Tiga Puluh Tiga

12.6K 1K 152
                                    

Happy Reading❤️

***

"Dokter bilang waktu Arga udah gak lama lagi. Anak Tante akan pergi Rena," lirih Ibu Arga.

Melihat Mama Arga yang menangis membuat Rena ikut menjatuhkan air matanya. Masih tak menyangka jika Arga, si manusia datar itu akan pergi secepat ini.

Rena masih ingin melihat mata hijau itu menatapnya tajam. Rena masih ingin bersama-sama pria dingin ini. Padahal mereka baru saja bertemu kembali, tapi kenapa takdir malah ingin memisahkan mereka lagi.

Sebenarnya Rena mulai menyukai pria kaku ini, ia tak tau kapan perasaannya tumbuh. Tapi, terkadang Rena suka sekali memikirkan Arga.

Apalagi waktu pertama kali mereka bertemu saat berada di rumah Jerry. Arga tiba-tiba datang mencium pipinya, membuat Rena yang sibuk berdebat dengan Jerry menjadi terdiam seketika.

Sudah tak bisa ia bayangkan pipinya semerah apa setelah ia melihat si pelaku yang sudah membuat jantungnya akan benar benar meledak itu tersenyum berbinar menatapnya.

Ia merindukan momen-momen seperti itu. Momen dimana Arga berhasil membuat pipinya memerah dan membuat dirinya yang tak tau malu menjadi gadis yang malu-malu.

Rena semakin sesenggukan mengingat kembali perhatian Arga padanya. Bahkan ia pun semakin menangis saat mengingat cueknya Arga pada dirinya. Betapa centilnya ia yang selalu mendekati Arga dulu.

Matanya terus terarah pada wajah pria yang terlihat pucat itu. Berbagai pikiran buruk telah menghantui pikirannya. Mulai dari membayangkan Isak tangis dari keluarga Arga. Hingga proses proses pemakaman Arga juga tanpa tau diri malah terlintas begitu saja.

"Sayang, titip Arga sebentar ya. Mama mau ketemu dokter dulu."

Rena mengangguk pelan sambil mengusap air matanya. "Iya, Tante hiks."

Setelah Ibu Arga pergi. Rena melangkah pelan mendekati Arga. Tangan kecilnya mencoba menggenggam tangan lebar milik Arga. Menatap pria itu dengan penuh kesedihan.

"Arga, beneran mau pergi ya? Pasti udah males ketemu Rena, kan? Pasti sebel karena Rena selalu gangguin Arga. Tapi itu semua bentuk rasa sayang Rena ke Arga. Masa gak peka sih? Kita kan udah pacaran, terus kenapa Arga malah mau pergi. Harusnya kita putus dulu, setelah itu Arga bebas mau pergi kemana aja."

Rena mengguncang pelan tubuh Arga.

"Arga bangun, dong! Rena jadi ngelantur kalau ngomong sendiri terus, pikiran Rena juga udah kemana-mana. Takutnya jadi doa dan langsung dikabulkan sama Tuhan. Emang Arga mau mati karena doa Rena?"

Tiba-tiba lampu padam. Rena langsung panik. Ia bingung harus melakukan apa. Ingin lari keluar tak mungkin, sebab ia membawa tiang infus, Rena juga tidak bisa meninggalkan Arga sendirian.

Tapi kalau ia hanya diam disini. Rena takut. Bagaimana tidak, ia sendiri disini, walau ada Arga yang masih tertidur pulas, tapi tetap saja ia merasa sendiri. Bagaimana jika terjadi sesuatu diluar sana sedangkan ia terjebak didalam kamar ini. Misalnya kebakaran. Bisa saja rumah sakit ini terbakar, oleh karena itu semua listrik dipadamkan.

Pikirannya memang selalu seperti itu.

Lagi-lagi ngelantur.

Untuk mengurangi sedikit rasa takutnya. Ia mencoba meraih kembali tangan Arga yang sempat terlepas dari genggamannya.

Tanpa sengaja tangannya menabrak sesuatu hingga menimbulkan bunyi. Bunyi yang membuat Rena mengerutkan dahi.

Plastik?

Remember You (Selesai)Where stories live. Discover now