15. Bunda

91K 6.2K 497
                                    

[Part 14 di-private]

[WARNING!]

Part ini bisa bikin baper.

***

Hari Sabtu kali ini terasa sangat membosankan bagi Qila. Tidak ada yang mengajaknya pergi hari ini. Biasanya, setiap ia libur sekolah, bundanya dengan senang hati mengajaknya berpergian ke suatu tempat bersama kembarannya.

Bicara soal bunda, Qila merindukan sosok wanita berhijab itu. Sudah hampir satu bulan lamanya wanita itu tidak berkunjung ke rumahnya. Terakhir kali mereka bertemu pada saat dua hari sebelum Qila masuk sekolah dasar.

Tadi pagi, Qila sempat meminta izin pada mamanya untuk menelepon bundanya. Ia ingin meminta bundanya untuk datang ke rumahnya. Namun Mel tidak mengizinkannya dengan alasan tidak mau menganggu kesibukan Nadya.

Qila bingung ingin melakukan apa. Ia bosan dengan boneka Barbie-nya. Ia juga sedang malas untuk menjahili kembarannya yang sedang sibuk bermain boneka.

Sebuah pertanyaan melintas di pikirannya. Ia melangkah menuju telepon rumah. Tangan kirinya meraih gagang telepon. Tangan kanannya menekan sebuah nomor yang sudah ia hapal.

"Halo?" Suara sapaan terdengar di telinga Qila. Suara yang Qila rindukan.

"Bunda, lagi di mana?" Qila bertanya dengan semangat.

"Fiqa? Bunda lagi di rumah, Sayang. Kenapa?" jawab Nadya dari seberang sana.

"Ini Qila, Bun." Suara Qila merendah. Ia sebal saat orang-orang di sekitarnya salah menyebut namanya.

"Oh, Fiqa. Maaf, Sayang, Bunda salah sebut nama kamu." Di seberang sana, Nadya merututuki ucapaannya yang kembali salah menyebut nama keponakannya.

"Eh, maksudnya Qila. Kenapa nelepon Bunda?" Nadya kembali bertanya.

Qila memajukan bibir bawahnya. Menelepon bundanya hanya membuat mood-nya semakin buruk.

"Gak jadi, deh. Bunda tanya Fiqa aja," jawab Qila ketus. Ia langsung mematikan sambungan telepon secara sepihak. Kaki kecilnya berlari menuju kamar.

***

Mel sedang bersantai di atas kasur. Ia memperhatikan suaminya yang sedang sibuk di depan layar monitor.

"Papa ngapain, sih?" Mel bangun dari atas kasur, menghampiri suaminya.

"Lagi desain baju buat anak-anak. Liat, deh, Ma." Gio memperlihatkan karyanya.

"Lucu, Pa. Pasti anak-anak seneng." Mel tersenyum.

"Papa juga bikin buat calon anak kita." Gio mengganti gambar yang ditampilkan oleh monitor, memperlihatkan banyak sekali desain.

"Kan, belum lahir, Pa. Kok banyak banget desainnya?"

"Lahirnya juga satu setengah bulan lagi, kan? Papa persiapan aja." Gio menjawab santai.

Sebenarnya, Mel tidak yakin dengan kehamilannya saat ini. Pasalnya, perutnya saat ini tidak lebih besar dari saat ia mengandung Qila dan Fiqa. Mel takut akan terjadi sesuatu terhadap tiga janinnya di dalam sana.

"Bagus, gak, Ma?" Gio mendongak, menghadap wajah istrinya.

Mel mengangguk pelan. Ia tersenyum.

"Mama, kenapa?" Gio bertanya. Ia menyadari ada hal yang aneh dari istrinya. "Kok gak semangat gitu?"

"Gak pa-pa. Cuma gak enak enak badan aja." Mel kembali tersenyum. Ia terpaksa berbohong

"Ya udah, Mama istirahat aja." Gio bangun dari duduknya. Ia membantu Mel menuju ranjang.

Oh Baby, Baby, Twins! (Selesai)Where stories live. Discover now