46. Menyusup 2

96 8 0
                                    

Jafin membawaku ke arah kamar Bara. Kurasa Jafin sudah sering kesini jadi Dia hapal setiap posisi di rumah sebesar ini. dengan langkah tergesa-gesa kami melewati beberapa pintu ruangan berbelok ke kanan lalu kiri dan akhirnya kami tiba di depan pintu kamar Bara. Pintu bercat putih dengan ukiran-ukiran yang indah terpahat di daun pintu. Kuperhatikan ukiran itu mirip sulur daun tumbuhan tapi aku lupa jenis tumbuhan apa ini.

Jafin mengetuk pintu dengan tergesa, berulang kali memanggil nama Bara namun tidak ada jawaban.

"Rata...Rata...Barata...."

Kemudia Jafin mengetuk lebih keras lagi, bukan mengetuk tapi menggedor pintunya. Beberapa saat kemudian pintu terbuka, tampak wajah kesal Bara menatap Jafin. Mata Bara kini beralih menatapku yang berada di samping Jafin, tatapan marahnya perlahan sirna tergantikan tatapan senang dan sesuatu yang tak bisa kujelaskan.

Bara terkejut melihatku, kedua tangannya terangkat seolah ingin meraihku. Aku hanya bisa tersenyum kaku menatapnya. Aku sangat rindu sekali dengan Bara, dan sekarang sosok yang kurindukan ada di depanku.

Sepertinya Jafin sadar jika keberadaannya membuat aku dan Bara tidak bisa leluasa dan membuat kami merasa canggung. Jafin menghela napas jengah lalu masuk ke kamar Bara "kau punya banyak ruangan di kamar kan, aku akan bermain game di komputermu dan silahkan kalian berdua menikmati waktu bersama sepuas kalian" ucap Jafin yang mendapat senyuman bahagia dariku dan Bara "ya ya tidak perlu berterimakasih padaku" Jafin masuk ke salah satu lorong yang ada disamping ranjang di kamar Bara.

Bara menarikku untuk segera masuk. Setelah pintu tertutup Bara memelukku erat. Aku tenggelam di pelukan Bara, ini sangat nyaman bahkan aku enggan melepasnya. Untung saja Jafin sudah menghilang dan tidak melihat adegan ini.

Bara menarik salah satu kursi dan memintaku duduk di sana. Sedangkan Bara duduk di kasur, kami berdua saling berhadapan. Tidak hentinya Bara memandangku dengan senyum.

"apa yang terjadi ?" tanyaku langsung ke inti dari permasalahan kita.

Raut wajah Bara perlahan berubah, senyumnya seakan menghilang, ekspresinya menjadi sendu dan aku tidak suka itu.

"sangat rumit" ucap Bara dengan nada rendah, nada yang menyiratkan banyak kesedihan. "sepertinya memang kita tidak mungkin bisa bersama lagi"

Bara mengangkat telapak tangannya dan mengusap pipiku "aku sangat ingin bersamamu tapi aku sendiri tidak yakin apakah kau akan baik-baik saja jika bersamaku" Bara menghela napas gusar "apa aku begitu egois jika menginginkan terus bersamamu ?"

Aku menggeleng kuat, aku tidak mau Bara berpikir seperti itu. "kalaupun memang kita tidak bisa bersama setidaknya aku senang pernah bersamamu"

Perlahan senyuman Bara kembali "ya, terlepas dari itu semua sekarang aku sangat senang bisa bertemu denganmu lagi. Daripada mengkhawatirkan hari besok bagaimana kalau kita menikmati hari ini dan menghabiskan waktu berdua dengan bersenang senang. aku tidak akan menyia-nyiakan keberadaanmu disini"

Aku mengangguk setuju "yaa apa yang ingin kau lakukan, menonton film, membaca buku atau hanya mengobrol ?"

"menciummu, memelukmu, menciummu, memelukmu dan menciummu lagi" Jawab Bara dengan senyum jahilnya.

"Ba-ra kau gila, aku belum ingin hamil"

Bara menaikkan salah satu alisnya "apa memeluk bisa membuatmu hamil ?"

"ya tentu, bahkan hanya melihatmu terlalu lama saja aku bisa hamil"

Bara terbahak-bahak "sangat tidak logis, memangnya aku bodoh"

Akupun ikut tertawa, aku ingat ketika aku kecil pernah terbodohi akan hal itu. "dulu aku pernah berpikir begitu"

"kau serius ? lalu bagaimana ?"

"temanku bilang jika pegangan tangan dengan laki-laki bisa membuat perempuan hamil, waktu itu ketika berbaris aku berpegangan dengan temanku laki-laki lalu aku pikir aku sudah hamil, aku menangis kencang karena takut, aku terus memegangi perutku kupikir perutku bergetar karena ada isinya jadi aku takut sekali. Dan sialnya semua guruku menertawakanku"

Bara terpingkal-pingkal di kasur "aku yakin perutmu bergetar karena lapar"

"yaa sepertinya begitu.... Kau punya sesuatu yang menarik ?" aku berjalan ke meja belajar Bara, disana banyak buku pelajaran dan buku tentang sains.

"kau satu-satunya yang menarik di ruangan ini"

Bara membuatku tersipu lagi, kedua pipiku menghangat. Untung saja saat ini aku membelakanginya jadi dia tidak bisa melihat. Aku mengambil salah satu buku yang memiliki sampul bergambar naga. Naga besar menyemburkan api berwarna biru. Aku membawanya menyusul Bara di kasur.

"ah kepalamu" mataku dikejutkan dengan sekuncup daun yang tumbuh dikepala Bara. kuncup itu sangat kecil dan berwarna hijau muda.

Bara meraih kepalanya kemudian memotong daun itu "tidak sakit ?" tanyaku lagi.

"tidak. Ini normal, aku baru saja berfotosintesis"

"di ruangan ini di dalam kamar ?"

"ya, aku bisa dapat asupan matahari karena kamarku memiliki kaca yang lebar sehingga sinar matahari bisa masuk dengan leluasa" Bara menunjuk ke salah satu sisi kamar yang memang memiliki kaca lebar hampir memenuhi sisi tersebut. aku baru menyadari jika ada kaca lebar disana, aku pikir kamar Bara terang karena lampu.

"Bara kau mau makan siang ?" Mama Bara tiba-tiba datang dan membuka pintu. Aku dan Bara terkejut dan tidak sempat bersembunyi alhasil kami terdiam kaku menatap ke arah pintu dimana Mama Bara sudah berdiri disana.

Tidak kalah terkejutnya Mama Bara melotot melihat kami "AKU BERUSAHA MENJAUHKAN KALIAN KENAPA KAU BISA ADA DISINI ?" Mama Bara berteriak dan menarik lenganku. Buku yang kugenggagam jatuh ke lantai, karena aku tidak bisa menjaga keseimbanganku. Bara segera menahan Mamanya dan melepaskan tanganku darinya. Bara menahanku agar tidak di seret keluar.

"AKU MELAKUKAN INI UNTUK KEBAIKAN KALIAAN" Mama Bara semakin kesal. Jafin keluar dari tempat persembunyiannya, Jafin ikut meleraiku.

"tante Agni-tante Agni ini salah saya, saya akan membawa Faleesha keluar dari sini" Jafin menarikku keluar dari kamar Bara. Jafin menarikku dengan tergesa-gesa, sepertinya dia ingin segera keluar dari rumah ini. Ini begitu kacau aku tidak tahu apa yang harus kuperbuat. Yang kutahu setelah ini Bara akan mendapat pengamanan sangat ketat lagi. Bara akan dikurung dan semakin disembunyikan. Kurasa itu hal yang salah, Bara akan semakin menderita jika begitu.

Aku melempar tangan Jafin. Jafin terkejut dan menatapku bingung, aku berlari kembali ke kamar Bara.

"kau tidak boleh kemana mana, dirumah dan tidak bertemu sembarang orang akan membuatmu aman" begitulah ucapan Tante Agni yang kudengar ketika langkahku mendekati pintu kamar Bara. persis seperti dugaanku.

"Tapi bara juga bagian dari manusia, Dia harus hidup bersosialisasi dengan manusia pada umumnya" ucapku ketika aku sampai di pintu kamar Bara. Aku berdiri disana dengan tante Agni yang menatapku marah. Aku tidak peduli dan perlahan aku mendekat tepat didepan matanya.

"Jangan sembunyikan Bara, jangan diamkan dirumah seperti tumbuhan. Bara memiliki jiwa manusia dan berhak mengambil keputusan sendiri, bukan sekedar hasil eksperimen untuk memuaskan tante. Bara berhak menentukan hidupnya seperti manusia lain. Bara memang anak tante, dan tante berhak memberi arahan tapi tidak berhak mengatur hidupnya"

Jafin menarikku keluar, aku berusaha melepaskan tangan Jafin dari lenganku. Tidak menyerah begitu saja Jafin menarik tubuhku dengan melingkarkan lengannya diperutku. Jafin menyeretku keluar dari sana. Jafin semakin kuat menarikku, tenagaku tidak sebanding dengannya meskipun aku meronta ronta.

"aku akan menjauhi Bara asalkan tante membebaskan Baraaa" teriakku ketika Jafin berhasil menyeretku keluar dari sana.

Sampai di luar rumah aku tidak memberi penolakan pada Jafin.

"kau sudah gila ?" bentak Jafin padaku.

Aku hanya mengabaikan Jafin, aku tahu ucapanku memang gila. Seharusnya aku meluluhkan hati tante Agni agar dia bisa menerimaku tapi sekarang aku malah membuat diriku semakin dibenci olehnya.

"aku tidak mengerti dengan jalan pikiranmu FALEESHA"

"aku sendiri juga tidak mengerti"

.....................................................................

Who Are U ?Where stories live. Discover now