19. Kenapa Harus Aku

138 7 0
                                    

Aku mengalihkan pandanganku dari buku novel yang sedang kubaca ke bunga anggrek yang sedang mekar di depan kelas sambil memikirkan sesuatu. Di novel ini menceritakan perubahan sikap seseorang yang tengah jatuh cinta. Novel percintaan antara raja yang jahat dengan perempuan berhati baik. Aku jadi berpikir kerasnya hati si raja ini bisa luluh berkat kelembutan perempuan ini jadi apa semua orang yang tengah jatuh cinta memang seperti itu. Hatinya selalu luluh sehingga berimbas pada perbuatannya yang berubah.

                Apa Bara berubah sikap hanya padaku karena Dia menyukaiku. Bara luluh olehku ?. Ah ini hanya kisah novel tidak seperti kisah nyata. Bara pasti punya alasan lain kenapa dia bersikap baik hanya padaku. Aku membuyarkan lamunanku dan melanjutkan membaca novel.

                Seseorang mengambil bukuku tiba-tiba. Seketika aku ingin marah pada siapapun yang mengganggu ketenanganku. Tapi setelah tahu siapa yang melakukannya hatiku menjadi lebih melembut, kuurungkan niat marahku. Tunggu sebentar, kenyataannya yang hatinya luluh bukan Bara tapi aku. Melihat Bara dengan wajah penasaran memandang cover novel membuatku tidak jadi marah. Mungkin jika orang lain yang melakukannya aku akan- membuat hidungnya memanjang.

"apa ini bagus ?" Bara mengembalikan buku novelku. Dia duduk di sampingku dengan membawa sebotol minuman bersoda.

Kami tengah duduk di salah satu kursi di depan kelasku. Ada banyak kursi seperti ini tersebar di berbagai sudut sekolah. Kursi ini menghadap ke lapangan basket. Meskipun agak jauh Aku bisa melihat lapangan basket dari sini, tapi aku tidak pernah bisa melihat pertandingan basket karena pasti tertutupi oleh bokong penonton di sekitar lapangan.

Aku mengangguk dan membuka bukuku lagi, berencana melanjutkan membaca.

"cuacanya bagus" Bara mendongakkan kepalanya dan menikmati pemandangan yang cerah dan agak terik.

Aku mengikuti pergerakan Bara, bola mataku melirik langit "kau benar" lalu aku kembali membaca buku.

"eh, apa kau sudah makan ?"

Sepertinya Bara tidak membiarkanku tenang membaca buku, dia ingin mengajakku mengobrol. Akhirnya akupun menutup buku itu dan menghadap ke Bara.

"aku akan makan di istirahat kedua nanti" kebetulan ini masih istirahat pertama. Aku memang jarang menghabiskan waktu istirahat pertama untuk makan. Kupikir ini terlalu pagi untuk makan lagi karena aku sudah sarapan.

"oh oke, silahkan lanjutkan membacamu" Bara menenggak minumannya. Dia menyuruhku melanjutkan membaca tapi ekspresinya tidak seperti itu. Terlihat dia akan menggangguku lagi

Aku menggelengkan kepala "tidak, kau akan bertanya lagi padaku. Kau akan menggangguku"

Bara terkekeh pelan "lagipula ini di tempat umum, jika kau ingin membaca dengan tenang ya di perpus. Jika di perpus aku tidak berani mengganggumu" Bara menggelengkan kepala menunjukkan wajah serius.

"jelas kau tidak berani, bukan aku yang akan marah tapi petugas perpus karena kau membuat keributan" dimanapun tempatnya, perpustakaan selalu melarang orang untuk berisik. Apalagi petugas perpus di sekolah ini selalu disiplin, selalu menertibkan kondisi perpus.

"apa warna kesukaanmu ?"

"mmm kuning"

"apa kau punya hewan peliharaan ?"

"tidak"

"hobby mu ?"

"membaca novel. Sebenarnya kau kenapa ?"

"aku hanya ingin mengobrol denganmu tapi aku tidak tahu apa yang sebaiknya dibahas. Hanya mengobrol denganmu itu menyenangkan"

Mendengar jawaban Bara aku tidak bisa menyembunyikan senyumku. Dia sangat pandai membuat hatiku berbunga dengan cara anehnya. Kurasa wajahku sudah sangat merah karena malu.

"ceritakan padaku apapun yang ingin kau ceritakan, aku senang mendengar suaramu dan memandangi ekspresi wajahmu" ucap Bara dengan wajah tenang seperti meminta sesuatu yang wajar.

Kenapa dia mengatakan itu dengan terang-terangan. Tidakkah dia berpikir jika aku akan semakin larut dalam perasaan suka jika dia terus begitu. Sepertinya dia memang sengaja.

"dari pada cerita, bolehkan aku bertanya ?" aku memberikan tatapan harapan. Kuharap dengan senang hati Bara bersedia menjawab tanpa ada yang ditutupi.

"sure. Everyhting u need to know I'll tell"

Aku menggigit bibir bawahku karena ragu. Bara mungkin segan untuk menjawabnya.

"jika kau tidak mau bersosialisasi dengan orang lain lalu kenapa denganku tidak begitu ? kau bilang kau akan menjadi penolongku yang pertama, lalu kenapa hanya aku dan orang lain tidak begitu ?"

Bara mengalihkan pandangannya dariku. Dia sempat menghela napas sebelum menjawab. Apa dia ragu, atau dia marah. Kuharap tidak keduanya. "Entah aku juga tidak tahu, jantungku berdegup kencang ketika melihatmu menenggak minuman di depanku. Itu pertama kalinya aku merasa aneh"

Aku mengingat kejadian dimana aku menyerobot minuman yang akan diambil Bara. Waktu itu aku tidak lihat jika yang disampingku adalah Bara. Aku bahkan belum tahu nama Bara waktu itu.

"setelah itu aku suka mendengar suaramu, memandang ekspresi wajahmu, senang berada di dekatmu. Kurasa aku tidak mungkin bisa bersikap acuh padamu" bara memandangku dengan senyum kecil. Dia lalu mengalihkan pandangannya ke depan. Aku tahu dia sedang malu. Itu ekspresi yang lucu sekali.

Apa ini sebuah pengakuan jika dia menyukaiku. Atau ini sebuah curahan hati jika dia merasa bingung dengan apa yang dia rasakan terhadapku.

"kau aneh"

Bara memicingkan mata padaku, sepertinya aku telah salah bicara.

"kau yang aneh, kenapa kau membuat jantungku berdegup cepat saat itu dan kau selalu memenuhi pikiranku. Aku bahkan tidak mengerti kenapa itu harus kau" jawab Bara dengan nada kesal yang dibuat-buat. Aku ingin tertawa karena ekpresinya sangat imut.

"baiklah aku yang bersalah sebaiknya aku menjauh" aku pura-pura merajuk. Aku meninggalkan Bara duduk sendirian di kursi halaman sekolah.

Tidak butuh waktu lama Bara segera menyusulku "kau tidak perlu menjauh itu bukan sebuah kesalahan" Bara menarik tangan kananku untuk berbalik. Apa dia ingin melanjutkan permainan dramanya.

                Setelah aku berbalik dan memperhatikan ekspresi wajah Bara sepertinya tidak, dia terlihat serius. Apa dia menganggap ucapanku serius. Keningnya berkerut, sepertinya dia sangat khawatir dan menganggap gurauanku serius.

"aku hanya bercanda, seperti yang kau lakukan. Aku mengerti apa yang kau ucapkan tapi kali ini aku bercanda"

Kerutan di keningnya sekarang merengang, Bara bernapas lega sekarang "lalu kenapa kau pergi ?"

"sebentar lagi bel, aku harus kembali ke kelas" detik kemudian bel masuk benar-benar berbunyi dengan nyaring. Aku dan Bara tertawa bersamaan. Kenapa bel itu tepat sekali.

"baiklah, tapi semua ucapanku benar kecuali kalimat kau aneh. Kau tidak aneh"

Tanpa Bara menjelaskan pun aku sudah mengerti. Tapi aku lega dia khawatir dengan pemikiranku yang mungkin akan keliru. Aku mengangguk dengan senyum lalu pergi mendahului Bara.

Seharusnya Bara tidak perlu khawatir, aku bahkan sangat senang mendengar semua jawabannya. Seolah ada bunga-bunga yang tumbuh diatas perutku. Sepanjang jalan kembali ke kelas tidak hentiya bibirku tersenyum. Semua ucapan Bara masih terngiang di telingaku. Pipiku keram karena aku terlalu lama senyum.

Aku tidak tahu apa yang kulakukan sampai membuatmu kelimpungan tidak bisa mengendalikan diri seperti itu Bara. Aku tidak merasa melakukan sesuatu yang spesial. Hanya menenggak minuman di depanmu saja sudah membuat harimu berantakan. Itu menyenangkan.

Aku terus memikirkan Bara meskipun pelajaran sudah dimulai. Bahkan aku juga berpikir apakah Bara juga memikirkanku saat ini. apa yang Bara pikirkan tentangku saat ini. Astaga kenapa wajah Bara kembali muncul di papan tulis. Aku harus mengigit bibirku kuat untuk mencegah senyum. Bisa dikira gila jika aku ketahuan senyum sendiri padahal tidak ada yang lucu. Lebih parah lagi jika aku ketahuan mengabaikan penjelasan guru akan tamat hidupku.

Bara seharusnya kau juga tahu kau sudah membuat hidupku juga berantakan. Berantakan yang aku suka. Sepertinya semua syaraf dalam tubuhku sedang menari karena rasanya tubuhku seribu kali lebih ringan dan bisa melayang.

........................................

Who Are U ?Where stories live. Discover now