Extra Part(2)

12.2K 925 62
                                    

Rena menangis sesenggukan. Menyembunyikan tubuh kecilnya dibawah selimut tebal. Ia takut.

Rena takut Arga marah. Di kepalanya sudah terbayang wajah Arga yang meledak-ledak menyudutkan dirinya.

Tadi pagi, ia lupa dimana meletakkan kalung pemberian Arga. Padahal, Arga baru membelinya dua hari yang lalu.

Rena sudah mencari kesemua tempat. Tapi, ia tetap tidak menemukannya. Itulah kenapa ia menangis, ia putus asa mencari kalung itu.

Bahkan supir dan pembantu Arga juga ikut heboh membantu Rena mencari kalungnya, merasa kasian dengan Rena yang terlihat frustasi dengan rambut acak-acakan serta mata yang berkaca-kaca.

Dengan gerakan tiba-tiba, Rena berlari kearah kamar mandi. Ia mual, tapi tak pernah sampai muntah. Biasanya jika ia mual begini, Argalah obatnya.

Rena juga tidak tau. Tapi, setiap Arga ada disampingnya, mual yang sebelumnya ia rasakan bisa hilang seketika.

Rena jadi rindu Arga.

Ia berjalan keluar kamar. Menuruni tangga dengan cara melewati dua anak tangga sekaligus dengan hati-hati. Ada saja kelakuannya jika tidak ada Arga dirumah.

Memang Arga memilih untuk membeli rumah sendiri. Padahal Ibu Arga sudah memaksa mereka untuk tinggal bersama saja. Tapi, Arga bilang jika ia ingin mencoba membangun keluarga kecil tanpa bantuan dari siapapun.

Awalnya dirumah ini, hanya Arga dan Rena yang menempati. Tapi, dua bulan yang lalu, sikap posesif Arga semakin bertambah. Bahkan Arga sempat tak ingin pergi kekantor dengan alasan tak ingin meninggalkannya sendirian dirumah.

Ya, memang Rena akui jika ia sedang sendirian dirumah, ia akan berbuat sesuka hati. Melakukan hal-hal bodoh yang bisa membuat Arga marah jika suaminya itu tau.

Seperti tadi saat menuruni tangga. Melihat tak ada pembantu yang diutus Arga untuk mengawasinya itu, membuat Rena melakukan hal bodoh lagi.

Tapi, ada kebahagiaan tersendiri bagi Rena jika ia berhasil melakukannya. Sikapnya ini dimulai dari dua bulan yang lalu. Terkadang sikapnya berubah kekanakan dan kadang juga menjadi dewasa. Emosinya juga mudah berubah-ubah.

Contohnya tadi, baru saja ia menangis. Sekarang suasana hatinya sudah kembali ceria. Rena berjalan kearah dapur. Ia kembali merasa lapar setelah mual.

Tapi, belum sempat kakinya sampai ke dapur, Rena mendengar suara bel yang membuatnya mau tidak mau harus berbalik dan berjalan kearah pintu.

Rena menarik pintu besar itu sekuat tenaga. Ia memang mudah lelah akhir-akhir ini. Yang jelas sejak dua bulan lalu, banyak sekali perubahan dalam dirinya.

"Abang!!" Rena langsung menghambur ke dalam pelukan Aldo.

Hampir empat bulan mereka tidak bertemu. Sejak Rena menikah, Aldo menjadi semakin sibuk hingga susah dihubungi. Kadang pria itu bisa pergi keluar negeri sampai berbulan-bulan. Ditambah lagi, jarak rumah mereka yang jauh.

"Gak disuruh masuk, nih? Padahal udah jauh-jauh kesini bawain makanan enak demi keponakan Abang," canda Aldo.

Rena melepas pelukannya dengan wajah cemberut. "Ponakannya doang, nih? Buat Aya, gak ada?"

"Yahh, sayangnya gak ada," ucap Aldo dengan wajah sedih yang dibuat-buat.

"Yaudah, sana masuk!" Suruh Rena sinis.

Aldo terkekeh pelan, menaruh lengannya dibahu sang adik, mengigit gemas pipi bulat Rena kemudian beralih ke kening Rena, mengecupnya lama, menyalurkan rasa rindunya pada adik kesayangannya ini.

"Tunggu disini bentar ya, bang." Rena berjalan kearah dapur, menyuruh pembantu membuatkan coklat panas untuk Aldo. Sedangkan ia membawa piring untuk menyajikan makanan yang dibawa kakaknya tadi.

Remember You (Selesai)Where stories live. Discover now