14 | Asia

1.2K 200 8
                                    

Sewaktu deal kontrak dengan production house pun, Asia tidak segugup ini

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Sewaktu deal kontrak dengan production house pun, Asia tidak segugup ini.

Ia baru saja turun dari ojek online dan duduk di halte dekat pasar tradisional, tempat janji bertemu dengan Benua. Asia menunduk, memperhatikan Crocs merah mudanya, mencoba membuang-buang waktu menunggu. Well, ia datang lima belas menit lebih awal.

Pagi itu Asia mengenakan kaus putih lengan pendek yang digabungkan dengan jumpsuit jeans. Rambutnya diikat gaya pony tail, dengan middle part pony.

Bohong bila Asia mengatakan ia tidak menantikan akhir pekan ini. Sekali lagi, Asia mengatakan pada diri sendiri bahwa alasannya adalah di antara semua jadwal padat pekerjaan tahun ini, berkeliling di pasar tradisional bersama seorang kenalan adalah kegiatan baru tanpa tekanan kontrak dan pendapat publik. Jadi ia tidak perlu merasa terbebani apa-apa.

Benua mengonfirmasi keberangkatannya sekitar tiga puluh menit lalu, tetapi untuk beberapa alasan Asia mempersiapkan diri kalau Benua tak jadi datang. Ia selalu memprediksi yang terburuk. Kata orang, ekspektasi adalah pangkal kekecewaan.

Namun, Asia melihat sosok tegap dan tinggi Benua mendekat detik berikutnya.

Asia tidak tahu mana kesalahan pertama yang ia lakukan, seiring dengan langkah demi langkah Benua mendekat ke arahnya ini. Jawabannya soal apa yang mesti Benua pakai atau bahkan ajakan itu sendiri.

Benua mengenakan kaus hitam lengan pendek–tampaknya semua pakaian akan terlalu pas buatnya. Tali sling bag menekan dada laki-laki itu. Benua mengombinasikan kaus tersebut dengan celana kargo selutut hijau tua dan sandal gunung.

Begitu melihat Asia, Benua menampilkan senyum bulan sabitnya.

Jangan lakukan itu, Benua. Asia membatin.

"Hi." Benua menyapa. "Sudah nunggu lama?"

"Nggak," balas Asia. Ia harus agak mendongak agar mereka bisa saling membalas pandangan.

"Great."

"Kamu sudah sarapan?"

Benua menggeleng. "Belum, saya berharap bisa ditunjukkan makanan enak di sini sama kamu, to be honest."

"Oke. Saya juga belum sarapan." Asia celingak-celinguk, tak ada yang terang-terangan memperhatikan mereka. Bagus. "Shall we go?"

Mereka masuk ke pintu utama pasar tradisional itu. Banyak orang hilir mudik dengan keperluan mereka masing-masing. Pedagang mengangkut jualan mereka, ibu-ibu dengan tas belanja, juga anak-anak yang merengek minta dibelikan mainan plastik.

"Kamu suka mi?"

Benua menghentikan kegiatan melihat-lihatnya, tadinya pandangan terfokus pada tomat dan cabai di meja penjual sayuran. "Suka."

"Makan bakmi nggak apa-apa?"

"It's totally fine."

"Kamu beneran nggak pernah ke pasar?" tanya Asia karena Benua hampir menghentikan langkah gara-gara ada yang menjual rujak bebeg.

Benua & AsiaWhere stories live. Discover now