Dua Puluh Satu

11.4K 969 50
                                    

"Kak Devan apa kabar?" tanya Rena setelah menyuruh pria itu masuk, bergabung bersamanya dan Aldo.

Devan terus menatap wajah cantik Rena, meskipun gadis itu sudah tak mengingatnya lagi, ia masih bersyukur Rena tidak membencinya setelah apa yang telah ia lakukan pada gadis itu.

Sesuatu mengenai dahinya, ia menatap kesal pada Aldo yang melemparnya dengan kacang, ia tau maksud Aldo, tapi mau bagaimana lagi, wajah manis gadis itu tidak bisa mengalihkan perhatiannya.

"Baik, kamu apa kabar? Masih pecicilan gak?"

Rena mendengus kesal mendengar pertanyaan Devan, ia itu gadis kalem asal kalian tau.

"Pertanyaannya ganti dong, Aya gak pernah merasa pecicilan tuh!"

Devan tertawa pelan, gadis ini selalu membuatnya gila, ia bahkan rela menyerahkan perusahaannya di LA pada orang kepercayaannya hanya untuk tinggal di Indonesia agar tidak jauh dari gadis itu.

"Ohiya, Aya pernah mimpi dan mimpinya itu aneh, kenapa disana Aya malah tinggal dengan kak Devan, terus, Aya beda banget, di mimpi itu Aya pendiam, gak banyak tingkah, kalem banget sumpah, bukan Aya banget, aneh kan?"

Devan terdiam, ia menatap sedih gadis itu, dalam hati ia ingin berkata jika itu bukan mimpi, itu adalah kenyataan yang telah ia lupakan, kenyataan yang harusnya menjadi memori indah, namun gadis itu malah menganggap semuanya mimpi.

"Itu bukan mimpi," sahut Aldo.

Perkataan Aldo membuat Devan Dan Rena menoleh padanya, tatapan bingung ia dapatkan dari adiknya lain lagi dengan Devan yang menatapnya terkejut.

"Kamu yang halu! Sampai kapan pun kamu gak akan pernah bisa kalem Ya, gak akan bisa!" Ucap Aldo lagi.

Aldo melirik Devan yang menghembuskan nafas panjang, sedangkan Rena menatapnya sinis.

"Bully aja terus! Kak Devan sama Abang kalau ketemu pasti gini, Aya selalu jadi korban bully kalian," kesal Rena.

"Drama." Aldo melempar bantal sofa tepat di wajah gadis itu, sebelum mendapat amukan, ia memilih pergi, memberi Devan dan Rena waktu berdua.

Mereka sudah membuat perjanjian, Devan tidak akan menceritakan yang sebenarnya pada Rena, Aldo tidak ingin Rena mengingat kebersamaan mereka sebagai sepasang adik kakak, ia iri saat Devan mendapat perhatian lebih dari adiknya.

Sebagai gantinya Aldo membiarkan Devan berdekatan dengan adiknya, ia percaya jika Devan tidak akan menyakiti Rena, itu sudah terbukti saat Devan menjaga adiknya dengan baik.

"Kak jalan yuk!" ajak Rena.

"Yuk."

***

"Kenapa gak lo pecat?"

Wajar jika Dimas mengajukan pertanyaan itu, pasalnya Arga sudah mengetahui siapa penghianat yang menjadi mata mata Devan, tapi pria itu enggan untuk memecatnya.

"Sebentar lagi."

Dimas mengangguk paham, mungkin Arga memiliki rencana lain untuk menyingkirkan orang itu.

Arga menyandarkan tubuhnya pada sandaran kursi kebesarannya, sebentar lagi, ia akan memusnahkan orang itu dari hadapannya.

"Pak Boss!"

Dimas tersentak kaget saat tiba tiba Lily sudah berada di depan pintu, ia menatap horor gadis itu, sekarang Dimas merasa seperti Ibu-Ibu yang ketahuan bergosip.

Sedang Arga terkekeh pelan, menatap wajah tegang sahabatnya, ia sudah tau Lily sedari tadi sudah berdiri didepan pintu, itu sebabnya ia diam.

Karena penghianat itu adalah Lily Andreas.

Remember You (Selesai)Onde histórias criam vida. Descubra agora