Sebelas

12.5K 1K 67
                                    

"Kak, udah."

Gadis itu kini tengah berusaha menghindari suapan dari Devan, ia sudah kenyang. Namun, kakaknya masih saja memaksa Ana untuk menghabiskan makanannya.

Sejak kemarin saat ia mengeluh sakit di kepala, Devan tak pernah meninggalkannya. Pria itu selalu memeluknya, mulai saat turun dari pesawat hingga sampai di rumah.

Padahal sakit itu sudah hilang setelah ia bangun dari tidurnya, tapi Devan tetaplah kakaknya yang selalu over protective.

"Yasudah, kalau gitu Ana minum vitaminnya." Devan mengeluarkan vitamin lalu memberikan pada Ana.

Gadis itu hanya menatap obat itu, enggan untuk mengambilnya. "Kenapa Ana harus minum ini?"

"Kakak sudah pernah bilang, vitamin ini untuk- "

"Sampai kapan?!"

Ucapan Devan langsung disela oleh Ana. Ia bosan mendengar jawaban kakaknya itu, pasti ada maksud lain. Tak ada perubahan apapun yang ia rasakan selama meminum obat itu.

Kata Devan, vitamin itu untuk dirinya agar tidak mudah terserang penyakit. Tapi Ana juga akan sakit saat ia hujan-hujanan, ia juga demam saat terlalu banyak makan ice cream dulu.

Lalu apa gunanya?

"Sampai kapan pun itu!" Tatapan Devan menajam, wajahnya berubah dingin.

Inilah yang sering membuat Ana tidak bisa membantah Devan. Kakaknya itu sangat mengerikan saat marah.

"Boleh gak kalau Ana libur dulu minum vitaminnya?" Gadis itu bertanya dengan hati-hati, tak mau mendapat amukan lagi dari Devan.

"Minum!"

Dengan cepat gadis itu meraih gelas dan menenggak vitamin yang diberikan Devan. Ia takut saat melihat wajah Devan yang mulai menggelap.

"Bagus." Satu kecupan mendarat di kening Ana. Kemudian Devan bangkit membawa semua peralatan makan Ana ke dapur.

Ana berbaring memeluk bantal kesayangannya. Gadis itu berfikir, sampai kapan ia akan hidup dengan aturan-aturan seperti ini, ia juga bisa lelah.

Tak seperti kemarin, Ana merasa bebas saat bersama Jerry, Ian, serta Arga. Ia bisa merasakan kebahagiaan tersendiri.

Seperti ada yang berbeda.

Tak lama gadis itu bangkit ketika teringat sesuatu. Ana menyusul kakaknya menuju dapur. Di sana ia melihat Devan sedang mencuci perlengkapan makan nya.

Gadis itu berlari kecil, menubruk tubuh kakaknya dari belakang. Devan tak terkejut, Ana sudah biasa seperti ini dan ia tau jika adiknya itu menginginkan sesuatu.

"Ana mau apa, hmm?"

Ana menyengir, ternyata perbuatannya terbaca oleh Devan. "Ana bosen di rumah. Kak, jalan yuk. Kita ke apartemen nya kak Clara, Ana udah kangen banget sama kak Clara."

Devan mencuci tangannya lalu mengeringkan dengan handuk kecil. Ia berbalik menatap adiknya. "Kangen banget?" Tanya Devan menaikkan sebelah alis tebalnya.

Remember You (Selesai)Where stories live. Discover now