannya setelah berpapasan dengan Aldafi. "Itu Albiru, kan? Kenapa berubah gitu? Putus sama Ayasya, ya?"

"Iya, kali. mungkin dia frustasi putus sama Ayasya, makannya berubah drastis kayak gitu,"

"Iya, kali, ya."

Aldafi tidak mempedulikan bisikan dua perempuan tadi. Ia hanya akan menjadi Albiru jika di depan Ayasya. Jika tidak di depan gadis itu, ia akan tetap mempertahankan jati dirinya sebagai seorang bad boy tampan nan mempesona.

Lily yang akan berpapasan dengan Aldafi, memperhatikan laki-laki itu dari atas sampai bawah dengan tatapan terkejut. Aldafi menghentikan langkahnya saat gadis itu berhenti di depannya.

"Kenapa lo?!" Aldafi menatap Lily dengan tatapan datar.

"Ini lo, Al?" tanya Lily tertawa tidak percaya. "Ayasya gak sekolah sehari aja, lo langsung ancur gini?"

"Ayasya gak masuk?" tanya Aldafi, mendapat anggukan dari Lily. "Kenapa bisa?"

"Lo ini pacarnya atau bukan, sih? Ayasya lagi dirawat di rumah sakit, masak lo gak tau, sih?"

Permainan Ingatan Where stories live. Discover now