49. Teman Lama

90.5K 6.9K 1.9K
                                    

Air mata sudah membanjiri pipi tembam Qila. Sebisa mungkin ia menahan mulutnya supaya tidak bersuara karena hal itu hanya mampu membuat Fiqa terbangun dari istirahatnya. Jika bisa ia nemutar waktu, ia rela berada di sekolah lebih lama lagi hanya untuk menunggu jemputannya.

Kedua mata Qila terpejam. Tubuhnya menikmati dekapan sang ayah yang baru saja masuk ke dalam kamar.

"Papa, maaf." Suara Qila terdengar lirih. Kedua matanya kini terbuka, menatap sendu ke arah wajah papanya.

"Aku cuma mau bikin Papa bangga. Aku bisa pulang sendiri."

Gio terenyuh. Tak menyangka dengan alasan sebenarnya.

"Tapi bahaya, Sayang. Kamu harus izin Papa atau Mama dulu, baru boleh pulang sendiri." Suara Gio terdengar lembut. Ia menyadari kesalahannya yang tidak membawa para orang suruhannya untuk ikut serta saat pergi ke sekolah pagi tadi.

"Jangan pukul aku, Papa...." Qila kembali terisak. "Sakit."

Pria itu hanya mengecup lembut kedua mata anaknya. Dibantunya Qila supaya duduk di atas kasur.

"Aku mau sama dedek aja."

Gio pun menggedong Qila menuju ruang bermain. Di sana, sudah ada Aji yang sudah memejamkan matanya di atas kasur yang sengaja disediakan untuk bayi itu berbaring.

Mel merasa sedih saat melihat wajah sembab anaknya. Bagaimanapun juga, ini salahnya yang lebih mementingkan pekerjaannya.

"Kamu mau bobo samping dedek?"

Oma yang juga berada di ruang bermain, bertanya.

Qila menggeleng. "Aku cuma mau peluk dedek." Suaranya terdengar serak.

Anak berpipi tembam itu membaringkan tubuhnya. Memeluk tubuh sang adik dengan satu tangannya.

"Ini hari ulangtahun kamu, kamu juga gak boleh sedih, dong. Nanti semuanya ikut sedih." Mel berbisik tepat di telinga anaknya. Diciumnya wajah anak itu berulang kali.

Qila mengangguk paham. Perlahan, kedua matanya ikut terpejam.

***

Fiqa duduk di sofa ruang bermain. Wajahnya terlihat pucat. Rambut yang digulung asal dengan jaket merah muda yang dikenakannya membuat dirinya masih terlihat lucu.

"Kamu masih pusing?" Oma menempelkan punggung tangannya pada kening Fiqa.

Anak kecil itu menggangguk.

"Demam kamu udah turun. Nanti tunggu mama aja, ya? Biar diobatin."

"Emang, mama ke mana, Oma?" Qila yang sedang bermain squishy bersama Aji, bertanya.

"Lagi ngobrol sama Opa."

Merasa ada yang ganjil, Qila kembali bertanya. "Kok ngobrolnya gak di sini aja, sih?"

"Ya, suka-suka Opa sama mama." Oma tersenyum.

Pandangan Qila beralih menatap Fiqa. Adik kembarnya itu terlihat tak berdaya di matanya. Dengan senyuman jahilnya, anak berpipi tembam itu mendekati Fiqa dan memeluk erat adik kembarnya.

Fiqa terus berusaha lepas dari pelukan Qila yang menurutnya sangat menganggu

"Lala jeje!" Aji merangkak, mendekat. Merasa iri karena ia tidak dipeluk.

"Qila, dedeknya minta dipeluk juga." Oma tertawa kecil melihat tingkah laku ketiga cucunya.

"Kamu peluk dedek aja. Jangan peluk aku." Dengan sedikit tenaga yang dimiliknya, Fiqa berusaha menjauhkan Qila dari tubuhnya.

Oh Baby, Baby, Twins! (Selesai)Where stories live. Discover now