32. Nama

76.7K 5.5K 326
                                    

Gio memasuki ruang inap istrinya. Di dalam, ada ibu mertuanya yang sedang mengajak istrinya berbincang. Juga ada Nadya dengan Zachra yang tertidur di pangkuannya.

"Gimana, Pa?" Pertanyaan Mel menyambut kehadiran Gio.

"Apanya?" Seakan tahu kesalahannya, Gio menggaruk lehernya yang tidak gatal. "Oh, lancar, Ma." Pria itu duduk di kursi samping ranjang istrinya.

"Mami tinggal dulu, ya." Nenek mengecup puncak kepala Mel.

"Gue juga, deh. Takut Zachra bangun, nanti nangis kalau gak liat papinya." Nadya menyusul kepergian nenek.

"Udah baikan, Ma?" Gio mengusap lengan istrinya.

Mel hanya mengangguk. "Anak kita mirip kamu. Aku bete."

Gio tertawa kecil. Tawa favorit Mel.

"Bagus dong, cowok, kan harus mirip papanya."

"Jangan aja sikapnya nyebelin kayak kamu."

"Nyebelin gini, kamu sayang sama aku." Gio meledek.

Mel hanya tersenyum malu.

"Pa?"

"Hmm?" Gio menaikan sebelah alisnya.

Dengan ragu, Mel bertanya, "aku boleh nanya?"

"Nanya apa, Sayang?" Gio mengecup jemari Mel.

"Apa sih, kesambet setan pemakaman, ya? Sok manis gitu."

Gio kembali tertawa. "Mau nanya apa?"

"Kenapa dua anak kita meninggal?" Mel bertanya dengan tidak yakin. Melihat perubahan wajah suaminya, Mel menjadi gugup. "Tapi, kalau kamu gak mau ngasih tau, gak pa-pa, kok. Serius, deh."

Gio menghela napasnya. "Takdir, Ma."

Mel kesal. Ia sudah bertanya pada semua orang termasuk dokter yang menanganinya, semuanya menjawab bahwa ini takdir dari Tuhan.

"Aku udah ngingetin kamu, kan? Jangan sampe capek, jaga pola makan." Suara Gio terdengar lembut. "Tadi pagi kamu jatuh, kan? Dari kemarin juga kamu telat makan."

"Ya, ibu mana yang bisa makan kalau anaknya gak makan?" Mel mendengus sebal. "Tapi, emang ngaruh?"

Saat bertanya, kedua mata Mel membulat, wajahnya terlihat serius. Membuat Gio merasa gemas. Ingin mencium pipi tembam milik Mel.

"Apa, sih? Kok senyum-senyum?" Mel menatap ngeri ke arah Gio. Pria itu hanya tertawa kecil.

"Bayinya yang cewek meninggal di dalem, yang cowok meninggal dua menit setelah lahir." Gio menjelaskan dengan nada tenang. "Kata dokter, kamu kebanyakan pikiran."

Mel diam. Ini semua salahnya. Seharusnya ia berhasil memiliki anak kembar tiga.

"Ma, gak pa-pa. Mereka udah bahagia di surga." Gio tersenyum.

Mel mengggeleng. Seharusnya, ia menuruti perkataan suaminya. Dirinya tidak bisa membayangi wajah kecewa kedua anaknya saat mengetahui jika mereka tidak jadi memiliki adik kembar tiga. Ia juga tahu, suaminya pasti sangat kecewa. Padahal, Gio baru mendesain sekitar dua puluh pasang baju untuk calon bayi kembar tiganya.

Dua puluh, bukan angka yang besar bagi Gio. Mengingat pakaian Qila dan Fiqa juga didesain oleh dirinya. Jika kedua anaknya terlihat lucu, ia akan menjual pakaian yang serupa di tokonya yang sudah tersebar di daerah Jabodetabek.

"Ini salah aku, maaf."

Hanya itu yang dapat Mel ucapkan.

"Gak pa-pa. Gak ada yang perlu disesalin." Gio mengusap kepala istrinya.

Oh Baby, Baby, Twins! (Selesai)Where stories live. Discover now