24. Is it over ?

120 7 0
                                    

Aku tidak mengerti dengan maksud Elo yang hanya terus tertawa bukannya menjawab dengan jelas sepertiku. Kita memang tidak dekat, hanya bertemu satu kali belum bisa masuk kualifikasi dekat. Justru yang dekat itu aku dan Bara. Kita sudah pergi kemana-mana berdua, berpelukan diatas motor, berdua di café, bahkan di lapangan basket  Seharusnya aku bisa mengatakan ini dengan lantang.

Tawa Elo bagiku mungkin memang terdengar aneh tapi Bara justru mengangguk dan sepertinya ada isyarat lain yang hanya laki-laki yang tahu. Semoga itu bukan isyarat buruk bagiku. Bara melanjutkan memakan nasinya.

Nasi goreng dihadapan Bara telah tandas. Kemudian dia menenggak air mineral yang diberikan Elo tadi ketika tersedak. Sepertinya Bara akan pergi, jika Bara pergi aku juga akan pergi. Elo, dia memang duduk disini tapi untungnya dia sibuk dengan ponselnya. Entah apa yang dia kerjakan. Jadi beruntung tidak perlu banyak mengobrol yang kukhawatirkan akan membuatku terpojok.

"ehem" Bara berdehem dengan keras. Menarik perhatianku dan Elo. Mata Bara memandangku lalu Elo bergantian. Tatapan mata itu sulit diartikan. Seperti sedih dan kecewa tapi dia menutupinya dengan bersikap wajar.

"tolong jaga dia dengan baik" ucap Bara memandang Elo. Apa maksudnya Bara sedang menitipkan aku kepada Elo. Menitipkan untuk apa, tidak mungkin jika dia menyerah lalu membiarkan aku dengan Elo. Ah mungkin maksudnya Bara titip karena Bara akan kembali kekelas, itu saja tidak ada yang berlebihan.

                Bara mengusap kepalaku lalu dia pergi. Ketika aku ingin berdiri menyusul Bara, Elo menarik tanganku, ia menahanku. Aku ingin bertanya langsung ke Bara sebelum semuanya semakin rumit.

"temani aku makan" aku segera melepas tangan Elo. Agak kasar karena Elo malah menggenggam erat. Aku tidak mengatakan apapun dan langsung berlari mengejar Bara. Cepat sekali Bara, tapi untungnya aku masih bisa melihat Bara di kejauhan.

Aku menarik baju bagian belakang Bara, menahannya untuk berhenti. "maksudmu apa ?" nada bicaraku meninggi. Ini sedikit menuntut karena aku sangat tidak suka perkataannya itu.

Bara berbalik badan memandangku, wajahnya lesu dan terlihat sedih "dia bisa menjagamu dengan baik" ucap Bara dengan nada halus.

"iya menjaga untuk apa ?" tapi nada suaraku semakin meninggi, bahkan aku ingin berteriak.

"untuk hidupmu, menjagamu setiap hari" Bara menghela napas. Aku tidak suka helaan napasnya kali ini, terdengar menyedihkan "aku tahu kau cerdas. Kau pasti mengerti maksudku. Dia bisa menjagamu dengan baik, bukan aku, jangan aku. Kita berhenti saja disini" ucapan Bara dengan nada rendah. Terdengar penuh akan kesedihan. Bara mengucapkan dengan nada sesedih itu, jika dia sedih kenapa dia melakukan ini.

Mendengar itu membuat dadaku sesak, ada sesuatu yang sangat amat sakit di dalam sana. Aku juga merasakan kelopak mataku penuh dengan air. Aku sudah berkaca-kaca, jika tidak kutahan pasti air mataku akan segera tumpah. Jangan menangis, ini ditempat umum. Aku akan terlihat konyol nanti. Aku menggelengkan kepala dengan keras.

"apa yang perlu dihentikan ? bahkan dimulai saja belum" kali ini suaraku bergetar,

"kita tidak mungkin bisa bersama. Aku bukan manusia normal seperti manusia pada umumnya" ucap Bara dengan nada lirih tapi penuh penekanan.

Aku tidak mengerti apa yang dia bicarakan. Aku menatapnya bingung.

"aku makhluk hasil eksperimen laboratorium, aku hasil rekayasa genetika" ucap Bara lagi dengan sangat lirih bahkan aku hampir tidak mendengarnya.

Aku menggelengkan kepala dan tertawa meremehkan "tidak masuk akal, dari sekian banyak alasan kenapa kau menggunakan alasan sekonyol itu"

Bara kembali menghela napas, ketika mulut Bara terbuka untuk mengatakan sesuatu, bel masuk berbunyi "sebaiknya kita ke kelas" Bara menarik punggungku, dia mengantarku ke kelas. Meskipun saat ini Bara disampingku tapi hatiku tetap berkecamuk. Aku ingin pulang saja dan meringkuk di kasur. Aku tidak mau sekolah. Ini menyesakkan.

Sebelum sampai di pintu masuk aku berhenti. Bara pun ikut berhenti. Dia menatapku dengan heran. Kepalaku menggeleng perlahan "aku tidak ingin sekolah" mendengar itu seketika Bara terkejut. Sepertinya dia merasa bersalah. Perkataannya membuat suasana hatiku hancur.

Bara mengusap punggungku "kau harus sekolah, nanti istirahat aku akan ke kelasmu" Bara membujukku. Aku tahu ucapan itu hanya sebuah negosiasi sesaat hanya agar aku mau sekolah. Aku yakin hanya itu tujuannya. Hal itu tidak akan mengubah perkataan Bara yang menyakitkan tadi. Bara seperti sedang merayu anak kecil dengan sebuah permen. Tapi bodohnya aku merasa begitu senang mendengar Bara mau menemuiku lagi. Sudah tahu dibodohi masih bisa senang.

Aku mengangguk dan berjalan masuk ke kelas. Meskipun hatiku sangat begitu sedih tapi ada beberapa bagian merasa senang karena Bara masih mau menemuiku istirahat kedua nanti. Aku memiliki sedikit harapan Bara akan datang dan memperbaiki semuanya nanti.

Bertemu kembali dengan Rea aku masih bisa berpura-pura semua baik-baik saja. Aku bisa tersenyum dan bertingkah seperti seharusnya. Aku tidak ingin Rea tahu aku sedang sedih. Selain karena malas menjelaskan aku juga tidak mau memperumit keadaan. Rea mungkin akan melakukan hal kriminal jika tahu Bara membuatku sedih. Atau Rea akan menceramahiku panjang lebar karena tidak menuruti perkataannya. Aku tidak mau semua itu terjadi. Cukuplah aku masih bisa menahannya.

Bel istirahat berdering, aku begitu senang. Aku tidak sabar Bara akan kesini. Rea mengajakku ke kantin tapi aku menolaknya. Beberapa temanku yang lain juga mengajakku tapi maaf teman-teman aku harus menolak kalian. Ada hal yang lebih penting terkait masa depanku.

Sepuluh menit aku menunggu Bara belum juga datang, mungkin masih dalam perjalanan kesini, sebentar lagi. Lima menit kemudian Bara tidak juga muncul, aku masih menahan dan bersabar. Aku tidak menyusulnya ke kelas karena aku khawatir jika aku kesana lalu Bara kesini kan jadi kita tidak bisa bertemu. Lebih baik aku menunggunya disini.

Sampai waktu istirahat hampir habis, Bara tidak juga menampakkan dirinya. Bara berbohong, tapi dari awal aku tahu dia berbohong, memang aku yang bodoh karena masih percaya. Sepertinya Bara serius mengakhiri semuanya.

Dadaku terasa semakin sesak dan sakit. Aku tidak mau seperti ini. Kenapa aku harus mengenal Bara dan jatuh cinta jika pada akhirnya aku tidak bisa bersamanya. Kenapa semua pertemuan itu harus terjadi jika akhirnya akan begitu menyakitkan seperti ini. seharusnya dari awal aku tidak pernah mengenal Bara agar aku tidak pernah merasa kehilangan. Ini sangat sakit, aku benci Bara.

Meskipun begitu, meski hanya sebentar, kebersamaanku dengan Bara meninggalkan bekas yang menyenangkan. Setidaknya aku tahu indahnya perasaan jatuh cinta. Seharusnya aku tidak membenci pertemuan itu, aku juga tidak perlu membenci Bara karena ada hal yang sangat menyenangkan yang belum pernah kurasakan sebelumnya. Ini pertama kalinya aku jatuh cinta, aku harus merayakannya meskipun ujungnya berakhir buruk.

Terlepas dari itu semua hatiku masih tidak terima. Kenapa Bara menyerah begitu saja. Apa alasannya. Aku ingin tahu alasan yang lebih masuk akal. Kurasa bukan karena perasaannya berubah. Kurasa ada alasan lain. Jika benar perasaan Bara padaku berubah seharusnya Bara tidak terlihat sedih ataupun terluka ketika mengatakan hal itu. Bukankah seharusnya dia senang jika berakhir denganku adalah keinginannya. Aku harus mencari tahu itu sendiri.

Baik Bara aku akan mencari tahu sendiri, tenang saja aku tidak akan membencimu atau menyalahkanmu. Aku bahkan berterimakasih karena memberi pengalaman jatuh cinta pertama kali yang begitu menyenangkan.

...................................................

Who Are U ?Where stories live. Discover now