03.

198 185 195
                                    

"Sebuah pelukan mampu memberikan kekuatan."

" A P A ? "  Albiru sontak berdiri. "Maksud lo, Ayasya? Lo mau ngerebut Ayasya dari gue, Fi?!"

"Bukan ngerebut," Aldafi tersenyum. "Gue cuma mau pinjem Ayasya. Gak bakalan lama, gue jamin." Ucapan Aldafi, membuat hati Albiru bimbang. "Tapi, kalo lo gak mau, nggak apa-apa. Gue gak bisa maksa."

Albiru mencoba berfikir, namun getaran di saku, membuatnya mengurungkan niatnya. Ia mengecek ponsel itu, dan terlihat sebuah pesan dari maminya.

Sayang! Hari ini, Mami ke rumah kamu, ya....

Albiru kembali memasukkan ponselnya. "Gue butuh waktu buat mikirin itu semua, Fi. Dan hari ini, gue harus ke rumah temen gue buat ngerjain tugas." Dusta Albiru. "Lo tunggu aja di sini sampai gue balik. Nanti, gue kasih jawabannya."

"Ya udah, gue tunggu di sini." balas Aldafi.

Albiru langsung keluar dari apartemennya dan berjalan memasuki mobil. Laki-laki itu menjalankan mobilnya dengan kecepatan normal. Ia keluar untuk memikirkan mengenai permintaan Aldafi dan untuk mendekatkan Dinda dengan kembarannya itu.

Gue butuh ruang buat mikirin permintaan lo, Fi. batin Albiru. Gue juga harus keluar buat ngedeketin lo sama Mami.

🌀

Aldafi bangkit, berjalan mendekati kulkas. Ia membuka kulkas, mengambil sebuah kaleng minuman, lalu meneguknya. Ia memincingkan matanya saat pandangannya sedikit memburam. Laki-laki itu menatap kulkas, berusaha memperjelas pandangannya, namun tubuhnya malas lemas, dan mundur perlahan menghantam tembok.

Crang!

Aldafi refleks menjatuhkan minumannya. Ia merosot di tembok, lalu memejamkan matanya kuat-kuat. Tangannya naik memegang dada. Jantungnya berpacu cepat. Dadanya terasa sesak. Laki-laki itu segera mengatur napasnya, berharap semuanya dapat kembali seperti biasa.

Setelah semuanya kembali normal, laki-laki itu bangkit, dan membuang napas lega. Ia mengambil minuman baru, membuka penutupnya, lalu meminumnya sebanyak mungkin.

Ia sangat haus, haus cinta, kasih sayang, perhatian, belaian, dan lainnya.

Setelah tenggorokannya tidak terasa panas lagi, laki-laki itu menurunkan perlahan minumannya, dan menarik napas panjang.

Tuhan, apa kebahagiaan hanya akan hadir saat bersama-Mu?

Di sisi lain, Dinda sudah berada di depan pintu apartemen Albiru dengan sekantong keresek makanan. Ia membuka pintu, lalu masuk. Putra sulungnya itu sudah memberitahu password  apartemen pada orang-orang terdekatnya. Jadi, wanita itu bisa langsung masuk tanpa menunggu Albiru membukakan pintu.

"Sayang...." panggil Dinda, membuat Aldafi yang tengah menonton tv, langsung mengalihkan pandangannya menatap wanita itu.

Aldafi tersenyum senang, lalu berdiri. Mami?

"Kamu, kok, jarang nemuin Mami, sih?" Dinda tiba-tiba memeluk Aldafi, membuat laki-laki itu menerbitkan seringai tipis di bibir indahnya. "Kamu gak kangen sama Mami, Sayang?"

Permainan Ingatan Where stories live. Discover now