12. Stalker

164 8 0
                                    

                Kakiku melangkah perlahan memasuki area sekolah. Mulutku tersenyum menyapa petugas keamanan yang selalu berjaga di gerbang setiap pagi. Masih terlalu pagi, jadi belum banyak siswa yang datang. Biasanya di jam akhir mendekati jam masuk kelas maka siswa akan berhamburan dan koridor terlihat semakin sibuk. Aku tidak suka tergesa-gesa, aku tidak suka diburu waktu. Aku lebih suka begini, santai menikmati suasana pagi yang cerah. Memangnya aku bisa menikmati indahnya langit yang biru jika aku datang terburu-buru. Aku hanya akan fokus dengan jam dan tembok tembok kelas berharap segera tiba di kelas.

Sampai di dalam kelas, masih sebagian siswa yang sudah datang. Aku melihat kursi Rea yang ada di sampingku juga masih kosong. Rea belum datang padahal aku memintanya datang lebih awal. Aku ingin menjelaskan beberapa rumus yang penting. Supaya nanti ketika Pak Guruku bertanya dia sudah tahu jawabannya.

"Good morning Faleeshaaaaa" suara Rea memenuhi kelas. Dia baru saja memasuki kelas. Aku sempat menggelengkan kepala melihat tingkahnya. Rea berjalan mendekatiku.

"aku tepat waktu kan, aku tahu kau baru datang. Aku melihatmu dari jauh tadi" Rea menarik kursi miliknya untuk bisa duduk dekat denganku.

Aku mengeluarkan lembaran soal serta beberapa lembaran lain berisi jawaban. Dua bola mata Rea berbinar seperti sedang melihat makanan lezat. Senyumnya juga tak ketinggalan, bibirnya merekah sampai kelihatannya hampir sobek ke kuping. Dia sangat senang.

"uuu kau memang sahabat terbaikku, kau selalu bisa diandalkan. Makasih ya Falesha cantik baik sejahtera abadi nan jaya" Rea memelukku erat sampai aku kesulitan bernapas. Dasar anak ini.

"perjuangan belum selesai" aku melepaskan tangan Rea. Aku membuka lembaran kosong di buku catatan pribadiku untuk memberi penjelasan Rea. "nih aku jelasin beberapa rumus yang susah" Rea memperhatikanku.

------------

"nah gitu, paham kan ?" tanyaku ketika selesai menjelaskan semuanya secara singkat. Aku berusaha menghemat waktu agar semua tersampaikan sebelum bel masuk berbunyi.

Rea menggelengkan kepala.

"yasudahlah pokoknya begitu, ini disimpan" aku merobek kertas yang kupakai agar Rea mau memahami penjelasanku.

Bel masuk pun berdering, Rea kembali ke posisinya. Guru matematika kami datang. Entah kenapa aku merasa gugup. Aku khawatir dengan nasib Rea, jika nanti ketahuan aku juga ikut andil dalam kesalahan ini.

...................................................................

Bel istirahat berbunyi, untungnya semua aman terkendali. Guruku kelihatan tidak curiga, karena memang aku sengaja mengerjakan soal dengan salah di beberapa nomor.

Aku berencana mengembalikan buku yang kupinjam ke perpustakaan. Buku yang menarik, lebih menarik lagi ketika mengingat peristiwa pengambilan buku ini. Sangat menarik sampai membuatku malu. Aku ingat waktu itu Bara bilang 'aku ingin menguji sesuatu'. Menguji apa, mental. Aku menggeleng kepala mengingat kejadian aneh itu.

Aku tidak berlama-lama di dalam perpustakaan, karena aku ingin menyusul Rea di kantin. Sekembalinya dari perpus aku melihat Bara berjalan tak jauh di depanku. Saking seringnya aku memperhatikan Bara sekarang aku jadi sangat hapal sudut pandang tubuhnya dari belakang, aku yakin itu Dia. Bara berjalan sendirian dan aku mengikuti di belakangnya. Aku tidak sengaja mengikutinya, hanya kebetulan arah kami sama.

Aku melihat tak jauh di depan Bara ada anak laki-laki terjatuh. Aku sempat terkejut karena suara jatuhnya begitu keras seperti sebuah hantaman, kemudian anak laki-laki lain menghantamkan satu kepalan tangan ke wajah yang jatuh. Astaga perkelahian lagi. Aku berhenti sejenak, aduh apa aku ambil jalan lain saja pasti ricuh disana. Kenapa jiwa anak laki-laki selalu berapi-api dan tidak mau mengalah, memangnya tidak sakit berkelahi begitu. Aku lihat Bara terus saja berjalan dengan santai.

Ah aku mau lihat, apa Bara akan melerai mereka. Karena sampai sekarang belum ada yang berani melerai. Biasanya jika ada perkelahian seperti ini masih ada beberapa siswa yang waras untuk melerai. Semoga Bara salah satu dari yang waras itu. karena penasaran dengan tindakan Bara akhirnya aku melanjutkan jalanku di belakang Bara.

What the Bara tetap berjalan santai dan melewati mereka begitu saja. Bahkan kepalanya tidak menoleh untuk melihat mereka. Aku terus mengikuti Bara, sampai aku berjalan hati hati ketika melewati kerumunan adu jotos itu.

Bara mengambil jalan belok ke kiri, kurasa dia akan kembali ke kelasnya. Sedangkan jika aku ke kantin aku harus ke kanan. Aku mengurungkan niatku ke kantin.

Aku semakin penasaran dengan Bara. Dia seolah punya dua sifat yang berbeda. Aku ingin membuntutinya, tidak hanya sekarang maksudku beberapa waktu kedepan juga. Tapi disisi lain aku khawatir apa tindakanku ini dibenarkan. Bagaimana jika Bara tahu dan marah karena aku mengikutinya secara diam-diam.

Tapi, aku sangat penasaran. Jadi keputusannya jangan sampai ketahuan agar semua aman. Aku harus bergerak seperti detektif, agar Bara tidak merasa terganggu sampai aku mendapatkan semua jawaban dari rasa penasaranku.

Ada dua manusia yang kukenal berdiri di depan pintu kelas Bara. Gita dan Sasa. Mau apa mereka.

"eh apa kita titip ke Bara aja ?" ucap Sasa yang suaranya terdengar samar. Sasa terlihat akan memanggil Bara tapi Gita menahannya. Gita menutup mulut Sasa tiba-tiba.

"udah ga usah, jangan berharap ke Bara deh" ucapan Gita dengan sarkas saat Bara melewati mereka berdua. Pasti Bara dengar dengan jelas.

Sasa tertawa cekikian "kenapa, punya dendam ke Bara ?"

"udahlah yang jelas jangan berharap apapun ke Bara, jangan harap dia mau ngasih titipan kado ke Jafin"

"memang kenapa ? apa kau pernah di tolak Bara sampai dendam begitu ?"

Aku masih menguping obrolan mereka. Apa benar Gita pernah begitu. Kenapa Gita sangat yakin dengan sikap Bara padahal kan kita selalu beda kelas, bagaimana Gita tahu kepribadian Bara.

"ENGGAK" sekarang Gita membentak tapi Sasa malah terbahak-bahak.

"kau kenal Bara, kenapa kau tahu tentang Bara" Sasa melipatkan kedua tangan di dada seolah menyelidiki Gita.

"udah berhenti tanya, kalau tidak percaya kau coba saja hal paling dasar, kau panggil Bara pasti dia tidak akan menjawab"

"dia pasti mau, dia kan sahabatnya Jafin. Aku sudah menyelidikinya sendiri"

Sasa memanggil Bara dari pintu masuk. Panggilan pertama sepertinya tidak terjawab, Sasa memanggil lebih keras lagi. "Bara mau titip sesuatu untuk Jafin" begitu kira-kira ucapan Sasa. Tapi tetap tidak mendapat jawaban. Sampai berkali-kali Sasa memanggil dan dia menyerah juga. Mereka berdua akhirnya meninggalkan kelas Bara.

"Bara ganteng juga sih, jadi tidak perlu malu mengakui kalau pernah dekat sama Bara hahaha" ucapan Sasa yang masih menggoda Gita. Hatiku sempat berdesir mendengar kalimat itu. kenapa kesal ya, mungkin secara diam-diam banyak yang suka dengan Bara.

Melihat mereka berdua pergi Aku memutuskan ke kantin menyusul Rea, masih ada waktu untuk membeli minum. Sekarang pikiranku jadi penasaran kenapa Gita bisa mengerti sifat Bara. Apa yang pernah terjadi dengan mereka. Apa nasib Gita sama dengan nasib Rea, tapi Rea belum sempat dekat dan sepertinya Gita punya hubungan lebih jauh ketimbang Rea waktu itu.

............................................................

Who Are U ?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang