5. Cemburu

100K 7.3K 504
                                    

Saat ini, Fiqa, Marin, dan Ratu sedang bermain bersama. Ketiganya bermain tanpa Qila yang masih menjalankan hukumannya.

Sedari tadi Fiqa sesekali melihat ke arah kembarannya yang terduduk di sudut ruangan. Lagi-lagi, kembaranya itu dihukum karena ulahnya. Sebenarnya Fiqa iba, namun enggan mengakuinya. Tak jauh dari tempat kembarannya berada, papanya duduk di atas sofa seraya membaca koran.

"Papa, aku, kan gak nakal," suara kecil itu terdengar samar di telinga Gio. Namun, suara itu sampai pada telinga Fiqa. Entahlah, mungkin bahasa anak kembar.

Dapat Fiqa lihat jika kembarannya memeluk erat kedua kakinya, dagunya bertumpu pada lutut, matanya menatap lantai yang ia pijak. Entah mengapa, Fiqa merasa ada rasa sakit di dadanya.

Dengan nyali yang kuat, Fiqa menghampiri Gio. Akal-akalannya supaya bisa berada di dekat kembarannya.

"Papa." Fiqa memeluk tubuh Gio secara mendadak. Gio yang mendapatkan pelukan tiba-tiba itu sedikit terkejut. Gio mengecup pipi Fiqa berulang kali, membuat anaknya itu merasa geli.

"Papa, aku mau boneka barbie yang kayak gini." Fiqa menunjukan boneka yang ada di tangan kanannya.

"Iya, nanti kita beli, ya." Gio menempelkan hidungnya pada hidung Fiqa. "Itu punya siapa?"

"Punya Kak Ratu." Fiqa tertawa kecil.

Gio sangat gemas melihat tingkah laku anaknya. Dirinya menarik anaknya dalam pelukannya.

Qila kesal dengan pemandangan yang ada tak jauh dari posisinya. Awalnya, pandangannya terfokus pada jemari kakinya. Namun, suara kembarannya itu berhasil membuat pandangannya beralih ke sumber suara.

Qila melihat jelas. Sangat jelas. Papanya mencium kembarannya berulang kali, berucap lembut pada kembarannya, memeluk kembarannya dengan senang hati.

Qila merasakan jika ada rasa sakit di dadanya. Pandangan Gio mengarah pada dirinya. Awalnya, Qila tetap mempertahankan pandangannya. Hingga ia merasa pandangannya mulai mengabur disusul dengan cairan bening yang membasahi pipinya. Dengan segera, dirinya memutar tubuhnya supaya menghadap tembok.

Setidaknya, dirinya tidak akan terus menerus melihat pemandangan yang tidak enak. Susah payah Qila menahan isak tangis. Jemari tangannya ia gunakan untuk menghapus air matanya yang tak kunjung berhenti untuk keluar.

Gio sedikit bingung melihat sorotan sedih yang terpancar dari sepasang bola mata yang memliki warna serupa dengan milikya. Gio memperhatikan tubuh anaknya yag sedikit bergetar.

"Fiqa, duduk sendiri, ya? Papa mau samperin Qila." Gio mendudukkan anaknya di atas sofa, dan melangkah menghampiri Qila.

"Ikut." Fiqa berjalan di belakang Gio.

"Qila, kamu udah boleh bangun. Main sana sama Fiqa."

Qila menggelengkan kepalanya.

Gio memegang pundak anaknya yang bergetar. "Kenapa?" Gio tetap bertaya meski ia tahu jika anaknya menangis.

Qila kembali menggelengkan kepalanya. Tangannya menepis tangan Gio yang berada di pundaknya. Susah payah ia menahan isak tangisnya.

"Kamu nangis?"

Suara tangisan yang semakin jelas menjawab pertanyaan Gio.

"Sini, sama Papa." Gio mengulurkan tangannya. Qila menolak uluran tangan itu.

Mel muncul dari arah dapur. "Papa, ayo, makan." Pandangannya terfokus pada anaknya yang duduk menghadap tembok. "Qila? Kenapa?" tanyanya sedikit terkejut.

Gio menggeleng dan memberikan tatapan tidak tahu sebagai jawaban.

Fiqa memeluk tubuh kembarannya secara tiba-tiba. Qila yang terkejut pun dengan refleks mendorong Fiqa, membuat kembarannya sedikit tersungkur.

Oh Baby, Baby, Twins! (Selesai)Where stories live. Discover now