44. Menghindari masalah

93 9 0
                                    

"kau baik-baik saja ?" Rea menghampiri ke tempat dudukku. Rea baru datang dan meletakkan tas miliknya di meja. Aku menjawabnya dengan senyum yang kupaksakan. Kuharap Dia tidak bertanya lebih setelah ini. Bukannya aku tidak mau bercerita hanya saja aku masih enggan. Karena jika aku bercerita harus ada beberapa bagian yang aku rahasiakan untuk menjaga rahasia hidup Bara.

"ya aku baik-baik saja"

"tapi kurasa ada yang aneh. Kau jangan berbohong" Rea memperhatikan wajahku dengan seksama. Sikapnya membuatku sulit menyembunyikan kegelisahan yang kurasakan. Alhasil aku menghela napas kasar.

"benarkan kau sedang tidak baik, ada masalah apa ? perihal laki-laki ?"

Sialnya tebakan Rea benar sekali. Aku menggigit bibir bawahku dan menggangguk ragu.

"sialan. Semua laki-laki memang sama saja. Penjahat. Ceritakan padaku"

Aku menggelengkan kepala "bukan kesalahan Bara tapi ini lebih rumit"

"kau jangan membela Dia, sekali penjahat tetap penjahat"

"orang tua Bara tidak merestui hubungan kita" aku memberikan tatapan sedih, aku benar-benar ingin menangis sekarang. Aku ingat ucapan Mama Bara kemarin. Sakit sekali rasanya dadaku.

"tenanglah. Apa alasannya melakukan itu ? apa Dia pikir kau kurang baik. Aku akan jelaskan ke orang tua Bara jika kau adalah orang baik dan cerdas dan tentu saja layak bersama dengan anaknya"

Aku memeluk Rea, bersembunyi di dalam lengannya. Aku tidak menangis hanya menghembuskan napas saja, setiap tarikan nafasku terasa berat.

"bukan seperti itu. orang tua Bara takut jika orang tuaku tidak bisa menerima Bara, jadi lebih baik kita berakhir sekarang daripada membuang-buang waktu"

Rea memberiku tatapan bingung serta keningnya berkerut "aku tidak mengerti maksudnya"

"ini memang sangat rumit"

"tenanglah, semua masalah akan teratasi percayalah" Rea mengusap lenganku lalu kembali ke tempat duduknya. Karena guruku sudah datang.

................................................................................

Aku tahu Bara menungguku di luar kelas. Aku sengaja tidak keluar kelas karena aku malas bertemu Bara. berulangkali Bara mengintip ke dalam kelas, aku segera menyembunyikan wajahku dibalik buku. Semoga Bara tidak menyadari keberadaanku. Aku tidak mau bertemu Bara, aku juga tidak tahu apa yang harus kami bicarakan ketika bersama. Pasti akan sangat canggung, haruskan aku mengatakan jika aku tidak mau berpisah dengannya, aku tidak yakin Bara akan menyetujuinya.

Seseorang menarik buku yang kupegang, aku terkejut karena yang melakukannya adalah Rea "Bara mencarimu" ucapnya.

Aku segera menarik lagi bukuku dari tangan Rea dan menyembunyikan wajahku "aku tahu dan aku tidak mau bertemu dengannya"

"kenapa ? kau menghindari masalah ?"

"bukaan. Aku hanya belum siap"

"oke aku akan mengatakan padanya, kasihan Bara menunggu di depan kelas seperti orang tolol" Rea pergi keluar kelas, aku mengintipnya sedikit dengan menurunkan buku dari wajahku. Tidak lama kemudian aku melihat Bara melangkah pergi kembali ke arah kelasnya. Aku lega, tapi sebagian diriku juga merasa bersalah.

Bara terus datang ke kelasku setiap jam istirahat selama satu minggu. Dan setiap hari juga aku belum siap bertemu dengan Bara. Hatiku memang masih ragu, aku juga takut, aku belum mau membicarakan hal itu. Setiap hari juga Rea yang mengatakan ke Bara jika aku belum siap. Setiap bertemu atau berpapasan dengan Bara, aku selalu menghindar. Aku akan mengambil jalan lain dan tidak mau berada di jarak 1 meter dengan Bara. Aku benar-benar takut bertemu dengannya.

Hari ini, seperti biasa Bara datang ke kelasku. Rea sudah mengetahuinya dan menoleh ke arahku. Aku menggelengkan kepala sebagai isyarat bahwa aku masih belum bisa menemuinya. Rea menghembuskan napas kasar lalu berdiri. Kukira Rea akan keluar kelas dan memberi tahu Bara tapi Rea justru menghampiriku.

"mau sampai kapan kau begini ?" tanya Rea yang menatapku jengah "jika Bara berhenti memperjuangkan hubungan kalian bagaimana ? Bara akan berhenti mencarimu" ucapan Rea membuat sesuatu dalam dadaku seperti ditusuk. Sakit sekali, meskipun aku menghindar bukan berarti aku ingin kita berakhir. Tidak sama sekali, aku masih ingin bersama Bara hanya saja aku tidak tahu harus bagaimana. Rea benar, aku tidak boleh terus egois seperti ini.

Aku segera keluar kelas dan menghampiri Bara.

"kau mencariku ?" tanyaku dengan ragu. Aku takut sekali menatap mata Bara.

"bisa kita bicara ?" aku mengangguk dan mengikuti Bara pergi ke depan UKS. Disana area sepi dan kursi disana jarang digunakan. Itu tempat yang baik untuk bicara hal intim. Hanya ada petugas UKS dan beberapa siswa yang melintas untuk ke UKS.

Aku meremas kedua tanganku untuk mengurangi kegugupan yang kurasakan.

"aku merindukanmu" ucap Bara memecah keheningan. Aku sangat ingin menjawab aku juga merindukanmu, tapi rasanya bibirku terlalu kaku. Aku hanya diam.

"maafkan ucapan Mamaku. Aku tidak ingin berpisah denganmu. Jauh darimu membuatku tidak nyaman" aku tidak percaya Bara mengucapkan hal itu. Aku menatapnya dan kulihat keseriusan dari sorot matanya.

"jadi, apa kita harus berpacaran secara sembunyi ?" tanyaku ragu.

Bara menggelengkan kepala "tidak, aku akan mengatakan ke Mamaku bahwa kita tidak akan berakhir"

"tapi, bagaimana jika yang dikatakan Mamamu benar ? bagaimana jika keluargaku menyakitimu ? aku sungguh tidak berharap hal seperti itu akan terjadi"

Bara diam, dia menundukkan kepala. Itu membuatku sedih. Ini keputusan yang membingungkan.

"terlepas dari masalah keluarga kita. Aku akan bertanya tentangmu dulu" Bara menatapku, entah kenapa tiba-tiba aku takut dengan pertanyaan yang akan dia katakan "apa kau baik-baik saja jika kau tidak akan pernah memiliki keturunan denganku ?"

"menikah itu bukan hanya perihal berkembangbiak dan melestarikan jenisnya, menikah itu hidup bersama, saling menerima, saling melengkapi, saling berbagi dalam segala situasi. Kurasa akan baik-baik saja jika aku hanya denganmu sampai akhir"

Perlahan Bara tersenyum, bahkan kedua pipinya jadi bersemu merah. Aku tidak tahu jika kalimatku akan sebegitu berpengaruh untuknya. Bara mengusap kepalaku dengan lembut.

"jika antara kau dan aku sudah tidak ada masalah maka akan lebih mudah mencari jalan keluar menyatukan keluarga kita. Ini akan jadi petualangan yang panjang. Aku hanya butuh kau tetap disampingku"

"ya kau benar. Aku tidak pernah berpikir hubungan percintaan anak remaja akan serumit ini" kemudian kita tertawa bersama. "bukankah ini terlalu jauh untuk kita. Kita masih muda dan bukan akan menikah besok"

"iya Mamaku hanya tidak ingin kita membuang-buang waktu dan pada akhirnya akan tersakit"

"aku tidak pernah merasa membuang waktu jika melakukan suatu hal dengan senang bersama orang yang kusayang. Kurasa itu akan menjadi kenangan terindah, dan itu tidak akan pernah membuatku menyesal"

Bara memicingkan kedua matanya padaku "kau belajar dari mana kalimat romantis itu ?"

Senyumku merekah lebar "aku suka membaca novel romantis jika kau lupa"

.............................................................

Who Are U ?Where stories live. Discover now