11. Cafe Baru depan Sekolah

169 9 0
                                    

Aku mengantarkan anak itu ke UKS. Suster memberinya pertolongan. Untuk sementara waktu aku masih menemaninya disana tapi ketika bel masuk kelas berbunyi aku segera tersadar. Aku ingat bahwa aku meninggalkan Rea di perpustakaan, aku harus kembali ke kelas. Rea pasti mencari-cariku. Sepanjang jalan menuju kelas aku sudah membayangkan wajah Rea yang kesal sekaligus khawatir.

                Untung saja ketika kembali ke kelas, guruku belum datang. Aku segera duduk di bangku milikku.

"dari mana saja kau" Rea menatapku dengan raut kesal.

"ada yang terjatuh, jadi aku mengantarnya ke uks" aku berusaha menenangkan Rea dengan bicara sepelan mungkin. Aku memang tidak sempat mengatakan apa-apa dan langsung keluar perpus begitu saja.

"hemm" Rea menghela napas "sekarang gimana nasib tugasku ini ?" Rea menyodorkan bukunya yang berisi jawaban dari soal matematika yang harus dia selesaikan.

"nanti kita kerjakan sampai selesai"

"aduh, sudahlah Faleesha, ini paling bener juga kamu yang kerjain pasti cepet selesai"

"tapi Re nanti kamu jadi tidak paham materinya kan"

"seenggaknya aku sudah ngerjain sebagian bukankah ini sebuah kemajuan" Rea menarik lenganku, dia sedang merayuku "ayolah Fal"

"yasudahlah, tapi kalau ketahuan aku tidak akan bertanggung jawab"

"kita tidak ketahuan jika kau diam saja"

                Guruku datang, terpaksa perdebatanku dengan Rea harus dihentikan. Aku memang ingin Rea memahami semua materi tapi aku tidak bisa menolak rengekan Rea lagipula aku juga kasihan melihat Rea dengan ekspresi tersiksa ketika mengerjakan ini. Kadang aku membandingkan dengan diriku sendiri. Bagaimana rasanya jika aku disuruh mengerjakan suatu hal yang aku tidak mengerti dan tentu saja tidak aku sukai. Rea memang tidak suka matematika jadi sebaiknya tidak perlu dipaksa. Tapi semoga dia bisa lulus sesuai standart kelulusan nantinya.

                Aku pernah mendengar bahwa setiap manusia punya kelebihan dan kekurangannya masing-masing. Dan tidak sebaiknya dipaksa melakukan suatu hal yang tidak disukai, melainkan lebih baik mendalami suatu bidang yang diminati. Aku ingin mengatakan ini dan memberi saran kepada Rea tapi Rea sendiri belum tahu keinginannya dimana, keahliannya di bidang apa, Rea masih dalam masa pencarian jati diri. Hal yang menjadi keahliannya adalah bermain, belanja dan bersenang-senang.

                Guruku memberikan penjelasan, aku menyimak dengan seksama. Sampai sepuluh menit pertama aku masih fokus dan menyimak tapi menit selanjutnya ingatanku tentang peristiwa di perpustakaan kembali muncul. Kenapa Bara membiarkan anak tadi. Kenapa Bara bersikap acuh. Tidak mungkin jika Bara tidak menyadarinya atau tidak melihatnya. Itu sangat jelas di depan mata Bara. Apa jika aku yang jatuh dia juga akan membiarkanku. Tapi rasanya tidak mungkin. Setahuku dia bukan orang seperti itu. Lalu yang tadi itu apa.

.............................................

                Bel pulang sekolah berdering. Semua siswa bergegas pulang, berhamburan keluar kelas. Rea memelukku dengan mengucapkan terimakasih. Kurasa ini seribu kalinya dia mengucapkannya. Dia sangat senang karena aku mau mengerjakan tugas miliknya.

                Aku sudah mengirim pesan untuk supirku agar menjemputku nanti saja, karena aku ingin mengerjakan tugas Rea di café yang berada di seberang sekolah.

                Pak satpam sekolah membantuku menyeberang jalan. Aku datang ke café sendiri. Café ini baru buka satu bulan yang lalu. Sudah lama aku ingin kesini tapi belum ada kesempatan juga. Café ini kecil tapi memiliki desain yang indah. Warna dinding di dominasi dengan warna coklat susu. Barang-barang yang ada disini juga sangat menarik, lebih banyak terbuat dari kayu.  Banyak barang yang memperlihatkan tekstur kayu yang alami.

Who Are U ?Where stories live. Discover now