59. Sayang Bunda

80.6K 6.7K 1.5K
                                    

Dalam perjalanan pulang dari sekolah barunya, Qila diam-diam terus memikirkan mengapa ia tidak mendapat seragam baru seperti di sekolah lamanya. Hatinya ingin ia bertanya, namun ia tak memiliki keberanian.

"La!"

Aji yang duduk di depannya, memunculkan kepalanya.

"Kamu tadi pagi sakit, kan? Sekarang masih sakit?"

Bayi itupun berceloteh. Seolah ingin mengajak kakaknya berbicara.

"Ih, di mulutnya Dedek ada putih-putih, Ma!"

Mel melihat ke dalam mulut Aji. "Mana, Kak?"

"Itu, Mama." Qila menunjuk ke arah gusi sang adik.

Wanita itu tersenyum. "Gigi Dedek."

"Wah, Dedek punya Gigi! Asyik!"

Melihat kakaknya terlihat girang, membuat Aji tertawa.

"Qila, es krimnya yang vanila, kan?"

Yang disebut namanya, menoleh. Ia baru menyadari jika mobil yang ditumpanginya sudah berada di depan sebuah kedai es krim.

"Iya," jawabnya singkat tanpa berani menatap wajah si pemilik suara.

"La!" teriak Aji yang merasa kesal karena kakaknya tidak lagi menatap wajah dirinya.

"Apa?" Qila mendongak. Dilihatnya Aji yang sedang memainkan rambut sang mama.

Aji kembali berceloteh. Celotehan yang hanya dirinya sendiri yang mengerti. Dan Qila hanya memperkirakan apa maksud dari perkataan adik bayinya.

"Qila, ini es krimnya." Nadya memberikan sebuah es krim pada keponakannya.

Sebuah senyuman terukir di wajah gadis kecil itu. Senyuman khas yang hanya akan ia tunjukan jika ia memiliki sebuah ide. Perlahan, tangannya yang memegang es krim, bergerak mendekati mulut sang adik.

Dengan senang hati, Aji membuka mulutnya dan mencicipi es krim pemberian kakaknya.

"Enak, kan?" Qila tersenyum senang saat melihat adiknya yang baru menginjak sebelas bulan itu terus menikmati es krim miliknya.

Gio yang baru ingin masuk ke dalam mobil pun berseru, "Qila, jangan!"

Membuat anak gadis itu dengan refleks melepas genggaman es krimnya. Tangannya gemetar. Jantungnya berdegup cepat. Ia menunduk, menahan air matanya supaya tidak kembali jatuh.

Melihat reaksi anaknya, Mel memutuskan untuk turun dari mobil dan membuka pintu penumpang.

"Gak apa-apa, Sayang." Ia memeluk tubuh anaknya dengan satu tangan. "Udah kejadian."

Saat Gio sedang membersihkan tumpahan es krim, Nadya pun mengambil alih Aji dari gendongan Mel. Bayi itu memberontak. Tangannya terus mengarah pada kakak kesayangannya.

"Mama, maaf aku gak tau ...," ucap Qila di sela tangisnya, "aku gak nakal, Ma."

"Iya. Jangan diulangi, ya." Wanita itu mengusap pundak sang anak.

"Kalau Dedek sakit gara-gara aku, gimana, Mama?"

Anak itu semakin menangis. Sungguh, ia tak tahu jika adiknya belum boleh memakan es krim meski sudah mempunyai gigi. Ia begitu menyesal. Pikirannya mulai membayangkan jika ada hal buruk yang akan menimpa sang adik.

"Mama obatin." Mel tersenyum.

"Mau lagi es krimnya?" Gio mulai bertanya.

Gadis kecil itu menggelengkan kepalanya.

Oh Baby, Baby, Twins! (Selesai)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang