Empat Belas

11.4K 996 20
                                    

Double up karena sabtu sebelumnya gak sempat update🙏

Happy reading

***

Devan melepas pelukannya. Ia berdiri menatap tajam gadis di hadapannya. "Kenapa harus Indonesia?! Ada hal apa sampai kamu ngebet mau kuliah di sana?!"

Gadis itu menggeleng pelan. "Pengen aja, Ana bosen di LA terus," cicitnya, ia takut pada tatapan Devan.

"Jangan coba berbohong Ana!"

Sebenarnya Ana memang sedang berbohong. Bukan itu alasannya ingin kuliah di Indonesia. Tapi tempat itu seakan terus saja membayanginya, menarik dirinya untuk kembali ke sana dan tinggal lebih lama.

"Udah berani kamu bohong sama kakak? Semenjak ketemu orang-orang rendahan itu kamu jadi berubah, kenapa?" Walau tetap dengan pembawaan yang tenang. Namun, kata itu tetap saja menusuk.

Ana mendongak, menatap wajah kakaknya. Baru kali ini ia mendengar Devan menghina orang. Kakaknya tak pernah seperti itu sebelumnya.

"Mereka gak rendahan. Mereka baik, Ana nyaman berteman sama mereka. Kakak jangan ngomong kaya gitu!" Dengan sedikit keberanian, ia berusaha membantah ucapan kakaknya. Ana tidak rela teman-temannya direndahkan.

Namun, sesaat kemudian gadis itu tersadar. Darimana kakaknya tau jika ia mempunyai teman di sana. Kakaknya bahkan tak pernah bertemu dengan mereka.

"Kakak tau mereka darimana?"

Devan terdiam. Pria itu mendekat, menatap Ana penuh arti, menyentuh lembut kedua pipi adiknya dengan tangan lebarnya.

Wajah mereka hanya berjarak beberapa centi. Mata kedua kakak beradik itu bertemu, saling menatap hingga gadis itu bisa merasakan deru nafas Devan.

"Kakak tau semua tentang kamu Ana! Semuanya!" Bisikan Devan mampu membuat Ana seketika merinding.

Dengan pelan gadis itu mendorong dada Devan agar pria itu bisa sedikit menjauh. Ada yang berbeda dengan tatapan kakaknya, pria itu ...

Aneh!

"Jangan coba-coba untuk ketemu dengan mereka lagi!" Tajam Devan.

"Kenapa? Kakak kenal mereka?" Tanya Ana.

"Jangan banyak tanya." Kemudian pria itu berbalik dan pergi menuju kamarnya.

"Ana tetep akan temenan sama mereka!" Ucapan gadis itu terdengar yakin.

Ana tidak tau jika lawan bicaranya sudah menahan emosi mati-matian agar tidak meluap dan melakukan hal yang fatal.

"Mereka baik. Temenan sama mereka seru. Gak gini, sepi, Ana sendirian, bosenin, pengen kabur aja rasanya, An- "

"STOP!" Bentak Devan.

Pria itu berbalik, berjalan dengan langkah lebar kearah Ana. Emosinya semakin memuncak saat melihat gadis itu memasang wajah menantang.

Ana nya dulu tak pernah seperti ini padanya. Gadis itu lebih penurut dibanding sekarang dan semua pasti karena pertemuan nya dengan orang-orang rendah itu.

Cengkraman kuat di rahangnya langsung ia dapatkan. Ana dapat melihat jelas emosi pada mata kakaknya.

"Kamu yang menjauh ... " Devan menggantung ucapannya, menambah cengkeramannya menjadi semakin kuat membuat gadis itu meringis.

"Atau mereka yang akan mati!"

Mata Ana membulat. Gadis itu menggeleng kuat mencoba melepas cengkraman sang kakak dari wajahnya. Ia tak bisa melakukan apa-apa sebab kedua tangannya digenggam kuat oleh Devan.

Remember You (Selesai)Where stories live. Discover now