4. Mysterious Book

307 12 0
                                    

"Fal, nanti ajari aku menyelesaikan tugas matematika" ucap Rea di tengah pelajaran sejarah.

                Aku mengangguk mengiyakan. Seharusnya kemarin sepulang menjenguk Dino aku mengajarinya tapi Rea sendiri yang membatalkan rencana itu, sebab dia ingin ikut mamanya belanja ke mall. Ya sudahlah aku kan hanya membantu jadi aku tidak akan memaksa.

                Rea kembali menguap dengan lebar. Kuperkirakan dia sudah menguap sebanyak lima kali. Tapi kali ini lebih baik. Dia mau menahan kantuk ketika pelajaran. Sepertinya dia tidak ingin dihukum lagi.

"kenapa ya, setiap mulai pelajaran ngantukku datang" gerutu Rea di samping telingaku dengan lirih. Aku tersenyum mendengar keluhannya.

"kau itu tidak suka belajar lalu jadinya bosan dan akhirnya mengantuk. Mungkin jika kau suka kau tidak akan bosan, kau bisa fokus belajar"

"ngomong apa sih Faleesha ? nih ngomong sama tangan nih" Rea mengangkat telapak tangannya kedepan mukaku. Aku hanya bisa menggeleng dan tersenyum dengan sikapnya.

                Bel tanda istirahat berbunyi. Guruku keluar kelas setelah mengakhiri pelajaran dengan salam. Aku menutup semua buku milikku dan memasukkan alat tulis ke dalam kotak pensil.

"yuk !" ajakku

"mmm kita isi amunisi dulu. Sepertinya aku harus makan dulu agar bisa berpikir" aku menghela napas mendengar alasan Rea lagi. Padahal aku tahu pagi tadi Rea datang membawa sandwich besar untuk sarapan. Sekarang baru jam sepuluh di istirahat pertama tapi dia sudah mengeluh lapar.

Di sekolahku memang ada dua kali istirahat. Yang pertama jam sepuluh dan yang kedua jam satu siang. Lalu siswa pulang jam tiga sore.

"baiklah, aku akan ke perpus lebih dulu. Aku tunggu disana" aku perlu ke perpus untuk mencari buku sebagai bahan referensi tugas bahasa inggris. Aku harus mencarai novel untuk kurangkum jalan ceritanya lalu kemudian aku harus mengubahnya ke bahasa inggris.

                Aku berjalan keluar kelas bersama Rea. Kita berpisah ketika aku harus berbelok ke jalan yang menuju ruang perpustakaan sedangkan Rea ke kantin.

                Tidak banyak pengunjung yang ada di perpustakaan. Setelah men-scan kartu perpustakaan milikku akupun bisa masuk dan mencari buku yang kubutuhkan.

                Perpustakaan sekolahku terbilang rapi. Bangunan perpustakaan luas dan tinggi. Dengan pencahayaan yang cukup memberikan penerangan yang baik di dalam gedung. Pencahyaan berasal dari cahaya matahari karena beberapa bagian atas dinding digantikan kaca melingkar sehingga matahari bisa masuk. Kaca-kaca itu tertata rapi di banyak bagian sehingga bisa terlihat indah memperlihatkan birunya langit diluar.

                Rak buku hanya ada di sekeliling ruangan. Rak buku tersusun rapi dan sangat tinggi. Jika tidak bisa menjangkau maka ada tangga sampai ke atas untuk mencarinya. Peletakaan buku semakin ke atas semakin tua, jadi sepertinya jarang siswa mencari buku sampai ke atas rak. Siswa juga bisa mencari letak buku dari komputer yang disediakan. Siswa tinggal memasukkan judul dan nama penulis maka letak buku di bagian rak yang mana akan di tunjukkan dengan kode buku dan rak.

                Di bagian tengah ruangan ada meja baca. Ada meja yang bisa digunakan satu orang saja ketika siswa ingin membaca sendirian. Ada meja yang bisa digunakan untuk empat orang untuk siswa yang tengah mengerjakan tugas kelompok serta ada meja panjang yang bisa digunakan untuk umum. Semua meja disediakan sesuai kebutuhan. Aku selalu nyaman berlama-lama di perpustakaan. Bukan untuk membaca buku tapi untuk menikmati suasana di dalam perpustakaan ketika semua manusia sibuk dan serius.

                Aku berjalan mendekati rak yang menyediakan berbagai macam novel. Aku melihat satu persatu judul novel. Koleksi novel di sekolahku lumayan banyak, aku jadi bingung harus pilih yang mana.

                Aku melihat salah satu buku yang unik. Tapi letaknya jauh diatasku. Tulisan judul yang di tepi, dibentuk indah melengkung kesana kemari sampai membuatku sulit membacanya dari bawah sini. Setelah kuperhatikan lama ternyata tulisan itu timbul. Aku semakin penasaran dengan buku itu, dia terlihat indah. Sepertinya itu buku lama karena letaknya agak jauh diatas. Warna dasar buku itu biru gelap dengan ukiran tulisan judul berwarna emas. Warna biru gelapnya sangat elegan seperti langit malam yang gelap menyeramkan. Aku rasa itu buku dengan genre horor atau mungkin petualangan penuh misteri. Aku berusaha mengambil dengan tangan kananku.

                Aku hanya perlu mengulurkan tanganku dan jinjit sedikit sepertinya akan sampai. Aku berusaha meraihnya dengan tangan yang satu berpegagan dengan rak. Aku sampai kehabisan napas karena tubuhku tetap tidak sampai meski aku berusaha dengan keras. Aku melihat ke kanan dan kiri mencari tangga bantuan, tidak kutemukan. Aku harus mencobanya lagi. Seharusnya aku sampai, tinggiku 1,63 m dan tanganku panjang pasti aku bisa.

                Ketika aku tengah bersusah meraih buku itu, aku melihat bayangan seseorang berdiri tepat di belakangku. Kemudian aku melihat tangan yang lebih besar serta lebih panjang mendahului tanganku untuk mengambil buku yang kuinginkan. Aku sempat menahan napas ketika tangan itu muncul. Dan ketika berhasil diambil aku kembali bernapas normal dan segera berbalik badan.

"kau membutuhkan buku ini ?" ternyata itu Bara, dia yang mengambil buku itu.

Aku mengangguk pelan. Bara menyerahkan buku itu padaku. Tapi ketika tanganku maju untuk menerimanya dia menarik lagi buku itu.

"sebentar, aku ingin menguji sesuatu" ucapan Bara membuatku bingung. Keningku berkerut menatapnya ketika dia perlahan mendekatiku. Bara melangkah mendekatiku untuk mengikis jarak diantara kita. Dadaku berdegup ketika mataku melihat matanya yang semakin mendekat dan tentu saja badan Bara juga semakin mendekat.

                Aku tidak kuat kontak mata dengan Bara terlalu dekat, akhirnya aku memutus kontak mata dengannya dan mengalihkan pandangan. Entah kenapa mataku malah beralih menatap bibir Bara. Kuperhatikan bibir itu semakin terbuka dengan sangat perlahan. Sial aku malah berpikir kotor. Kondisi apa ini apa dia akan melakukan itu. Tapi jika tanpa persetujuanku bukankah itu pelecehan. Lagipula kita tidak punya hubungan apapun jadi dia tidak bisa melakukannya dengan sembarangan, tentu saja hal itu bisa disebut pelecehan bukan.

                Aku dilanda kepanikan dan ingin berteriak. Tubuhku memberikan gerakan reflek dengan semakin mundur. Karena dibelakangku terhalang rak buku menyebabkan badanku menjauh kesamping sampai membuatku hampir jatuh. Dengan cepat tangan besar Bara menahan punggungku ketika aku hampir kehilangan keseimbangan.

"kau hampir jatuh" ucap Bara dengan tenang. Apa dia tidak sadar jika yang membuatku hampir jatuh itu dia sendiri. Kenapa dia malah memperingatkanku.

                Kami kembali ke posisi normal. Bara mundur dengan memberi jarak jauh. Lebih jauh dari sebelumnya. Wajahnya memerah sampai ke telinga. Dia seperti habis terbakar. Aku tidak tahu apa yang terjadi padanya. Dan aku enggan untuk bertanya.

                Bara memberikan buku itu padaku. Kali ini aku ragu untuk menerimanya. Aku menatap buku itu lalu menatap Bara. Dia mengangguk seolah meyakinkan kali ini serius.

"Rata !" panggilan itu membuat Bara menolehkan kepala. Aku jadi ikut menoleh.

                Itu Jafin. Manusia populer yang dikenal semua siswa di sekolah. Dia berjalan mendekati Bara. Ketika mereka berdiri sejajar seperti itu justru kepalaku malah membandingkan ketampanan mereka. Kurasa Bara lebih tampan. Tapi anehnya kenapa malah Jafin yang populer. Itu pasti karena Bara yang susah bersosialisasi. Bara kan aneh seperti kata Rea.

"Bara" jawab Bara kesal.

"iya Barata dipanggil Rata kan sudah benar" Jafin beralih memandangku. Dia tersenyum ramah tapi itu membuatku bingung. senyumnya terlihat aneh karena terlalu lebar.

"oh ini pasti si perempuan yang membuat jantungmu terasa aneh sampai kau meminta untuk di priksa di Laboratorium kan"

                Apa yang dikatakan Jafin. Setelah Jafin mengatakan kalimat aneh itu Bara menarik tanganku dan memberikan buku itu ditelapak tanganku. Lalu, Bara menarik Jafin untuk menjauh.

"namaku Jafin, salam kenal" Jafin masih sempat berbalik badan dan mengatakan itu meskipun Bara terus menariknya paksa dengan tergesa gesa.

Bel tanda masuk kelas berbunyi. Aku segera melakukan administrasi peminjaman buku dan masuk ke kelas.

...................................................................

Who Are U ?Where stories live. Discover now