52. Fiqa si Penakut

72.1K 6.2K 916
                                    

Sally benar-benar merasa bersalah pada Qila. Ia hanya ingin membuat muridnya yang satu itu merasa lebih baik saat ada di rumah. Biasanya, ia akan memanggil orangtua murid tersebut dan membicarakannya secara baik-baik.

Namun, Qila berbeda. Tidak seperti muridnya kebanyakan. Anak itu justru terlihat tidak suka dengan Sally. Terbukti pada saat jam olahraga. Sekolah itu biasa menggabungkan tiap satu angkatan pada saat jam olahraga. Membuat Qila merasa senang karena bisa bersama adik kembarnya.

Setelah selesai mengikuti jam olahraga, kedua anak kembar itu memutuskan untuk memakan bekalnya di bawah pohon. Keduanya terlihat sangat menggemaskan ketika sedang akur. Hingga Sally memutuskan untuk mendekati keduanya.

Qila dengan cepat membawa bekalnya pergi menjauh. Pindah ke tempat yang sekiranya jauh dari jangkauan Sally.

"Qila, kenapa pindah?" tanya Sally sedikit berteriak.

"Biarin aja, Bu Guru. Nanti Qila diculik!" Fiqa berteriak saat mengucapkan kalimat terakhirnya.

"Fiqa, gak baik ngomong kayak gitu. Qila itu kakak kembar kamu," tegur Sally dengan lembut.

"Abisnya dia aneh sih. Sekarang sukanya sendirian terus. Di rumah juga. Kayaknya, sih gara-gara dipukul Papa pake ikat pinggang. Lagian, masa dia gak kau pake ikat pinggang? Aneh kan, Bu?" Fiqa kembali memasukkan makanan ke dalam mulutnya.

Sally terpaku. Kali ini, ia benar-benar merasa bersalah. Ia tidak pernah menyangka anak seimut dan sebaik Qila, memiliki ayah yang mendidiknya dengan keras. Seharusnya, ia tidak usah memberikan surat panggilan. Tapi, ia tidak akan tega membiarkan murid seperti Qila terus dihukum karena tidak memakai ikat pinggang.

"Qila!"

Sally tersadar dari lamunannya saat melihat Fiqa berlari ke arah kembarannya. Di tempat Qila berada, sudah terbentuk keramaian.

Wanita itu bergegas mendekati keramaian. Ia kembali dibuat terkejut saat melihat keadaan Qila. Lagi-lagi, anak itu menjambak rambutnya dengan keras. Tatapannya terlihat kosong.

"Qila!" Fiqa sudah memeluk kembarannya sejal tadi. Tangisnya pecah saat menyadari ada yang tidak beres dengan kakak kembarnya.

Sally membantu guru yang lain untuk melepaskan jemari Qila dari rambutnya.

"Qila gak boleh kayak gini. Aku takut." Fiqa semakin mengeratkan pelukkannya. Ia terus membisikkan kata-kata sayang pada telinga Qila.

Perlahan, Qila melepaskan jambakkannya. Ia membalas pelukkan Fiqa.

"Jangan nangis, nanti aku dimarahin papa." Qila menunjukkan deretan giginya.

"Tapi kamu jangan kayak gitu lagi." Fiqa menghapus jejak air matanya. "Nanti aku bilang ke papa!"

Qila terlihat bingung. Ia menatap orang sekitar dengan tatapan tak mengerti. "Emang aku kenapa? Kok pada liatin aku?"

"Sebaiknya, kalian semua ganti baju, ya. Sebentar lagi bel pergantian pelajaran."

Ucapan Nesia mampu membuat para murid yang masih menggunakan seragam olahraga mulai berhamburan.

"Fiqa, ayo kita ganti baju aja." Qila sempat menatap sinis Sally sebelum akhirnya menarik kembarannya agar segera pergi.

***

"Fiqa, aku ke depan duluan, ya."

Qila meninggalkan kembarannya yang masih berdiskusi dengan teman kelasnya. Kakinya terus melangkah menuju lobi. Di tempat yang sangat luas itu terdapat banyak murid yang sedang menunggu jemputan.

Fokus Qila teralihkan saat melihat seseorang yang sedang mengarahkan kamera ke arahnya. Tanpa ragu, ia menghampiri orang itu.

"Om, tadi foto aku, ya?" tanya anak itu dengan pedenya.

Oh Baby, Baby, Twins! (Selesai)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang