22.

120 76 108
                                    

K A R E N A  hari sudah hampir sore, Albiru mulai mendekati mobil untuk kembali ke rumah neneknya. Setelah semuanya selesai, laki-laki itu akan kembali ke Bekasi, walaupun ia baru sampai di Jakarta. Ini semua harus dilakukannya untuk membiarkan Ayasya terus bersama Aldafi.

Albiru memasuki mobil dan mulai menjalankannya. Dari lubuk hatinya yang paling dalam, sebenarnya laki-laki itu sangat ingin menemui gadisnya terlebih dahulu sebelum pergi. Hanya saja, sepertinya ia tidak akan sanggup jika harus melihat luka Ayasya karena ulah kembarannya itu.

Tetep bahagia, Sya.... Aku sakit, kalo kamu sakit.

Di sisi lain, wajah tampan Aldafi sudah siap untuk menemui Ayasya. Dengan semangat, laki-laki itu langsung membuka pintu ruang inap gadis itu, lalu memasukinya. Ayasya yang sudah tahu kedua orangtuanya memberikan Aldafi kesempatan kedua, langsung berdiri sambil tersenyum senang. Ia melebarkan kedua tangannya menatap laki-laki itu.

Aldafi ikut tersenyum bahagia melihat Ayasya yang sudah tidak memakai baju rumah sakit lagi. Gadis itu lebih cantik memakai baju biasa daripada memakai baju serba biru itu. Ayasya memang lebih baik segar daripada sakit.

Aldafi langsung masuk dan berlari memeluk Ayasya. Mereka berpelukan diiringi senyuman kebahagiaan. Laki-laki itu menghentikan pelukannya dan mencium singkat kening gadis itu dengan perasaan senang.

Kebahagiaan seperti ini sangat Ayasya rindukan dari sosok kekasih di depannya itu. Ayasya yang masih melingkarkan tangannya di perut Aldafi, langsung menatap laki-laki itu dengan cengiran khasnya.

"Yang! Aku pengen bilang sesuatu... tapi aku takut kamu marah sama aku," Ayasya memanyunkan bibirnya.

"Bilang apa, hm?" tanya Aldafi. "Bilang aja."

"Kata Mama, kamu pas nangis ingusan, ihh!" ejek Ayasya.

Aldafi tertawa. "Kamu belekan!" ledeknya.
"Kamu jelek!"

"Kamu lebih jelek!"

"Aku ilfil!"

"Aku enggak!"

"Bener, nih?" Ayasya tersenyum sedikit.

"Nggak, hahaha!"

"Ih! Jahat, deh! Aku benci sama kamu!" Ayasya pura-pura merajuk, lalu berbalik.

Aldafi terkekeh dan langsung memeluk Ayasya dari belakang. "Benar-benar cinta maksudnya?" rayunya.

Ayasya berbalik dan langsung mengalungkan tangannya ke leher laki-laki itu. "Iya," rengeknya.

"Aku enggak!"

"Ihhh!" Ayasya marah, menyilangkan kedua tangannya di dada. "Kenapa aku cinta sama cowok kayak kamu, sih?"

"Karena aku ganteng, lah!" balas Aldafi cepat.

"Gantengan monkey." ceplos Ayasya.

"Ya udah, sana sama monkey aja!" titah Aldafi kesal. "Biar kutu kamu abis sama dia!"

"Ihhh! Aku gak punya kutu!" protes Ayasya.

"Punyanya?"

Permainan Ingatan Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang