O1

6K 492 20
                                    

"Sayang."

Sekarang Misa benar-benar sudah terbiasa dengan berbagai panggilan sayang yang dilontarkan Doyoung untuknya.

Gadis itu berhenti melakukan kegiatan memotong daun bawangnya dan memilih untuk menatap sang suami. Bertanya hal apa yang ingin lelaki itu sampaikan.

"Saya rasa udah saatnya."

Iya, walaupun Doyoung sudah berusaha mencoba untuk meyebut dirinya menggunakan kata 'aku' tetapi tentu saja rasanya sangat sulit untuk dirinya yang terbiasa menyebut dirinya sendiri menggunakan 'saya'. Misa juga sudah menyerah untuk memaksa Doyoung memanggil dirinya menggunakan 'aku' dan membiarkan Doyoung tetap seperti dirinya yang dulu.

"Udah saatnya buat apa, Mas?" Misa ngusap pipi Doyoung, berdiri berhadapan dengan sang suami semakin masuk pada pembicaraan mereka sore itu.

"Ini tidak mungkin kan kalau saya dan kamu akan selalu tinggal di rumah orang tuamu ini? Saya kepala keluarga, saya ingin membangun kerajaan saya sendiri. Bukan dari Ayah kamu. Maaf kalau terkesan berlebihan." Doyoung ambil tangannya Misa, dia genggam erat-erat. Menatap istrinya dengan tatapan memohon.

Memang benar, ini sudah hampir enam bulan mereka menikah dan mereka masih tinggal di rumah orang tua Misa. Dan benar kata Doyoung, laki-laki itu adalah kepala keluarga. Dia pasti memiliki keinginan untuk menghidupi Misa sendirian tanpa bantuan dari Ayahnya kan?

Ditambah lagi beberapa hari yang lalu mereka berdua dipergoki oleh Bunda tengah hampir bercinta di ruang keluarga. Benar-benar. Doyoung dan Misa malu bukan main hari itu.

"Sayang?"

"Hm?"

"Ayo pindah rumah."

"Hah?" Misa menatap Doyoung terkejut. Tidak menyangka kalau Doyoung benar-benar akan mengatakan hal itu.

Si manis menggigit bibirnya, merasa bingung. Di satu sisi dia belum bisa berpisah dengan kedua orang tuanya, di sisi lain dia harus menjadi istri yang baik dan menurut pada suaminya. Lalu siapa yang harus Misa turuti?

"Mas.."

"Kamu belum siap jauh dari orang tua kamu, kan?" Seolah bisa membaca pikiran Misa, kalimat itu keluar dari bibir Doyoung.

Misa mengangguk pelan, benar. Dia belum siap.

"Saya udah pikirin itu," Doyoung ngusap pipi gembil Misa, dia bawa wajah gadis itu agar mendongak dan menatapnya, "saya udah mikirin itu mateng-mateng, Misa."

"Jadi gimana, Mas?"

"Saya udah beli rumah di deket sini. Itu artinya kamu masih bisa melihat orang tuamu kapanpun kamu mau."

Mata Misa berbinar, senyum diwajahnya melebar. Oh, Doyoung adalah suami yang benar-benar pengertian, bukan?

Tubuh kecil Misa menubruk tubuh tinggi Doyoung. Memeluknya dengan erat dan membenamkan wajahnya di dada bidang lelaki itu. Beberapa kali menghirup aroma tubuhnya.

"Kamu yang terbaik, Mas!"

"Jadi gimana, kita pindah?"

Si manis mengangguk, mengiyakan pertanyaan Doyoung, "kita pindah, tapi setelah ini kita minta ijin Bunda dulu ya?"

"Of course, baby."

Dan ya, keputusan untuk mereka berdua sore ini adalah pindah. Berharap saja kedua orang tua Misa tidak akan melarang anak dan menantunya itu untuk pindah ke rumah baru.

🎭🎭🎭

Keinginan mereka untuk pindah rumah akhirnya terwujud. Setelah beberapa kali memohon dan melontarkan alasan untuk Ayah dan Bunda, akhirnya Doyoung dan Misapun mendapatkan ijin. Meski dengan sedikit rasa terpaksa.

Keduanya tampak senang walaupun di satu sisi Misa masih belum benar-benar berani untuk lepas dari orang tuanya.

Tapi dengan Doyoung, dia yakin semuanya akan aman. Doyoung adalah lelaki yang baik. Dia yakin semuanya akan baik-baik saja dan kehidupan mereka akan berjalan dengan normal. Dan sempurna, Misa selalu berharap akan hal itu.

ㅡㅡㅡㅡㅡㅡㅡㅡㅡㅡㅡㅡㅡㅡㅡㅡㅡ

🔔💌Cerita ini mungkin ngga seperti dear dream yang menghabiskan banyak kata dalam satu partnya. Ini cuma cerita singkat tentang kehidupan Misa dan Doyoung. Oh iya, tentu saja dengan masalah licik yang sudah ada di kepalaku ini. Selamat menikmati, aku mencintai kalian!
recnjwin
22 Februari 2020.

Pandora Box [✔]Where stories live. Discover now