9. Sakit

89K 6.7K 767
                                    

Dua orang anak kecil dengan style yang serupa terus berlarian. Air mata yang keluar dari pelupuk keduanya tak kunjung berhenti. Keduanya terus meneriaki para orang dewasa bertubuh kekar yang mengangkut semua barang-barang mereka.

Keduanya meraung. Tidak terima jika barang-barangnya diangkut ke dalam sebuah mobil. Mobil yang cukup untuk menampung banyak barang.

"Itu punya aku!," pekik Qila saat menyadari jika mainannya juga dibawa keluar dari dalam rumah. Baru saja dirinya ingin menarik lengan orang itu-memohon supaya orang itu tidak membawa barang miliknya-matanya melihat orang dewasa yang lain membawa boneka kesayangannya.

Qila berlari menghampiri orang itu. Menangis di samping orang dewasa itu yang masih sibuk memindahkan barang-barang miliknya. Tangisnya tak digubris. Dirinya semakin menangis.

Di sisi lain, Fiqa hanya menangis di samping mobil yang sudah terisi oleh barang-barang miliknya. Dirinya tidak seperti Qila yang tanpa takut langsung menarik tangan orang-orang dewasa itu suapaya menghentikan aksinya.

Mel keluar dari dalam rumah. Memanggil nama kedua anaknya supaya mendekat. Fiqa yang masih berlinang air mata langsung menghampiri ibunya. Berbeda dengan Qila yang semakin histeris di tempat. Mel tertawa pelan melihat tingah anak kembarnya. Mereka begitu polos dan menggemaskan.

Hingga akhirnya Qila berjalan menghampiri ibunya dan berkata, "mainan aku dibawa sama omnya, Ma. Aku, kan gak nakal, Ma."

Qila terus mengadu di tengah isak tangisnya.

"Mama, mainan aku." Fiqa memeluk tubuh Mel.

Mel menengkan keduanya. Berkata jika semuanya akan baik-baik saja. Tidak ada yang perlu keduanya takuti.

"Nanti aku main pake apa, Ma? Emang Papa mau beliin mainan baru?" Qila mendongak, menatap wajah Mel lekat, meminta penjelasan.

Dua orang pria dewasa keluar dari dalam rumah. Keduanya sibuk berbincang hingga pandangan mereka menangkap dua orang anak kecil yang sedang menangis histeris.

"Kenapa nangis?" Gio menghampiri keluarganya.

"Papa, aku janji gak nakal lagi, Pa." Gio mengerutkan keningnya.

"Suruh omnya jangan bawa mainan aku, Pa." Kini, tangan Qila sudah menarik baju bagian bawah milik Gio.

Sadar akan sesuatu, Gio tersenyum penuh arti.

"Om, bawa aja semua mainan Qila. Bawa pergi yang jauh." Gio berteriak kepada para pria dewasa yang masih mengangkut barang-barang miliknya.

Qila semakin histeris. Dirinya terduduk di atas tanah. Kedua kakinya terus menendang-nendang. Entah apa yang ditendang.

"Papa, anaknya nangis bukannya didiemin." Mel yang sedang menenangkan Fiqa pun berucap ketus.

Gio tertawa. Tawa yang membuat Qila semakin kesal dan menangis.

Gio mengangkat tubuh mungil Qila, membawa anak itu ke dalam gendongannya. Mengusap punggung Qila supaya anak itu berhenti menangis.

"Udah, jangan nangis. Papa cuma bercanda." Gio terus mengulangi perkataanya.

Qila yang kesal karena jadi korban kejahilan ayahnya pun semakin memangis histeris. Gio semakin bingung menghadapi tingkah anaknya. Dirinya menatap istrinya, meminta bantuan.

"Salah sendiri anaknya diisengin. Diemin sendiri." Mel menjawab dengan ketus.

Fiqa berhenti menangis dan memandang Gio. "Papa, gendong." Kedua tangannya ia arahkan ke arah ayahnya.

"Qila turun, ya? Gantian sama Fiqa."

"Gak mau. Aku maunya digendong Papa. Fiqa minta gendong Mama aja." Qila menggelengkan kepalanya.

Oh Baby, Baby, Twins! (Selesai)Where stories live. Discover now