43. Diakhiri

102 9 0
                                    

Ketika langit sudah mulai gelap dan matahari bersembunyi di tempat persembunyiannya, aku mengajak Bara untuk pulang. Maksudku aku meminta Bara mengantarku pulang. Awalnya Bara menolak, Dia masih ingin aku tinggal lebih lama. Tapi itu bukan renacana baik, Mamaku akan mencariku. Aku bilang akan pulang sendiri dengan ojek tapi Bara menahanku dan akhirnya Dia mau menuruti permintaanku.

                Sebelum pulang, aku berpamitan dengan Mama Bara. Bara mengajakku untuk masuk ke ruang Laboratorium pribadinya. Aku ragu untuk masuk ketika Bara membukakan pintu. Tempat ini terlalu keren untuk kudatangi. Aku takut pergerakanku akan merusak sesuatu. Ketika akhirnya kakiku melangkah masuk, aku tidak berhenti terkesima melihat isi Lab ini, sangat keren. Banyak alat-alat Laboratorim terbuat dari kaca mulai dari erlenmeyer, beaker glass, pipet tetes, pipet volume, buret dan gelas ukur. Selain itu ada banyak awetan, berbagai macam awetan tumbuhan di pajang disana. Bukan di pajang, lebih tepatnya di letakkan di tempat aman. Di pajang bukan kata yang tepat karena ini bukan pameran.

                Yang menarik perhatianku adalah awetan berbagai hewan, ada awetan monyet di dalam tabung yang dipenuhi air, dia tidak bergerak dan sudah tenang di dalam air itu. Selain itu juga banyak awetan bintang laut, cacing, kepiting, sirip ikan dan juga berbagai serangga. Ini sangat keren, aku tidak berkedip karena takut melewatkan satu detik hal luar biasa keren ini.

"Ma !" Bara memanggil Mamanya yang tengah sibuk bekerja di balik mikroskop dengan menggunakan sarung tangan biru dan kaca mata pelindung. Beliau memandang kami bergantian, aku bisa merasakan bahwa beliau tersenyum meskipun senyum itu dibalik masker.

"Faleesha mau pulang" ucap Bara lagi dan kemudian Mama Bara melepaskan semua atributnya. Beliau menarik kami ke sebuah ruangan. Ruangan ini memiliki sofa di tengahnya dan kami duduk bersama disana.

"sebelum kau pulang, Aku ingin mengatakan sesuatu hal penting dulu" ucap Mama Bara dengan nada tenang dan senyum terhias dibibirnya. Dengan senang hati Aku akan mendengarnya dengan seksama.

"Aku sudah tahu alur seseorang jatuh cinta itu akan seperti apa. Jatuh cinta, pacaran, lalu menikah, punya anak dan hidup bersama" entah kenapa ucapannya membuatku tersenyum. Aku bahkan belum berpikir ke hal sejauh itu. Aku hanya menikmati setiap momen yang kuhabiskan bersama Bara sekarang.

"itu manusia normal- tapi Bara. Kau pasti sudah tahu siapa Bara. Aku tidak tahu akan seperti apa hidup yang dijalani Bara nanti" aku menatap Bara dengan tatapan bingung. Aku tidak mengerti apa yang sebenarnya dibicarakan disini.

"dari pada suatu hari nanti kau kecewa dengan Bara, karena tidak bisa memberikan apa yang kau butuhkan seperti manusia normal pada umumnya lebih baik kalian tidak perlu pacaran, itu membuang waktu" aku terkejut dengan ucapan itu. aku menatap Bara dan kurasa Bara juga sama terkejutnya. Dia melotot ke arah Mamanya.

"aku tidak pernah melarang Bara untuk jatuh cinta, tapi aku melarang Bara untuk menikah. Itu bukan rencana yang bagus, justru itu mengundang masalah yang rumit"

Bibirku kaku, aku ingin menolak hal itu. Tapi untuk bicara saja aku tidak mampu

"Kau masih kecil belum tahu konsep pernikahan yang sesungguhnya. Menikah itu bukan hanya menyatukan dua orang dengan dua kepala tapi menikah menyatukan dua keluarga, kau mungkin akan bilang kau bisa menerima Bara seutuhnya tapi apa keluargamu bisa ? lebih baik aku menghentikan kalian sejak sekarang, hal ini untuk melindungi Bara-ku dan tentunya untuk menyelamatkanmu dan keluargamu"

Mama Bara mendekatiku, aku tidak tahu harus bicara apa lalu beliau memelukku "terimakasih sudah menjadi teman baik Bara. maafkan aku harus memberikan keputusan buruk ini" Mama Bara mengusap punggungku dengan lembut. Tidak lama kemudian beliau kembali ke dalam Laboratorium meninggalkan aku dan Bara yang duduk termenung dan tenggelam dalam pikiran kita masing-masing.

                Bara tidak mau menatapku, begitupun aku juga enggan menatapnya. Kurasa kita merasakan hal yang sama. kita tidak mau menerima keputusan itu tapi kita tidak bisa punya pilihan lain, kita tidak tahu apa yang harus kita lakukan.

                Selama perjalanan pulang tidak satupun dari kami bicara, semua tenang dan kalut dalam pikiran masing-masing. Bahkan ketika sampai di depan rumahku aku tidak mengatakan terimakasih atau berpamitan pada Bara. aku langsung masuk ke rumah dan berlari ke kamar.

                Aku tidak bisa membendung tangisku lebih lama lagi. Ini begitu sakit dan menyesakkan. Aku menangis di balik bantal dan melepaskan segalanya melalui air mata.

                Kenapa takdir begitu kejam, jika aku dan Bara tidak akan pernah berakhir bersama kenapa aku harus dipertemukan dengannya. Kenapa aku harus punya perasaan suka dengannya. Kenaoa aku harus mengenalnya sejauh ini jika pada akhirnya kita tidak mungkin bisa bersama.

Aku terus menangis, tidak mengerti dengan situasi macam ini. segala pikiran negatif masuk ke kepalaku. Jika tahu hal ini akan terjadi seharusnya aku tidak pernah bertemu Bara, seharusnya aku tidak pernah mengejarnya.

Jika saja aku tahu aku akan jatuh ke dalam lubang yang sangat dalam sampai tidak tahu caranya untuk kembali ke atas, pasti aku tidak akan melewati jalan ini. Aku benci situasi ini.

Sebenarnya dari awal hubungan ini sudah tidak berjalan lancar tapi aku yang terus berusaha menyatukan kita berdua. Bodohnya aku seharusnya aku bisa membaca situasi ketika dunia tidak mendukung seharusnya aku diam saja. Kenapa aku tidak pernah menyadari peringatan itu.

Sekarang bagaimana caranya aku melupakan Bara, bagaimana caranya aku melupakan semua kejadian ini dan bersikap seperti sebelum mengenal Bara.

Aku lelah menangis, aku lelah berpikir, isi kepalaku seperti berteriak kepadaku. Aku bangun dan menghapus air mata dengan tisu. Tapi sialnya entah kenapa aku tidak bisa menghentikan tangisku. Susah sekali untuk berhenti menangis.

Bara sangat baik, dia perhatian. bagaimana aku bisa melupakan semua kebaikan yang dia lakukan. Bagaimana aku bisa merelakan dia jika aku terus berpikir tentang dia.

Kenapa peraturan kehidupan harus serumit ini. Apa salah jika aku dan Bara saling mencintai ? apa tidak cukup alasan dua orang menikah hanya karena jatuh cinta saja. Apakah kami harus mempertimbangkan keputusan orang lain juga.

Begitu banyak hal yang tidak kuketahui di dunia ini. Begitu banyak hal yang mebuat perasaan sakit.

Aku mengambil ponsel dan melihat kontak Bara, aku ingin menelfonnya tapi disisi lain aku tidak tahu harus mengatakan apa. Aku hanya ingin mendengar suaranya lagi. Alhasil ini membuatku kesal, akhirnya aku membuang ponselku ke sembarang arah dan berlari ke kamar mandi.

Aku menangis di bawah pancuran air. Membasahi kepala dengan air berharap ini membuatku segar dan menenangkan pikiran. Aku tidak bisa menentukan harus dengan siapa aku jatuh cinta, ini hatiku yang memilih. Kenapa hatiku memilih seseorang yang salah

............................................................

Who Are U ?Nơi câu chuyện tồn tại. Hãy khám phá bây giờ