26. Speechless

116 7 0
                                    

                Aku masih belum bisa berpikir jernih. Semua gambaran mengenai tumbuhan yang bergerak tadi masih berputar di kepalaku.

Bel pulang sekolah berbunyi, ketika aku keluar kelas, mataku bertemu salah satu tanaman yang ada di dalam pot. Tepatnya ada di depan ruang kelasku. Aku menatapnya tajam, perlahan kakiku melangkah mendekatinya. Aku ingin mengamatinya dan menunggunya untuk bergerak. Siapa tahu dia lelah dan butuh peregangan akar. Aku menjaga mataku agar tidak berkedip. Aku tidak mau melewatkan satu detikpun dan meninggalkan pergerakan tumbuhan ini.

Tumbuhan ini diam saja, bahkan tidak ada angin yang membuatnya bergerak. Mataku lelah karena terlalu lama melotot. Panas dan pedih juga ternyata. Aku mengedipkan mata untuk menyembuhkannya.

Jari telunjuk kananku menunjuk tanaman ini "aku tahu kau bisa bergerak" aku menggigit bibir bawahku, sepertinya aku harus mengancam "kau bergerak atau aku akan membunuhmu. Akan kupangkas daun daunmu, kupatahkan batangmu dan kucabut akarmu maka berakhirlah hidupmu" aku berkata dengan yakin dan penuh penekanan.

Kutunggu beberapa detik, tanaman ini tidak juga bergerak. Aku mengarahkan dua telapak tanganku bersiap menerkamnya. Perlahan dan semakin dekat. Kurasa dengan begini orang akan takut jika akan di cekik. Tapi tanaman ini masih tetap diam.

Tidak berhenti disitu, aku semakin berani dengan menyentuh salah satu daunnya. Mataku memicing "aku serius. Jika kupangkas ini kau akan terluka, getah akan keluar dari tubuhmu dan kau akan hancur" aku sangat geram dan sudah hampir mematahkannya. Tapi ppffft bagaimanapun juga aku tidak boleh jahat.

"atau mungkin hanya tanaman tadi yang spesial ? satu-satunya tanaman yang bisa bergerak" aku berpikir keras untuk melakukan ancaman pada tanaman tadi. Tapi semua sudah pulang dan pasti sepi disana, aku tidak berani. Bagaimana kalau tanaman itu menyerangku atau menggigitku. Aku harus cari cara lain.

Karena tidak ada hasil, akhirnya aku memutuskan untuk pergi dan pulang. Kasihan supirku sudah menungguku diluar. Aku harus menghentikan sikap bodohku dan bersikap rasional.

Aku baru saja masuk mobil dan supirku menyalakan mobil, ketika itu Bara melewati mobilku, dia mendahuluiku. Seperti ada sesuatu dalam diriku yang mendorongku untuk mengikuti Bara lagi. Dari pada menyesal nanti lebih baik aku lakukan. Mungkin saja aku bisa tahu dimana rumah Bara.

"Pak tolong ikuti dia, dia yang pakai motor besar hitam dan helm hitam"

Tanpa banyak bicara supirku langsung menginjak pedal gas dan mengikuti. Supirku memang irit bicara, dia seperti robot. Dia selalu bergerak dengan sikap sempurna. Pakaiannya juga selalu rapi, pakai kemeja dan celana kain bahan. Dia jarang tersenyum, benar-benar dia seperti robot. Jika bicara dengan orang tuaku selalu dengan bahasa baku dan sikap sempurna seolah bicara dengan pembina upacara. Padahal orang tuaku tidak pernah menyuruhnya seperti itu. Tapi yasudah dia memang begitu. Tapi jika tidak ada aku dan orang tuaku dia bisa bersikap biasa kok, ketika bertemu orang lain, atau supir tetanggaku dia bisa tersenyum. Entahlah dia terobsesi dengan apa.

"Pak tolong diikuti tapi jangan sampai ketahuan jika kita mengikuti. Maksudku kita perlu jaga jarak"

"siap" jawabnya seperti bicara dengan komandan upacara.

Aku seperti pernah melihat arah jalan ini. Tapi aku lupa ini dimana. Otakku berusaha menggali memori ingatan lamaku, tapi belum ketemu juga. Motor Bara berbelok ke sebuah taman, nah aku baru ingat. Bara pernah mengajakku ke taman ini bermain basket berdua.

Mengingat kejadian bermain basket berdua membuat dadaku berdesir meratapi kesedihan. Kejadian manis itu kini hanya tinggal kenangan. Rasanya aku ingin kembali ke saat-saat itu. Mengingat bagaimana Bara tersenyum ke arahku, Bara membantuku memasukkan bola ke dalam ring. Astaga rasanya dadaku semakin nyeri. Aku hampir menangis.

Aku kembali memandang Bara yang baru saja turun dari motor dan masuk ke area taman. Aku menunggu beberapa saat baru keluar, agar tidak ketahuan.

"Bapak tunggu disini ya"

"siap"

Aku masuk dengan mengendap-endap. Aku juga merundukkan badanku berharap tanaman rimbun ini bisa menutupi tubuhku.

Aku tidak menemukan Bara, sial aku kehilangan jejak. Sepertinya aku menunggu di mobil terlalu lama. Taman ini luas, bagaimana aku mulai mencarinya. Bisa-bisa aku malah bertemu dengannya secara jelas dan rencanaku gagal.

Aku berjalan ke lapangan basket. Itu satu-satunya tempat yang ada di kepalaku pertama kali untuk kuperiksa. Aku berjalan kesana tpi Bara tidak ada.

Aku beralih ke tempat lain, disini ada banyak alat olahraga. Beberapa orang menggunakannya. Aku juga tidak menemukan sosok Bara. Aku memutar badanku mengedarkan pandangan menyapu semua sudut sejauh jangkauan mataku.

Kutemukan di area yang jauh dari tempatku berdiri. Terlihat kecil sosok itu memakai seragam sekolah seperti Bara. Aku mendekatinya. Semakin dekat semakin jelas jika itu benar Bara. Di sini sepi, maksudku tidak ada orang sama sekali. Tidak satupun orang kecuali Bara. Ada pohon beringin besar di sudutnya. Pohon beringin yang besar, rimbun serta banyak ranting menggantung. Pohon beringin ini terlihat gelap dan memberikan kesan seram. Sepertinya pohon beringin gelap ini yang membuat orang enggan mendekat. Tapi tanaman di sekitar sini terlihat lebih segar dan sehat daripada tanaman di area lain.

Aku bersembunyi dibalik semak-semak. Aku bisa memantau Bara dengan jelas, dia memegang ranting pohon beringin itu. Mengusapnya lalu lama-lama dia menarik-nariknya. Mataku mengerjap ketika ranting itu bergerak melilit kaki Bara. Aku melebarkan mataku.

Ranting itu melilit kedua kaki Bara dan menariknya keatas membuat Bara terayun dengan kepala dibawah. Setelah itu beberapa ranting lain melilit kedua tengan Bara. Tubuh Bara terayun-ayun. Ini membuatku takut, aku benar-benar takut. Nafasku tercekat aku seperti kehabisan oksigen. Aku kesulitan bernapas.

Aku berusaha mengendalikan diri dan menarik napas dalam-dalam. Aku takut ranting itu bisa mencelakai Bara, itu bahaya itu menakutkan. Aku hampir berlari menyelamatkannya sampai aku terhenti ketika melihat Bara tertawa terbahak-bahak. Dia terlihat begitu menikmatinya. Astaga apa yang sedang kulihat ini.

Aku bisa mendengar tawa renyah Bara. Mereka berdua seperti sedang bermain. Bara berucap untuk minta diturunkan. Kemudian ranting itu bergerak lagi secara perlahan, tapi tidak menurunkan Bara ke tanah melainkan membuat simpul seperti ayunan dan Bara duduk diatas ayunan itu.

Badanku limbung karena hilang keseimbangan, aku terduduk di rerumputan. Kepalaku tiba-tiba pusing, semuanya seperti berputar. Ini mungkin reflek yang dilakukan tubuhku karena melihat sesuatu yang tidak bisa diterima akal sehatku. Aku ingin muntah. Sepertinya aku tidak sanggup melakukan pengintaian ini. Aku lebih terkejut dari sebelum ini. Aku harus pulang sebelum aku pingsan disini karena lebih terkejut.

Aku mundur dengan perlahan dan menjauh dari sini. Jarak orang-orang dengan posisi Bara memang jauh jadi mungkin tidak satupun orang melihat tingkah aneh Bara.

Beberapa orang yang berpapasan denganku menatapku khawatir, aku tidak tahu kenapa.

"kau baik-baik saja ?" salah seorang nenek menghentikanku meremas lenganku, dia memperhatikan wajahku. Memangnya nenek ini tahu masalahku ? tapi apa yang sebenarnya terjadi padaku sampai dia bertanya seperti itu, aku tidak tahu mau menjawab apa "kau pucat sekali anak muda" suara nenek itu bergetar, bukan karena gugup tapi karena beliau sudah sangat tua, kulitnya sudah keriput seperti plastik lusuh. Tapi beliau masih terlihat kuat dan sehat.

Aku memaksa bibirku tersenyum "aku baik-baik saja" aku melepas genggaman nenek itu dari lenganku lalu aku permisi menjauh.

......................................................................

Who Are U ?Where stories live. Discover now