48. Halusinasi

105 8 0
                                    

"Fal, Fal ada berita penting" Jafin memanggil-manggil namaku dari pintu kelas.

Aku masih sibuk merapikan buku dan alat tulis, tapi panggilan Jafin dengan nada gelisah serta panik sangat menyita perhatianku. Apa yang akan dia sampaikan. Aku penasaran tapi disisi lain juga aku tidak mau dengar jika itu berita yang buruk.

"apa ?" aku menghampiri Jafin di pintu dan dia segera menarik tanganku keluar kelas. aku semakin merasa aneh dengan perlakuan Jafin.

Jafin membawaku ke tempat yang lumayan sepi, di depan ruang guru. Ya sepi memang, lagi pula siapa yang berani membuat gaduh di depan ruang guru.

"heemm" Jafin menghembuskan napas gusar, akhir-akhir ini aku sangat benci helaan napas seperti itu. "aku tidak bisa bertemu Bara, bahkan aku tidak diijinkan masuk" ucap Jafin kemudian.

"kali ini aku juga ikut dihindari, Bara tidak boleh bertemu siapapun" Jafin memberi penjelasan lebih.

"separah itu ?" tanyaku, seketika aku diselimuti perasaan bersalah. Bara dikurung karena ulahku yang nekat masuk ke rumah Bara. Sekarang apalagi yang harus kuperbuat untuk memperbaiki keadaan.

"ini karena ulahku"

"ya. Tapi bukan berarti kau harus kesana dengan dalih memperbaiki keadaan, yang ada kau akan memperburuk keadaan"

Jafin benar, aku tidak mungkin kesana. Itu namanya bunuh diri. Inikah akhir dari hubunganku dengan Bara, aku sangat tidak terima dan tidak rela. Kenapa hal seperti ini harus terjadi. Apa aku sedang mendapat hukuman, tapi hukuman karena apa. atau aku sedang diuji, tapi ujian macam apa yang tidak ada jalan keluarnya begini.

"bukankah ini akan menyiksa Bara jika dikurung di rumah ?"

"kau benar. Tapi kita tidak mungkin lapor ke komnas perlindungan anak, jika Bara dipisahkan dari Ibunya maka identitasnya mudah diketahui"

Lagi-lagi ucapan Jafin benar, Bara bukan manusia normal jadi semua solusi terasa rumit untuk Bara.

"lebih baik, kau tenangkan diri saja. Mungkin satu bulan lagi kemarahan Tante Agni akan mereda dan aku bisa diterima lagi disana. Biarkan semua orang tenang dan berpikir masing-masing. Kau juga pikirkan dirimu lebih dulu dan berlatihlah mengikhlaskan Bara"

Aku terkejut dengan kalimat terakhir yang Jafin ucapkan. Aku memberikan sorot mata tajam padanya karena tidak suka.

"apa aku salah, memangnya dengan keadaan seperti ini ada kemungkinan hubungan kalian akan membaik. Belajarlah realistis Faleesha"

Aku sangat kesal dengan apa yang diucapkan Jafin tapi aku lebih kesal lagi ketika menyadari yang diucapkan Jafin adalah benar.

"atau kau bisa memulai cerita baru dengan orang lain, itu akan lebih mudah untukmu melupakan Bara. nah itu Elo, bukankah kalian pernah dekat dulu" Jafin memanggil seseorang yang berada di belakangku. Kebetulan sekali Elo ada di sana dan Jafin memanggilnya untuk mendekat.

"kau masih menyukai Faleesha ? ada yang ingin Faleesha katakan" ucap Jafin terang terangan, Jafin sangat licik.

"sepertinya Faleesha tidak tertarik padaku" ucap Elo, kemudian dia segera pergi dari kami. itu tindakan yang bagus Elo, kau menyelamatkanku, sekaligus menyelamatkan dirinya sendiri. Tidak mungkin aku akan menjadikanmu pelarianku. Itu hal buruk dan sangat jahat.

Jafin keterlaluan, dia selalu mempermainkan perasaan orang lain. Dia pikir hati bisa berubah secepat itu, Jafin tidak punya otak memang. Aku mencubit lengan Jafin dan membuatnya mengerang kesakitan.

"KAU JANGAN GILAA" teriakku tepat disamping telinga Jafin.

...................................................................................

Seminggu setelah kejadian itu aku masih dalam kondisi terlihat normal, meskipun sejujurnya setiap detik aku masih memikirkan Bara dan setiap detik juga aku berharap bisa bertemu Bara lagi. Aku sering berhalusinasi melihat orang lain seperti Bara ketika melihat orang dengan postur mirip Bara, dengan tinggi badan seperti Bara dan kadang orang dengan gaya berpakaian mirip Bara.

Beruntung aku belum gila dan berhalusinasi semua manusia yang kutemui adalah Bara.

Hari ini hari minggu pagi dan Mama memintaku membantu mengurus tanaman. Aku menyirami tanaman dengan air yang sudah dicampur nutrisi. Semua tanaman terlihat segar dan sehat, setelah kuperhatikan mereka juga besar dan rimbun. Sepertinya itu karena mereka kenyang dan tidak kekurangan asupan nutrisi. Untuk perihal merawat tanaman memang Mamaku tidak diragukan lagi.

Ketika tengah asyik menyiram tanaman, bel rumahku berbunyi. Aku bergegas membukakan pintu gerbang, mungkin teman Mamaku berkunjung atau teman Papaku. Bel itu terus berbunyi berulangkali seperti tamu itu tidak sabaran. Padahal aku sudah berlari tapi dia cerewet sekali menyebalkan dan sangat tidak sopan.

"iyaaaa" teriakku ketika membukakan gerbang. Seseorang dengan hodie hitam lengkap dengan penutup kepala menyelimuti kepalanya. Dia juga memakai masker membuatku tidak bisa melihat dengan jelas orang tersebut. Seperti orang jahat, matanya menatapku dengan tajam dan serius. Aku segera menarik gerbangku lagi karena takut orang itu akan berbuat jahat.

Belum selesai aku menutup pintu orang tersebut membuka penutup kepala dari hodie miliknya dan melepaskan masker yang ia kenakan. Anehnya wajah itu mirip Bara, sangat amat mirip. Kali ini halusinasiku makin mendekati kenyataan. Aku segera mengambil napas normal dan membuyarkan halusinasiku agar aku bisa kembali normal.

Orang itu mendekat dan menahan tanganku yang menutup gerbang. Pada jarak sedekat ini wajah orang itu semakin mirip dengan Bara. Aku menunduk dengan memejamkan mata rapat-rapat, biasanya dengan begini penglihatanku akan kembali normal. Lalu aku kembali menatap wajah orang itu, tidak berubah.

"Bara" ucapku lirih

"ya ini aku, kau sudah lupa ?"

Napasku tercekat ketika mendengar kalimat yang dia ucapkan, ternyata aku tidak sedang berhalusinasi. Aku segera memeluk Bara dengan erat. Bara membalas pelukanku dengan erat namun tidak menyiksaku. Aku tidak bisa membendung rasa bahagia dalam dadaku sampai membuat air mataku keluar. Ini bukan tangisan kesedihan, justru ini air mata kebahagiaan.

Bara merenggangkan pelukannya dan menghapus air mataku. Aku bahkan tidak mau berkedip dan kehilangan satu detik tanpa melihat Bara. Aku tidak ingin melewatkan satu detikpun memuaskan mataku memandangi Bara. Tapi itu hal yang susah, mataku pedih apalagi dengan menangis.

"kau bisa membuat hodie-ku basah" lirih Bara ketika mengusap air mataku. Kedua tanganku menggenggam erat hodie Bara, aku tidak mau melepasnya. Aku tidak mau Bara menjauh dan pergi lagi.

Setelah kuperhatikan lagi aku baru menyadari jika wajah Bara penuh luka. Ada lebam di ujung bibirnya. Di bawah matanya juga lebam lalu di pelipisnya ada luka.

Aku menarik Bara untuk masuk kerumahku. Aku membawanya duduk di kursi yang ada di teras. "kau kecelakaan ?" tanyaku dengan memegang lembut wajah Bara memeriksa setiap luka yang ada disana.

"bukan"

"apa yang terjadi ? jangan katakan jika kau kabur dari rumah lalu kau ingin mengajakku kabur juga berdua denganmu. Aku tidak akan mau, lebih baik kau disini saja bersamaku dan orang tuaku"

Bara tertawa lirih "aku melakukan pemberontakan"

"kau yakin ? memangnya kau berani ?"

"tentu saja. Kau yang membuatku berani. Aku melukai diriku sendiri karena kupikir tubuhku bukan milikku, ini milik Mamaku, jadi jika aku terluka maka Mamaku yang akan terluka. Aku mengatakan 'untuk apa aku hidup jika aku tidak bisa melakukan hal yang kuinginkan. Aku tidak ada bedanya dengan tumbuhan atau hewan peliharaan Mama"

"itu sangat kasar, kau tidak takut Mamamu marah"

"takut. Setelah mengatakannya aku lega tapi aku juga menyesal, aku tidak mau melukai Mamaku"

"lalu sekarang akhirnya ?"

"Mama dan Papaku sudah mengambil keputusan dan Mama ingin bertemu denganmu"

"aku pasti akan dimarahi"

"tidak, bukan, semua sudah baik-baik saja"

.........................................................................................................

Who Are U ?Where stories live. Discover now