66

2.1K 353 166
                                    

Hari ini Misa sudah terbangun dari ketidak sadarannya kemarin. Sekarang dia menatap lelaki itu, Mark Lianantha. Dirinya masih saja lemah dan lemas seperti kemarin. Tapi Misa merasa jauh lebih baik sekarang.

Sejak tadi Misa dan Mark berpandangan, tangan lelaki itu tidak berhenti mengusap surai hitam milik Misa. Bahkan keduanya bergeming, tidak satupun mengeluarkan kalimat dari bibir mereka.

"Mark," akhirnya setelah beberapa saat, Misa mulai mengeluarkan suaranya. Mark berdeham sebagai jawaban, masih saja menatap Misa dengan tatapan khawatir padahal sang gadis sudah bangun, "kamu ngga ke kantor?"

"Gimana aku bisa kerja ke kantor kalo kamu aja masih lemah gini?"

Misa tersenyum kecil, "Mark, kamu ngga perlu segininya sama aku. Kamu bisa ninggalin aku ke kantor kok, aku gapaㅡ"

"Jangan membantah kepala keluarga. Kalau aku bilang tidak untuk ke kantor, itu artinya tidak. Aku bakal diem disini buat jagain kamu terus."

Misa tersenyum, mengusap pipi tirus Mark, "iya Mark, maaf ya sayang."

"Hum."

"Mark,"

"Hmm?"

"Perutku nyeri." Bisik Misa, tangannya mengusap perlahan perut besarnya. Mark ikut menaruh tangannya di atas perut itu, mengusapnya penuh cinta.

"Nyeri banget? Mau aku panggilin dokter sayang?"

Misa menggeleng. Menurutnya itu tidak perlu dilakukan. Mungkin ini efek stress kemarin, jadi Misa tidak begitu memikirkannya sekarang.

"Mark," panggil Misa lagi, tangan Misa ia taruh di atas tangan lelaki itu membawa tangan Mark memutar di atas perutnya, "kenapa bayinya jadi jarang gerak ya sekarang?"

Mark bergeming. Mulai khawatir dengan sang gadis, "sayang, dokter ya?"

"No, aku gapapa Mark. Aku mau ke toilet aja." Ucap Misa tiba-tiba yang Mark balas dengan anggukan. Dia cepat-cepat membantu si manis turun dari kasur. Membawa gadisnya untuk masuk ke dalam toilet.

"Mau aku masuk juga?"

"Noo.."

"Tapi kamu belum bisa sendiri." Mark ciumin pipinya Misa, memberi pengertian pada gadisnya, "aku ngga ngintip, sayang."

Misa akhirnya menghela nafas, setelahnya setuju dan membiarkan Mark masuk pula ke dalam toilet. Mark membalikan badannya, tidak akan mengintip gadisnya.

Misa membuka dalamannya, tatapannya terkejut setelah melihat sesuatu disana. Bercak merah. Bercak merah apa ini? Kening Misa berkerut.

Si manis menggoyangkan lengan Mark, membuat Mark menoleh dan menatap si manis. "Mark.." bibir Misa bergetar ketakutan. Cukup bikin Mark sadar dan mulai mengecek keadaan gadis itu.

Bercak merah pada dalaman Misa cukup buat bikin lelaki itu terkejut pula. Keduanya saling bertatapan. Mark cepat-cepat membantu Misa kembali ke kamar untuk tidur dan segera memanggil dokter.

Mark harus cepat sebelum sesuatu yang buruk terjadi.

🎭🎭🎭

Sudah beberapa hari sejak kepulangan Misa dari rumah sakit. Mark tidak pernah berhenti menggenggam erat tangan gadisnya. Tidak membiarkan Misa terlalu jauh darinya. Bahkan Mark tidak pergi bekerja untuk beberapa saat cuma buat nemenin gadisnya di rumah.

Akhir-akhir ini Mark jadi lebih posesif. Bahkan pergi sendiri saja Misa tidak boleh. Harus di temani dirinya, kalau tidak dirinya, harus ada Ayah atau Bunda. Pokoknya tidak sendirian. Itu adalah keputusan mutlak yang di buat oleh Mark untuk si manis.

Pandora Box [✔]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang