6. Rea's distraction

235 8 0
                                    

Entah apa yang dikatakan Jafin yang jelas sekarang pada akhirnya aku duduk di ruang tengah rumah Rea bersama Bara dan Jafin. Sudah sepuluh menit aku duduk disini tanpa bicara apapun dan sepertinya Jafin juga Bara masih merasa canggung untuk memulai. Sepertinya Jafin mulai menyesali perbuatannya. Karena kita tidak cukup dekat untuk berkunjung sampai ke rumah seperti ini. Jafin hanya melempar senyum canggung padaku ketika mata kita tak sengaja bertemu. Apa yang ada di dalam pikirannya sehingga memutuskan untuk ikut kesini. Sedangkan Bara dia hanya diam tidak sekalipun dia memandangku. Sepertinya dia merasa tidak nyaman. Aku jadi ingin tertawa melihat ekspresi mereka yang seolah merasa terjebak.

                Rea kembali ke ruang tengah dengan membawa buku dan alat tulis. Berbanding terbalik dengan ekspresi yang diberikan Rea, dia sangat bahagia, sangat amat bahagia. Dia tidak berhenti tersenyum menampilkan gigi-giginya. Rea duduk di sampingku. Kita berada diatas karpet dimana ditengah kita ada meja persegi panjang. Tidak besar tapi ini cukup untuk berempat. Kami berada diruang keluarga dan terdapat sofa panjang dan tv. Kami berada ditengah-tengahnya. Kalau aku kesini sendiri mungkin aku akan ke kamar Rea, bukan disini.

"kita bisa mulai belajar ?" aku memecah keheningan dengan pertanyaan yang sudah jelas aku tahu jawabannya.

"ya tentu" Jafin menurunkan tas miliknya lalu dia berbisik pada Bara untuk mengeluarkan buku milik Bara. Oiya aku ingat, disini Jafin yang akan mengajari Bara.

                Bara sudah membuka buku dan memegang pena, kulirik sepertinya mereka juga mengerjakan tugas matematika.

                Aku menunggu Rea yang sedang mengisi pensil mekanik miliknya. Setelah itu aku memintanya menyimak soal nomor pertama. Baru dibaca satu kata dia berhenti "penghapus karetku tidak ada di kotak pensil"

"tapi kita belum butuh itu"

"aku ambil dulu jadi nanti ketika butuh sudah siap" Rea langsung pergi ke kamar, aku hanya bisa menghela napas.

                Aku melirik ke arah Jafin dan Bara, mereka sudah sampai nomor dua, lumayan cepat juga mereka. Kerja tim yang bagus. Aku melihat lagi ke arah Rea pergi, tidak kulihat ada tanda-tanda dia kembali. Sepertinya Dia sedang mempermainkanku.

                Kembali aku melirik ke lembar pekerjaan Bara, mereka baru saja menyelesaikan nomor tiga. Sepertinya mereka sangat tenang dan Jafin juga tidak banyak bicara. Jafin hanya memberi arahan sedikit.

                Jafin memergokiku yang sedang memperhatikan tulisan Bara. Jafin berdehem membuatku sedikit terkejut "kalian sangat tenang, kupikir kalian akan saling berdebat" aku mencoba menutupi kecanggunganku.

"Bara pintar, dia tidak butuh bantuanku. Dia hanya butuh catatanku karena minggu lalu dia tidak masuk sekolah" aku mengerti sekarang, kenapa Jafin tidak perlu banyak bicara

                Rea kembali setelah sekian lama. Setelah Rea meletakkan penghapus disampingnya dia mulai melanjutkan membaca soal nomor satu, yak masih nomor satu. Setelah selesai membaca soal aku memberikan rumus untuk Rea tidak lupa menjelaskan cara mengerjakannya. Kemudian kubiarkan Rea menghitung sendiri jawabannya. Dia mulai menghitung tahap awal, aku memperhatikan setiap hitungannya dan, Rea berhenti lagi- Dia terlihat sedang memikirkan sesuatu.

"sepertinya kalau belajar didampingi dengan makanan ringan akan lebih semangat, sebentar aku siapkan dulu" Rea bergegas berdiri lalu berlari ke dapur. Aku ingin mencegahnya tapi aku kehabisan alasan, sebenarnya sudah sewajarnya jika pemilik rumah menjamu tamu tapi kurasa waktunya kurang tepat. Sudah dua puluh menit dan satu soal pun belum selesai. Aku memijat kepalaku yang pusing memikirkan Rea.

"sepertinya Rea anak yang lucu" ucap Jafin

"ya sangat lucu, sangat amat lucu" ucapku dengan nada kesal.

Who Are U ?Where stories live. Discover now