10. Bertemu Mama

177 5 0
                                    

                Aku berjalan lebih dulu, meninggalkan Bara yang bergerak pelan. Dia sengaja pelan, tidak mau mengejarku- menyusulku. Itu lebih baik karena wajahku pasti sangat merah sekarang karena saking malunya. Malu dan senang karena dia bilang aku cantik- ralat, cukup cantik. Kenapa harus ada kata cukup. Aku harus bertanya nanti, setelah ombak di dadaku kembali tenang.

Aku berdiri di samping motor Bara, memakai helm serta menurunkan kacanya. Meski kaca ini tidak berwarna setidaknya aku bisa sembunyi di balik sini. Mana sih Bara, aku menggerutu sendiri tapi tidak berani melihat ke belakang. Aku menunggu sekitar dua puluh detik baru Bara sampai. Dia juga tidak menatapku tapi dia masih mengatakan sesuatu

"kenapa terburu buru sekali ?" kakinya menaiki motor.

"langit sudah gelap, ini sudah terlalu lama dari waktu pulang sekolah" aku ikut naik di belakang Bara.

"biasanya jika pergi main pasti kau pulang lebih dari ini kan" Bara masih mendebatku meski motornya sudah melaju diantara transportasi lain.

"iya tapi situasinya berbeda dengan sekarang" aku tidak tahu harus menjawab apa sebenarnya.

"masudmu ?"

Nah kan aku bingung mencari alasan, aku tidak bisa menjelaskan terang terangan jika aku takut jatuh sangat dalam ke dalam pesonamu. Bahaya, aku harus mengendalikan diriku.

"jika denganmu terlalu lama itu bahaya"

"bahaya ? justru aku bisa menjagamu, jika ada penculik atau penjahat aku bisa langsung menghajar mereka" Bara tertawa sedangkan aku enggan untuk merespon perkataannya lagi.

Akhirnya sampai di depan rumahku. Pintu pagar rumahku terbuka dan aku bisa lihat mamaku sibuk beraktifitas dengan tanamannya. Mamaku sangat suka dengan semua jenis tanaman. Mama mengoleksi banyak tanaman hias, seluruh bagian dirumahku penuh dengan berbagai macam tanaman. Mama merawatnya dengan baik dan penuh kasih sayang. Jika ada waktu luang kerja dia lebih banyak memperhatikan tanaman dari pada anaknya sendiri.

"Kenapa kau tidak tumbuh bunga, bukankah seharusnya ini waktunya kau tumbuh bunga. Apa ? apa Tono tidak memberimu minum, akan kuhajar dia besok. Kalian yang disini haus ?"

"Itu suara mamamu ?" aku mengangguk dan menyerahkan helm pada Bara.

"sebaiknya aku memberi salam agar lebih sopan" Bara melepas helmnya lalu turun dari motor.

Aku tidak bisa mencegahnya, dia bergerak cepat dan langsung masuk ke rumahku. Aku segera menyusul langkah kaki Bara. Semakin ke dalam, Bara berjalan malah semakin pelan. Dia berbisik padaku "mamamu terlihat sendirian- lalu dia bicara dengan siapa ?"

"hehe" aku memberikan senyum canggung "bicara dengan tanaman, dia sangat menyukai tanaman sampai mengajaknya berbicara setiap hari" semoga Bara tidak menganggap mamaku aneh. Jika Rea yang datang dia selalu tertawa dan malah menggoda mamaku agar terus bicara hal lucu dengan tanaman.

Bara hanya mengangguk dia lalu berjalan mantap sekarang. Justru aku yang gugup

"selamat malam" ucap Bara,

Mamaku menoleh ke arah kami "selamat malam" lalu mama mengulurkan tangan menyalami kami "kenapa baru pulang, dari mana saja" pertanyaan itu tepatnya ditujukan padaku.

"saya mengajak Faleesha ke taman untuk bermain basket, saya membawanya pulang dengan utuh dan selamat" ucap Bara dengan ramah.

"ooo lalu kau ? pacarnya Faleesha kan" ini yang kutakutkan dari tadi.

"BUKAAN" aku menjawab dengan tegas. Kenapa mama terlalu percaya diri dia pacarku. Tidak selalu teman lelaki anaknya adalah pacarnya. Apa mama dulu tidak pernah bermain dengan laki-laki.

"oh belum" mamaku menutup mulutnya dan tertawa cekikikan.

"BUKAN MAMA" sekarang aku mendekat ke mama dan meremas lengannya karena gemas

"iya bukan tante. Saya teman sekolah Faleesha" Bara memberi klarifikasi.

"ooh begitu. Terimakasih sudah menjaganya dengan baik. Tolong lain kali jaga dia terus ya. Jika diluar sana kan saya tidak bisa menjaganya" modus, kenapa mamaku terkesan mengobralku sih.

"baik tante"

"eh silahkan masuk, makan dulu"

"terimakasih tapi saya harus pulang"

"oo begitu yaa, sayang sekali" Bara berpamitan dengan mama dan aku kemudian dia pulang. Mama mengantar sampai keluar pintu gerbang dan sampai Bara menghilang dari pandangan.

Aku ingat aku belum mengucapkan terimakasih. Bara sangat ramah, aku masih heran kenapa banyak yang bilang Bara ansos. Di depanku Bara bukan orang seperti itu.

"anak mama sudah besar ternyata" mama membuyarkan lamunanku.

"bukan Maa" aku berjalan lebih dulu meninggalkan mama.

"eh mama lebih pengalaman jadi mama tahu mana laki-laki yang sedang jatuh cinta"

"justru mama gak tau, mama gak pernah punya temen laki-laki yang real temen"

"halah yang seperti itu hanya mitos" mama terus mengejarku. "Dia tampan dan ramah, mama ijinin kamu pendekatan dulu"

"aduh mama" aku berlari ke kamar untuk menghindari ocehan mamaku.

..........................................................................

Besok adalah hari dimana tugas matematika Rea di tagih oleh guruku. Hari ini tentu saja Rea super duper kebingungan. Rea gelisah memburuku sudah sejak pagi sebelum bel masuk kelas berbunyi. Sebenarnya jika dilihat kasihan juga dia kebingungan tapi disisi lain aku juga kesal. Dia selalu meremehkan di awal padahal aku sudah mengingatkan. Yang terjadi selalu begini, tergesa-gesa dan panik.

Di istirahat pertama kami mengerjakan tugas di kelas. Rea terus memaksaku untuk mengerjakannya bukan mengajarinya. Tentu saja aku tidak mau. Itu hanya akan membuatnya semakin bodoh. Sebagai teman yang baik dan peduli tentu saja aku lebih memilih mengajarinya perlahan. Aku lebih suka dia hanya bisa mengerjakan lima soal tapi paham semua daripada semua soal selesai tapi satupun dia tidak paham.

Istirahat kedua, Rea mengajakku ke perpustakaan. Bahkan kali ini Rea meninggalkan makan siangnya. Aku tidak punya pilihan lain selain menyetujui permintaannya. Tapi sebelum itu kami menyempatkan diri meminum satu botol susu.

Sembari menunggu Rea menghitung jawaban aku berkeliling mencari buku kumpulan rumus. Kupikir biar Rea bisa belajar sendiri di rumah dan lebih mudah menghapal rumus. Aku mencari buku kumpulan rumus yang lengkap dan singkat.

Ketika aku tengah sibuk mencari buku, mataku menemukan Bara. Dia berdiri membaca buku di samping rak. Sesaat aku tersenyum, aku ingin menghampirinya untuk ya sekedar menyapa. Aku berjalan pelan menghampiri Bara.

Seseorang yang berjalan melewati Bara tiba-tiba terjatuh tersandung tangga. Tangga yang biasa digunakan mengambil buku di posisi atas. Dia terjatuh dan buku yang dibawa berserakan. Jatuh tepat di samping Bara. Bara sempat meliriknya. Aku mengurungkan niatku untuk mendekat, aku ingin melihat apa yang akan dilakukan Bara, karena sampai sekarang Bara hanya melirik padahal anak itu merintih kesakitan dan memegangi lutut.

Bara menutup bukunya lalu berlalu begitu saja. Aku terkejut dengan apa yang dilakukan Bara. Aku berjalan cepat untuk menolong gadis itu.

Aku mengambilkan buku miliknya dan membantunya bangun. Tapi dia kesulitan serta merintih "kau terluka ?" tanyaku.

"lututku" anak itu membuka tangannya yang dari tadi menutupi lutut. Darah segar mengalir dari sana. Tidak banyak tapi itu cukup membuat perih kurasa.

"kita ke uks" lukanya memang kecil tapi itu tetap sakit jika lututnya diluruskan. Aku perlu membantunya berjalan ke uks.

...........................................................................

Who Are U ?Where stories live. Discover now