Delapan

12.6K 1K 24
                                    

Mata gadis itu mengerjap beberapa kali, mencoba untuk menyesuaikan penglihatannya yang sedikit memburam.

Setelah sadar sepenuhnya. Ia langsung terduduk dari tidurnya.  Bingung, gadis itu menatap sekeliling ruangan yang terlihat asing dimatanya.

Ruangan ini kecil dan hanya berisikan karpet tipis serta kasur lapuk yang sekarang ia duduki. Di sebelah kiri ada lemari kecil yang sudah mulai rapuh termakan rayap.

Dan di sebelah kanan ada pintu yang hanya dibatasi oleh tirai kusam. Jalan ke luar dari ruangan yang bisa dibilang kamar ini.

Perlahan gadis itu berdiri, melangkah kearah kiri. Tirai itu ia sibak hingga menampilkan ruangan yang sedikit lebih besar dari kamar.

Di sebuah kursi kayu yang memanjang itu terdapat seorang pria. Pria itu sepertinya sedang tidur. Ia bingung antara membangunkannya atau tidak.

Hingga seseorang mengejutkannya. menggedor pintu sambil memanggil nama seseorang.

"Dorong aja, gak pernah gue kunci!" Ucap si pria yang berbaring di kursi, kemudian melanjutkan kembali tidurnya.

Pintu terbuka, menampilkan seorang pria yang membawa beberapa kantung plastik. Pria itu menatap sang gadis dengan tubuh yang seketika merasa kaku.

"Rena?" Lirihnya.

Pria yang tidur itu langsung terbangun mendengar ucapan temannya. Ia menatap kearah gadis yang sedang terdiam itu. Seakan bingung dengan situasi sekarang.

"Ren, lo udah bangun? Kenapa gak bangunin gue, sih? Ada yang sakit gak? Tadi malam lo demam, kepalanya pusing gak?" Tanya pria itu.

"Ana gak papa kok! Tapi kakak-kakak ini siapa?"

Kedua pria itu menatap Ana bingung. "Rena, gue minta maaf soal kejadian dulu!" Pria itu tersenyum miris, ia masih merasa sangat bersalah. "Mungkin karena sangking bencinya, lo bahkan gak sudi buat ngenalin gue lagi."

"Kejadian apa? Ana gak pernah liat kalian sebelumnya. Ana juga gak kenal Rena. Kalian bukan orang yang mau jahatin Ana, kan?" Gadis itu menautkan kedua alisnya bingung.

Kedua pria itu menatap Ana lekat. Lalu salah satu dari pria itu mencoba mengalihkan perhatian agar tidak berlarut-larut dalam kebingungan masing-masing."

"Udah, sekarang kita makan dulu, yuk. Untung tadi bawa makanan lebih. Emm ... Ana duduk dulu, ya. Biar kakak siapkan makanannya dulu."

Pria itu merasa canggung menyebut dirinya kakak. Namun, ia tau jika gadis itu benar-benar tidak mengerti apa-apa.

Ana duduk setelah satu pria tadi pergi ke arah dapur. Ia duduk di lantai yang beralaskan karpet tipis mengikuti pria yang sedari tadi menatapnya itu juga berpindah ke lantai.

"Lo bener-bener gak ingat apa-apa?" Tanya pria itu.

Ana mengangguk pelan. Ia tampak tidak asing dengan pria ini. Namun, Ana yakin mereka tidak pernah bertemu sebelumnya.

"Yaudah, kenalin aku Jerrico. Panggil aja Jerry."

"Hai, Kak Jerry," balas Ana tak lupa dengan senyumannya.

"Hah?! Ehh i-iyaa." Jerry tersenyum kaku. Ia tidak biasa dipanggil kakak oleh Rena. Namun, ia juga sadar kalau gadis dihadapannya ini adalah Ana.

"Iann! Lama banget!!" Teriak Jerry.

Tak lama pria itu keluar. Membawa beberapa piring serta 3 botol air mineral. Ia ikut duduk bergabung dengan Ana dan Jerry yang sudah lama menunggu.

Jerry dengan telaten membuka nasi bungkus untuk mereka berdua.

"Sendoknya, mana?" Tanya Ana mencari benda yang ia tanyakan itu. karena jika dirumah, Ana selalu menggunakan sendok.

Remember You (Selesai)Waar verhalen tot leven komen. Ontdek het nu