22. Situasi Rumit

133 6 0
                                    

Aku tidak bisa fokus dengan pelajaran. Guru memberi kami tugas kelompok dan aku tidak banyak berkontribusi di dalamnya. Kepalaku dipenuhi hal mengenai Bara. Bagaimana caranya agar aku bisa memperbaiki keadaan ini. Bukannya tambah baik malah yang menjadi semakin buruk.

"Re, aku boleh bertanya sesuatu ?" aku ragu untuk memulai, setidaknya agar aku bisa mendapat saran aku harus mengakui perasaanku dulu di depan Rea. Ini seperti sebuah deklarasi bagiku. Deklarasi bahwa Faleesha menyukai Bara, yang mana sebelumnya aku tidak jujur pada Rea.

Rea menatapku bingung, dia tidak menjawab. Dia pikir aku sedang bercanda. Dia sibuk menulis hasil diskusi. Rea selalu mengajukan diri menjadi notulis jika sedang kerja kelompok. Dia bilang, notulis lebih mudah karena tidak perlu berpikir.

"kalau aku suka dengan Bara, apa kau akan kecewa ?" tanyaku dengan nada ragu. Aku tahu ini omong kosong, tapi aku juga khawatir Rea akan kecewa karena dia sempat menyukai Bara sebelum ini. Aku ingin tahu bagaimana tanggapannya tentang hal itu.

Rea terkejut mendengarku, dia sampai menjatuhkan pena yang dia pegang "tentu saja tidak, aku hampir suka dengan Bara itu kan dulu. Itu juga hampir, tidak ada kesempatan untukku menyukai Bara. Sepertinya dunia memang tidak berpihak. Dan kalau kamu suka Bara itu sudah beda cerita tidak ada hubungannya. Aku dukung kalau kamu suka dan dia baik ke kamu tapi kalau dia jahat bilang saja akan kujadikan perkedel" Rea memperagakan dengan meremas angin di depan mataku.

Aku terdiam sejenak, berpikir merangkai kalimat untuk melanjutkan deklarasiku.

"kau menyukainya ? sebenarnya aku sudah menduga, tapi kau bilang tidak jadi aku mengabaikan pikiranku itu" Rea bertanya lagi.

Aku memutuskan untuk mengerjakan soal bagianku dulu. Aku mengerjakan dengan cepat agar ada sisa waktu untuk menceritakan kepada Rea.

Aku menggigit bibir bawah menahan keraguan "iya a-aku suka Bara" perlahan bibir Rea merekah. Dia tersenyum lebar sampai mulutnya hampir robek ke telinga.

"tapi aku sedang bermasalah" senyum Rea perlahan memudar berganti wajah khawatir. Kau tahu ekspresi jika sahabatmu khawatir atas percintaanmu itu seperti ibumu khawatir melihatmu jatuh.

"sembari menunggu mereka menyelesaikan tugas, ceritakan padaku apa masalahmu dengan Bara" mendengar ucapan 'masalahku dengan Bara' entah kenapa hatiku berdesir. Aku tidak suka kalimat itu.

Aku memandangi satu persatu teman anggota kelompokku. Mereka masih sibuk menyelesaikan bagian mereka. Dan Rea sedang menunggu jawaban mereka untuk di salin di satu lembar jawaban. Maaf teman-teman biasanya aku akan membantu kalian tapi kali ini masalahku sedang rumit.

Aku mulai menceritakan semuanya dari awal kedekatan sampai di titik sekarang aku merasa salah langkah. Aku juga menceritakan bagaimana perasaanku saat bersama Bara dan saat bersama Elo. Rea tertawa terbahak-bahak ketika aku menceritakan pertemuanku di café dengan Elo lalu kemudian Bara datang. Rea pikir itu lucu, padahal bagiku itu malapetaka.

"aku tidak bisa menebak isi kepala Bara. Dia merelakanmu atau memang Dia tidak sungguh-sungguh tertarik padamu" ucap Rea dengan wajah berpikir. Baru kali ini dia terlihat benar-benar berpikir. Memikirkan isi kepala Bara.

"seharusnya Bara menanyakan hubunganmu dengan Elo dan memperjelas hubungan kalian, atau paling tidak dia segera menembakmu. Jika Bara memang cemburu"

"lalu sebaiknya apa yang kulakukan ?" tanyaku dengan tatapan penuh harap.

"bersikap baik dengan Elo sewajarnya saja, dan mulai tunjukkan jika kau menyukai Bara. Seperti memberi perhatian, atau bertanya lebih dulu, menanyakan kehidupan pribadinya yaa semacam itu" aku mengangguk "disamping itu aku akan mencari tahu, aku akan mengorek informasi dari Jafin. Jika ternyata Bara tidak sungguh-sungguh menyukaimu lebih baik kau pertimbangkan Elo, pilih yang pasti-pasti saja. Lagi pula Elo tidak buruk juga kan"

                Tanpa berpikir panjang, aku memukul bahu Rea. Aku menyukai Bara tapi dia menyuruhku memilih Elo, konyol sekali.

...............................................

Aku tidak bisa berhenti memikirkan Bara. Aku tidak berminat melakukan aktifitas apapun. Sepulang sekolah aku hanya mengurung diri di kamar. Aku hanya duduk dan melamun. Pindah dari kasur ke kursi lalu balik lagi ke kasur, begitu terus sampai badanku terasa pegal.

Aku benar-benar takut jika Bara menyerah olehku setelah melihatku bersama Elo. Aku yakin Bara sungguh-sungguh menyukaiku. Hanya saja dia kecewa lalu menyerah. Semua kesalahan ada padaku. melihat semua kejadian terakhir ini sepertinya Bara memang menyerah, aku tebak 70% Bara menjauhiku karena dia menyerah olehku.

Ponselku berdering, aku mencarinya yang sudah hilang dibalik bantal. Rea menelfonku.

"halo" sapaku dengan nada malas.

"kau baik-baik saja ? kau sakit atau lapar ?"

Aku menghela napas gusar "seharusnya kau bisa menebak apa yang terjadi padaku"

"kasihan sekali, masih muda sudah patah hati. apa kau sangat-sangat menyukainya sampai merasa begitu menderitanya"

"aku tidak perlu menjawab kan"

"maaf-maaf. Aku sudah bertanya ke Jafin mengenai Bara" seketika dadaku berdegup. Mendengar nama Bara saja jantungku sudah tidak karuan. Selain itu cepat sekali Rea mendapat informasi ini. Kurasa Rea dan Jafin sudah sangat dekat sampai dia bisa terbuka dalam segala hal. Tidak perlu waktu lama tinggal bertanya saja langsung di jawab oleh Jafin.

"jadi ?" aku langsung menuntut ke intinya.

"Jafin bilang, Bara tidak bisa denganmu"

"maksudnya ?"

"Jafin bilang Bara tidak sungguh-sungguh dan dia tidak bisa bersamamu"

"kenapa begitu ? tapi selama ini ucapan Bara dia seperti menyukaiku. Bara juga bilang akan lebih  menunjukkan sikapnya yang tertarik padaku. Bara bilang itu di pantai" aku tidak terima dengan fakta yang diberikan Rea. Otak dan tubuhku semuanya menolak. Apa yang dikatakan Jafin tidak sesuai dengan apa yang aku rasakan.

"aku juga tidak tahu. Jafin tidak akan berbohong Faleesha" Rea menegaskan agar aku percaya. Aku tidak bisa percaya. Yang kurasakan sangat berbanding terbalik dari yang disimpulkan Jafin. Aku tidak mungkin percaya.

"tapi aku rasa tidak mungkin"

"menurutku mungkin saja. Mengingat Bara adalah manusia anti sosial dan sikap buruk Bara kau tahu yang kuceritakan dulu. Aku tahu Bara bersikap baik padamu tapi diluar itu dia selalu bersikap buruk jadi mungkin saja dia juga bersikap buruk padamu"

                Rea tidak tahu siapa Bara. Rea tidak pernah melihat sisi baik Bara. Dia mau berteman dengan Bara hanya karena Jafin. Rea belum mengenal Bara. Jadi penilaian Rea tidak akurat.

"kau masih disana Falee ?" Rea pikir aku sudah menghilang karena aku terlalu lama diam melamun.

"iya terimakasih informasinya"

"jika kau mau mendengar saranku lebih baik kau pikirkan mengenai Elo. Aku sudah mencari tahu bahwa Elo orang yang baik"

"iyha" suaraku bergetar. Aku tidak menyadari jika air mataku sudah tumpah. Hatiku serasa diremas mendengar semua ucapan Rea. Terlebih ketika dia bilang aku harus memilih Elo. Rea tidak mengerti apa yang kurasakan, dia tidak tahu.

"kau menangis ? astaga maafkan aku. Aku hanya mau yang terbaik untukmu Faleesha aku tidak ingin seseorang menyakitimu. Lihatlah kenyataannya sekarang, Bara tidak memberimu kejelasan dan malah mendiamkanmu"

Aku memotong ucapan Rea karena sudah tidak tahan lagi "iya terimakasih banyak aku akan berpikir dulu" segera kututup panggilan.

                Tidak satu orang pun tahu isi hatiku, tahu perasaanku, tahu situasiku. Semua tidak tahu. Seharusnya aku tidak meminta saran dari Rea.

....................................

Who Are U ?Where stories live. Discover now