Sembilan

12.3K 1K 33
                                    

Asik melamun, Arga tersentak saat suara gadis yang ia rindukan selama ini bisa ia dengar kembali. Gadis itu kini berdiri dihadapannya.

Mata pria itu berkaca-kaca. Namun, bibirnya tertawa pelan. Masih belum percaya dengan apa yang ia lihat.

Gadisnya baik-baik saja. Semua pikiran-pikiran yang memenuhi kepalanya selama ini salah. Dan akhirnya, mereka bertemu kembali. Tidak ada yang berubah dari Renanya. Hanya saja ....

"Kenapa makin pendek?" Tanya pria itu dengan senyum yang tak pernah luntur. Ia sedikit membungkuk untuk mensejajarkan dirinya dengan gadisnya.

Ana menyatukan alisnya merasa tak terima dengan pertanyaan Arga. "Emang dari dulu pendeknya segini!" Jawabnya kesal.

Arga tertawa kecil. Badannya ia tegakkan kembali. Tangan itu terulur mengelus pelan rambut Ana, lalu turun dan menangkup kedua pipi gadis itu. Mengusapnya pelan. "Gue kangen!"

Mata Ana terpejam. Merasakan usapan pelan di pipinya. Ada sesuatu yang berdesir dalam dirinya.

Nyaman.

Gadis itu membuka kembali matanya. Mendongak menatap mata hijau idolahnya itu. "Kangen? Kan, kita baru pertama kali ketemu. Kok, Arga bisa kangen?"

Arga menatap Ian serta Jerry. Lelaki itu mengangkat sebelah alis tebalnya. Bertanya maksud dari pertanyaan Ana. Ian mengehela nafas pelan. "Mending kita masuk mobil dulu yuk, cuacanya udah mulai panas."

Semua bergegas masuk ke dalam mobil milik Arga. Ian dan Jerry memilih duduk di belakang. Sedang Ana duduk disebelah Arga yang tengah mengemudi.

"Ohiya, Kak Ian tadi bilang mau nganterin Ana ke tempat kakak. Emang kalian kenal sama kakaknya Ana?"

"Ana, gak usah panggil kita pake kata kak, bisa gak? Kita masih muda!" Rajuk Ian.

"Kenapa? Kan, kalian emang lebih tua. Jadi gak masalah kalau dipanggil kakak," elak Ana.

"Terus, kenapa Arga gak dipanggil kakak juga?!" Kali ini Jerry yang berbicara.

"Kalau Arga kan beda. Arga itu gak cocok jadi kakaknya Ana. Cocoknya jadi temen hidupnya Ana," ucap gadis itu mengedipkan sebelah matanya pada Arga yang dibalas kedipan juga oleh Arga.

Hal itu membuat Ana gencar mendekati Arga. Sedangkan dua orang di belakang mereka tak henti-hentinya mencibir.

"Centilnya gak ilang-ilang!" Sinis Ian.

"Ana bau gak? Soalnya tadi belum mandi," tanya gadis itu mengendus tubuhnya sendiri.

"Hueekkk, pantesan gue dari tadi mual. Ternyata ada yang belum mandi," canda Jerry.

"Jerry juga belum mandi kali!" Kesal Ana.

"Jerry emang dasarnya gak pernah mandi!" Ucap Ian.

Ana langsung berbalik kebelakang. Terkejut dengan pernyataan Ian. "Beneran?" Tanya gadis itu dengan polos.

Ian mengangguk mantap. Membuat pria di sampingnya melirik sinis padanya. Kemudian melotot pada Ana yang mulai mengendus kearahnya.

"Ian becanda, Ana." Telapak tangan Jerry meraup wajah Ana. Membuat gadis itu sebal dan akhirnya kembali pada posisi semula.

"Sudah sampai!" ucap Arga.

Ana ikut keluar saat ketiga pria itu juga mulai membuka pintu. Ana menatap sekeliling, ini bukan rumahnya. Mungkin mereka salah.

"Ini bukan rumah kakak," ucap gadis itu.

"Ohya? Emang rumah kakak kamu dimana lagi?" Tanya Jerry.

Remember You (Selesai)Where stories live. Discover now