2. Girls Talk

525 13 0
                                    

"Re" aku menyusul Rea duduk di meja kantin. Rea sedang sibuk menyantap satu mangkuk bubur ayam.

"apa kau lihat orang yang ada di sampingku waktu aku mengambil minum tadi ?" tanyaku tidak sabaran. Aku menunjuk lemari pendingin yang kumaksud.

                Aku menunggu jawaban Rea, sedangkan yang kutunggu masih menikmati makanannya.

"Re !" aku bertanya sekali lagi, agar dia tahu aku memburu jawaban darinya.

Rea hanya menjawabku dengan mengangguk. Dia sepertinya enggan berbicara karena masih menikmati bubur.

"kau tahu siapa dia ?"

Lagi-lagi Rea hanya mengangguk menjawabku.

"siapa ?" tanyaku lagi.

Rea mengusap mulutnya dengan tisu yang tersedia di meja makan. Kemudian dia mengambil botol minumanku lalu meminumnya tanpa permisi. Ini sudah biasa diantara persahabatan semua orang kan. Aku sudah bersahabat dengan Rea selama dua tahun jadi itu bukan termasuk pelanggaran kode etik.

"namanya Bara, kelasnya ada di samping kelas kita" Rea kembali menyuapkan satu sendok bubur ke mulutnya.

"kelasnya di samping kelas kita ? kenapa aku belum pernah lihat dia sebelumnya ya ?"

"ya wajar sih, karena dia anti sosial" jawab Rea yang membuatku tidak bisa memahami artinya.

"maksudnya ?"

"Dia tidak mengganggu orang lain tapi dia juga tidak punya empati terhadap orang lain, jika ada yang jatuh pasti dia hanya melewatinya saja, Dia ansos, jarang berkomunikasi dengan orang lain"

"tapi kelihatannya dia good looking, apa dia bukan termasuk manusia populer sekolah ini, atau hanya aku yang tidak tahu" Rea kembali mendiamkanku, dia melanjutkan makanannya.

                Sembari menunggu Rea sebaiknya aku juga harus membeli sesuatu untuk kumakan. Aku membeli semangkuk bubur ayam juga. Melihat Rea begitu menikmatinya membuatku ingin memakannya juga. Rea bukan bintang iklan tapi dia berhasil mempengaruhiku.

"dia tidak populer, jika bukan karena dia berada di kelas samping kita mungkin juga aku tidak akan pernah tahu siapa dia" jawab Rea setelah aku kembali duduk di depannya.

"kenapa manusia setampan itu justru tenggelam dan tidak populer ?" aku justru sibuk mempertanyakan konsep kepopuleran di sekolahku ini. kau tahu menjadi menawan akan mudah membuatmu populer kan. Dan ketika populer semua orang menyukaimu. Tapi ini ada manusia menawan justru dibiarkan. Apa ada yang salah.

"ya buat apa good looking tapi tidak bisa bergaul dengan orang lain. ngobrol sama dia sama seperti  ngobrol sama tembok"

"memangnya kau pernah bicara dengannya ?"

"belum sih, kata teman sekelasnya seperti itu. Dulu aku hampir menyukainya tapi tidak jadi"

Uhuk

Tiba-tiba aku tersedak "kapan ? kau tidak pernah cerita padaku ?" aku menuntut penjelasan lebih dalam darinya.

"dulu awal sekolah ketika kita masih kelas 10. Aku bertanya dengan teman sekelasnya untuk mendapat informasi tentangnya. Tapi semua infomasi yang kudapat buruk" Rea mengambil minumanku sampai tandas. Aku memberikan wajah kecewa dan dia hanya nyengir saja. Dia baru saja menghabiskan bubur ayam miliknya. Sedangkan aku masih sisa setengah lalu bagaimana aku mencerna makananku jika minumanku sudah habis begini.

                Rea berdiri untuk membeli minuman, dia membeli dua botol air mineral.

"aku juga pernah melihatnya membuang minuman dari siswa perempuan. Dia membuangnya tepat di depan mata si perempuan itu. Bukankah itu sangat jahat. Siapa juga yang mau mengidolakan manusia anti sosial yang sangat jahat itu. Dia tidak butuh sosialisasi jadi kita juga tidak butuh dia kan. Semenjak itu aku tidak jadi menyukainya"

                Tapi kemarin dia baik padaku, dia mengembalikan belanjaanku. Tadi juga dia tidak marah ketika aku menyerbu minuman. Apa nasibku yang sedang baik atau ucapan Rea tidak ada yang benar. Sepertinya Aku baru bisa percaya setelah aku melihatnya sendiri.

"Dari pada Bara mendingan Jafin" ucap Rea lagi.

"Jafin ? Jafin yang populer itu ?" aku tahu Jafin, dan sepertinya semua manusia di sekolah ini tahu siapa Jafin. Dia siswa yang populer, dia ramah, tampan meskipun kuakui lebih tampan Bara dan satu lagi kelebihannya Jafin berprestasi. Dia atlet renang yang sudah membawa banyak piala kemenangan untuk sekolah ini di tingkat nasional. Dia pernah ikut olimpiade di luar negeri mewakili Indonesia.

"ya, Jafin satu-satunya sahabat Bara"

"tunggu, Jafin populer tapi Bara enggak populer ?"

"yaa berteman dengan orang populer enggak bikin kamu jadi ikutan populer kan ?"

Meskipun begitu sedikit informasi dari Rea sudah melegakan rasa penasaranku. Ternyata selama ini kita satu sekolah dan tidak saling kenal. Kemana saja aku selama ini ya sampai tidak menyadari ada manusia tampan yang menghuni kelas sebelah.

"setahuku Jafin punya banyak teman, apa Bara tidak ikut berteman dengan teman Jafin yang lain ?"

Rea menggelengkan kepala "Bara hanya berteman dengan Jafin dan Jafin berteman dengan banyak orang"

                Aku mengangguk sepertinya cukup segini dulu pembahasan tentang Bara.

"kenapa kau bertanya mengenai Bara ? apa dia mengganggumu ? atau kau menyukainya ?" Rea memberikan tatapan menyelidik.

"hanya penasaran" kilahku.

Rea menyipitkan kedua matanya, sepertinya dia kurang puas atau tidak percaya dengan jawabanku "apa kalian saling kenal ? karena dari tadi kuperhatikan dari sini Bara terus memandangmu"

"maksutmu ?"

"ya, Bara duduk di dua meja belakangmu dan dari tadi dia terus memandang punggungmu. Sepertinya dia terlalu fokus denganmu sampai tidak tahu jika aku mengawasinya" ucapan rea berhasil membuat jantungku berdegup cepat. Entah kenapa aku tidak tahu, tapi aku merasa kurang nyaman dengan situasi seperti ini.

Seketika aku tidak napsu menghabiskan bubur ayamku yang kurasa tinggal tiga suapan lagi. Aku tidak nyaman ketika mengetahui seseorang diam-diam memperhatikanku. Aku mengambil tisu di meja dan mengusap mulutku.

"kenapa kau jadi salah tingkah begini ?" pertanyaan Rea menyelidik.

Aku segera menggelengkan kepala "tidak aku hanya- sudah kenyang"

"apapun yang kau lakukan sebaiknya jangan membahayakan diri sendiri, jika kau butuh pertimbangan tanyakan saja padaku" Rea menepuk nepuk pundakku.

"apa maksutmu begitu ?"

"ya memberi petuah. Semua orang tahu kau lemah jadi kau harus dijejali banyak petuah agar kau berhati-hati"

Sialan Rea, aku tidak tahu harus kesal atau berterimakasih padanya.

"sepertinya dia mau pergi, dia akan lewat sebelah meja kita" Rea menoel-noel tanganku yang ada diatas meja memberi isyarat.

                Aku tidak bisa diam aku ingin meliriknya. Tidak ada salahnya kan hanya melirik.

                Ternyata benar Bara lewat disampingku dan Dia melirikku. Kami bertukar pandang melalui lirikan yang hanya terjadi dua detik. Aku terlalu malu untuk melanjutkannya. Ini hanya efek normal tubuh karena melihat ketampanan Bara kan bukan karena aku jatuh cinta pandangan pertama. Ini konyol, cinta pandangan pertama tidak mungkin ada.

Who Are U ?Where stories live. Discover now