66. Pelarian

86.6K 7.8K 1.4K
                                    

Tepukan pelan di kakinya membuat Qila terbangun. Dilihatnya Fiqa sebagai pelaku utama yang membangunkannya. Entah mengapa, punggungnya terasa sakit saat ia sedikit mengubah posisinya.

"Mama," panggil Qila.

Mel menoleh dan menghela napasnya. "Fiqa, kenapa dibangunin?"

Fiqa hanya menunjukkan deretan giginya.

"Dedek mana?" Suara Qila hampir tak terdengar.

"Itu'." Fiqa menoleh ke arah bawah. "Lagi main."

Qila memaksakan tubuhnya untuk bangun. Dihampirinya Aji yang sedang bermain. Iapun membaringkan tubuhnya tepat di samping Aji.

Mel menghampiri anak pertamanya. "Masih sakit?"

Anggukan dari kepala anak itu membuat Mel membuka pelan kaos yang dipakai Qila dan memberikan obat luar pada beberapa lebam pada tubuh anak itu.

Qila menutup wajahnya. Rasanya sangat sakit. Bahkan, ia tidak kuat untuk menahannya. Air matanya pun mulai jatuh. Menyadari hal itu, Mel menghentikan pergerakan tangannya. Diusapnya air mata anak itu.

Wanita itu berbisik, "Maafin Mama, ya."

Anak kecil itu mengangguk seraya menyingkirkan anak rambut yang menutupi wajahnya. Aji yang menoleh dan berceloteh membuat Qila mengajak bermain bayi itu.

Mel terdiam. Memerhatikan kedua anaknya yang sedang bermain bersama. Pandangannya beralih pada Fiqa yang kembali disibukkan dengan gambar buatannya. Kedua matanya kembali memerhatikan Qila. Hatinya sakit ketika mengingat perlakuan suaminya semalam.

Sungguh, Mel tidak pernah menyangka jika suaminya akan sangat keras mendidik anak-anaknya. Terutama Qila yang menjadi anak pertama. Ia juga sudah berusaha menghentikan sifat buruk pria itu.

Suara pintu kamar yang diketuk terdengar.

"Ma, siapa itu?" Qila menghentikan gerakan tangannya yang sedang memegang sebuah boneka.

Aji yang menarik lengan Qila secara terus menerus membuat anak perempuan itu tak sengaja menjatuhkan boneka hingga mengenai wajahnya. Melihat itu, Aji tertawa.

Mel mengisyaratkan anaknya untuk diam. Tak lama, suara Gio terdengar.

"Kenapa Mama gak keluar kamar?"

Yang ditanya hanya menunjukkan senyumnya. Saat suara deru mobil mulai tidak terdengar, ia pun bergegas mengemasi beberapa pakaian dan barang milik anak-anaknya.

"Kita jalan-jalan!"

Fiqa menghentikan aktivitas mewarnainya. "Ke mana, Ma?"

"Kamu mandi aja. Nanti juga tau."

Anak kecil itupun mengangguk dan bergegas untuk membersihkan diri. Berbeda dengan Qila yang hanya memerhatikan dalam posisinya yang masih terbaring tepat di samping Aji.

"Aku diajak?"

Mel yang sedang memasukkan pakaian ke dalam koper, menoleh. "Iya, dong. Tunggu Fiqa selesai mandi, ya."

"Aku boleh pake air hangat?"

Wanita dewasa itu tersenyum. "Nanti pake tisu basah aja, ya."

***

Waktu menunjukkan pukul tujuh pagi. Qila sudah terlihat rapi dengan jaket putih tulangnya yang ia pakai. Berbeda dengan Fiqa yang mengikat jaket itu di pinggangnya. Aji juga sudah terlihat tampan dengan topi yang menutupi kepalanya.

Buru-buru, Mel mengajak ketiga anaknya untuk keluar dari dalam kamar. Fiqa menarik kopernya, ia memang ditugaskan untuk membawa kopernya sendiri. Berbeda dengan Qila yang kopernya dibawakan oleh mamanya.

Oh Baby, Baby, Twins! (Selesai)Where stories live. Discover now