42. Rapor

78.3K 6.1K 592
                                    

kalau nemu kata rapot/raport. Kasih tau yaa. Seharusnya rapor (baru cek kbbi setelah kelar ngetik part ini) tp mager cek ulang hehe.

Jangan lupa baca Tentang Sebutir Cilok ya!💙

***

Seiring berjalannya waktu, Gio semakin disibukkan dengan pekerjaannya. Begitu juga Mel yang kini selalu pulang pukul dua siang. Hal ini tentu berhasil membuat si kembar dan adiknya menjadi lebih dekat dengan nenek dan oma yang masih sering bergilir menjaga ketiga cucu mereka.

Qila merasa bebas. Dapat melakukan apapun sesuka hatinya. Bahkan, anak kecil itu tidak belajar meski besok akan menghadapi ujian kenaikan kelas. Berbeda dengan Fiqa yang masih ada niat belajar meski hanya sebentar.

Tentu Gio tidak menyadari jika anak pertamanya tidak belajar. Yang ia tahu, anak kecil itu sudah belajar di tempat les. Padahal, sering kali Qila menumpang tidur siang di sana. Yang ada di pikiran gadis kecil itu hanya liburan sekolah kenaikan kelas. Ia akan pergi ke Amerika, sesuai dengan janji papanya.

Qila sudah tidak sabar ingin bertemu dengan bundanya. Begitu juga Fiqa yang sudah tidak sabar bermain dengan Zachra.

Gadis kecil bermata bulat dan pipi tembam itu sedang bermain dengan adik lelakinya di saat saudara kembarnya sedang belajar untuk ujian besok. Anak kecil itu tertawa senang saat jemarinya digigiti oleh Aji yang belum memiliki gigi.

"Dedek, nanti kita ke Amerika, lho. Ketemu Bunda. Kamu udah gak sabar, kan?" Qila mengusap pipi sang adik. "Kaela juga."

Aji merespon dengan ocehan yang hanya ia mengerti.

"Amerika jauh, kata Papa. Jadi kita naik pesawat." Anak kecil itu tersenyum. "Nanti kamu jangan nangis di pesawat, nanti papa marah, lho."

"Qila, waktunya belajar. Sana, ke Fiqa. Dikit lagi papa pulang, kalau tau kamu gak belajar, marah nanti." Mel mengingatkan anak pertamanya.

"Ma, emang gak bisa ya kalau liburannya dicepetin aja?"

"Belajar dulu. Biar bisa dapet nilai bagus, baru kita liburan ke rumah bunda yang di Amerika.

Senyuman tampak di wajah Qila. Terbayang sudah saat dirinya dapat bermain dengan sang bunda. Pasti sangat mengasyikkan. Ia pun masuk ke dalam kamar. Bukan untuk belajar, melainkan merangkai kata di sebuah buku bersampul pita. Mengutarakan isi hatinya di atas lembaran kertas di buku itu.

***

Dua minggu kemudian, hari yang sangat mendebarkan bagi seluruh siswa Taruna Muda School. Hari di mana akan dibagikannya Laporan Hasil Belajar Siswa selama satu semester. Banyak yang khawatir tidak akan naik kelas.

Malam ini, Mel dan ketiga anaknya sedang berada di ruang santai lantai atas rumahnya, menunggu suaminya pulang.

"Kaela, Kafi, Mama titip Aji, ya. Mama mau siapin minum buat papa, dikit lagi pulang."

Kedua anak kecil itu mengangguk. Mereka memang dapat dipercayai untuk menjaga sang adik. Terutama Qila yang sudah memiliki jiwa seorang kakak sejak kecil.

Beberapa saat kemudian, Mel datang diiringi dengan suaminya, Gio. Wanita itu menghampiri ketiga anaknya, berbeda denhan suaminya yang langsung masuk ke dalam kamar anak-anak.

"Fiqa, ditunggu papa di kamar." Mel tersenyum. Anak kecil itu menurut.

"Mama, Fiqa kenapa dipanggil sama papa?" Qila menatap lekat wajah mamanya.

Wanita dewasa itu hanya tersenyum. Tepatnya, senyum yang dipaksakan.

"Kok Mama senyum doang, sih?" Anak kecil itu terlihat bingung. Tepat saat suara petir terdengar, ia menjerit ketakutan.

Oh Baby, Baby, Twins! (Selesai)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang