17. Jam Tangan

80.1K 5.6K 229
                                    

Seorang anak kecil terbangun dari tidur siangnya. Tidurnya kali ini sangat nyenyak. Ia sudah tertidur saat baru selesai makan siang tadi. Anak kecil itu memutuskan untuk turun dari kasurnya.

Ia berjalan melewati kasur yang serupa dengan miliknya dan melihat kembarannya yang masih terlelap. Langkahnya terhenti di depan pintu putih yang tertutup. Tangan kanannya mencoba meraih gagang pintu yang posisinya lebih tinggi dari kepalanya.

Masih dalam keadaan setengah sadar, anak itu keluar dari kamarnya. Ia melihat televisi di ruang bermainnya menyala dan memutuskan untuk bermain barbie di sana.

Anak itu memainkan bonekanya seolah-olah hidup. Ia sedang membenarkan penampilan boneka baerbie-nya saat merasa ada seseorang yang mendekat. Pasti itu mamanya. Hingga ia merasa ada bibir yang menyentuh pipi kanannya.

"Papa!" Anak kecil itu langsung memeluk pria di dekatnya. Nengaitkan kedua tangannya di leher pria itu.

Pria itu tersenyum. "Lagi main apa?"

"Main barbie. Lagi ganti baju barbie-nya." Anak kecil itu kembali fokus pada mainannya.

Gio duduk di samping anaknya. Ia mematikan televisi di hadapannya, menemani anaknya bermain.

"Papa, kok udah pulang?" Anak kecil itu mendongak, menatap wajah papanya.

"Mama sakit, jadi Papa pulang."

"Aku mau liat Mama, ah." Anak kecil itu berdiri. Bersiap menuju kamar mamanya.

"Mama lagi istirahat. Jangan digangguin, ya." Gio ingin mencegah langkah anaknya. Namun, anak itu sudah memasuki kamar orangtuanya.

Gio menyusul langkah anaknya. Saat ia sampai di ambang pintu, ia melihat anaknya yang sudah berada di samping tubuh istrinya yang sedang tidur.

Gio mendekati anaknya. "Qila, lain kali jangan asal masuk kamar Mama sama Papa, ya?"

Qila mendongak, menatap wajah papanya. "Emang kenapa, Pa? Kan tadi aku udah ketuk pintu."

"Gak sopan. Papa gak suka." Gio menatap serius wajah anaknya.

"Iya, Papa. Maaf." Qila memeluk tubuh Gio. Pria itu mengusap rambut anaknya.

"Mama sakit apa, sih?" Qila bertanya dengan suara yang normal dalam keadaan hening.

Gio menempelkan jari telunjuknya pada bibir. "Jangan berisik, Mama lagi istirahat, Sayang."

Mendengar itu, Qila langsung menutup mulutnya dengan kedua tangannya. Ia mencoba menempelkan punggung tangannya pada kening Mel. Mencoba meniru hal yang biasa dilakukan mamanya itu jika dirinya sakit. Namun, tangannya tak sampai.

"Eh, jangan." Gio menarik tangan Qila. "Nanti Mama bangun."

Qila menatap wajah papanya. Ia menunjukan deretan gigi susunya.

Mel membuka matanya. Tidurnya terusik. Senyum yang dipaksakan ia tunjukan. "Hai, Sayang."

"Mama sakit apa?"

Mendengar ucapan anaknya, Mel tersenyum. "Cuma pusing."

"Nanti dedeknya juga sakit, Ma?" Qila mencoba naik ke atas kasur yang lebih tinggi darinya. "Naiknya susah."

Qila hampir saja terjatuh. Namun, Gio sudah siap di belakangnya. Pria itu membantu anaknya naik ke atas kasur. Qila mengucapkan terima kasih.

"Ma, udah mendingan?" Gio menempelkan punggung tangannya ke kening Mel. Wanita itu hanya tersenyum dan mengangguk.

"Dedeknya kapan lahir, sih? Lama banget." Qila mengusap perut buncit Mel secara perlahan. Ia sudah tidak sabar menanti kehadiran adik bayi kembar tiganya.

Oh Baby, Baby, Twins! (Selesai)Where stories live. Discover now