23. Terkabul

84.3K 5.8K 445
                                    

Pagi ini Mel sedang mengikat rambut kedua anaknya.

"Mama, aku mau kayak Princess Sofia." Fiqa duduk di samping kembarannya yang rambutnya sedang diikat.

"Gak bisa dong. Kamu kan mau sekolah." Mel merapikan rambut Qila. "Sini, Fiqa geser."

"Asikk aku punya dua ekor kuda poni!" Qila menggoyang-goyangkan ikatan rambutnya di kanan dan kiri.

"Mama, aku mau kayak Qila aja deh."

Qila begitu serius memerhatikan cara mamanya mengikat rambut. Matanya yang bulat terlihat lucu.

"Mama, aku gak les kan?" tanya Qila begitu Mel selesai mengikat rambut Fiqa.

"Les." Mel mengalihkan pandangannya pada Qila. "Kamu gak mau les, ya?"

Qila menggeleng. "Aku gak mau ketemu gurunya."

"Kenapa?" Mel bertanya.

"Ih, Mama!" Qila melipat kedua tangannya di depan dada." Kaki aku kan belum sembuh, Ma."

"Ya udah, bilang sama papa."

Qila kembali menggeleng. "Mama aja yang bilang."

"Aku bilangin, ya?" Fiqa membuka suara.

"Jangan!" Qila membekap mulut Fiqa.

Fiqa berusaha melepaskan tangan Qila.

"Qila, lepasin," perintah Mel.

"Biarin, aku gak mau bawa buku les." Qila berlari keluar dari kamar orangtuanya. Ia ingin menyelamatkan tasnya supaya tidak ada yang memasuki buku khusus les.

Kamar Gio dan Mel memang sengaja dipindahkan untuk sementara. Gio memilih untuk menempati kamar di dekat tangga. Hal ini dilakukan supaya Mel tidak perlu naik turun tangga. Karena itu dapat membahayakan kandungannya.

Anak kecil berpipi tembam itu kembali ke lantai bawah dengan tas di pundaknya. Keluarganya sudah berada di kursi meja makan.

"Pa, ada yang gak mau les," ucap Mel saat Qila sudah ingin duduk di kursinya.

Gio tidak tahu siapa anaknya yang tidak mau les. Ia pun melihat Fiqa yang sedang asyik memainkan rotinya. Pandangannya pun beralih ke pada Qila yang sudah menatap tajam ke arah istrinya.

Qila duduk di atas kursinya dengan bibir yang ia majukan. Gerak geriknya terus diperhatikan oleh Gio.

"Kenapa gak mau les?"

Pertanyaan itu ditujukan untuk Qila. Anak kecil itu masih tidak menyadarinya. Atau, ia pura-pura tidak sadar.

"Kakinya masih sakit, katanya." Mel menjawab.

"Apa hubungannya sama gak mau les? Sini Papa liat lukanya kayak gimana." Gio masih memerhatikan Qila.

Anak kecil itu menggeleng. Ia sudah menahan rasa kesalnya.

"Ambil buku lesnya. Baru sarapan." Suara itu terdengar dingin. Membuat Qila merasa takut. Meski takut, ia tidak beranjak sedikit pun dari tempatnya.

"Qila harus dijewer dulu biar denger?" Gio menatap anaknya. "Taroh tasnya. Biar Papa tau kamu beneran masukin buku lesnya."

Mendengar itu. Qila langsung melepas tasnya. Ia berjalan dengan malas ke arah tangga rumahnya.

"Qila cepetan, dong. Aku laper, nih."

Qila semakin memperlambat langkahnya. Ia sengaja membuat kembarannya juga merasa kesal.

Anak kecil itu kembali ke ruang makan dengan sebuah buku di tangannya. Ia memasukan buku itu ke dalam tasnya.

Oh Baby, Baby, Twins! (Selesai)Donde viven las historias. Descúbrelo ahora