BAB 17 : Unrequited

28.1K 2.8K 532
                                    

Hallo, ngaret banget, yaaa? Iya, nggak ada ide akutuh

К сожалению, это изображение не соответствует нашим правилам. Чтобы продолжить публикацию, пожалуйста, удалите изображение или загрузите другое.

Hallo, ngaret banget, yaaa? Iya, nggak ada ide akutuh. Hiksrottt. Maapkeun 😭 Sekarang udah balik, ramein, yaaa 🌺

***

Author Pov

"Ayah cuman nggak mau membebani bahu kamu lebih berat lagi, Arlen. Setiap hari bertahan hidup sama CIPA aja pasti udah sulit, apalagi ditambah lagi yang lain. Ayah nggak mau kamu kehilangan kewarasan seperti kami, seperti Kanara. Adik perempuan kamu besar nggak hanya bersama kepribadian gandanya, tapi juga dendam. Ayah mau kamu selamat."

Sebetulnya jika ditelaah kembali menggunakan logika luas dan kepala dingin, ucapan Rayyan tadi ada benarnya juga. Zayyan sudah tidak lagi emosional, perasaannya diatur stabil, perlahan ia berusaha memahami keputusan ayahnya.

Rayyan tidak bercerita padanya bukan berarti tidak mengakui, justru pria itu tengah 'menyelamatkan' Zayyan. Mempertahankan kewarasan Zayyan agar tetap bisa berpikir jernih, di saat anggota keluarga yang lain sudah kemelut bagai benang kusut. Rayyan pasti khawatir jika Zayyan mempunyai ambisi yang serupa seperti Kanara—yang tanpa diberitahu pun, semuanya tahu jika otak gadis itu berbaur dendam pada keturunan Madava sebagai bentuk pembalasan kematian saudaranya.

Zayyan yang hanya mendengarkan, dadanya terasa nyeri. Bagaimana dengan Kanara yang berada di tempat kejadian langsung? Entah tindakan keji apa saja yang Madava lakukan dan pertontonkan, hingga kepribadian Moana muncul untuk memberi perlindungan diri.

"Jadi kalian juga udah tau dari lama, ya?"

Stevan mencebik, menoleh pada Zayyan dengan pandangan memelas. "Sorry, ya. Kita nggak cerita juga karena udah sepakat nggak bakal ngungkit itu lagi sama Om Rayyan. Apalagi Aska, suka nangis ngebahas Zayyan Tahta itu."

"Iya gimana nggak nangis, sahabat gue dari orok. Dari sebelum ketemu sama Arlen kan, udah sama Tahta duluan." Aska menyahut sembari menyicipi es jeruk buatan mereka. "Stevi goblok, ini terlalu asem!"

"Nggak apa-apa, gue kan nggak bisa nyicip. Asem dikit nggak ngaruh." Zayyan ikut-ikutan mengomentari es jeruk mereka.

"Iya lo nggak bisa, tapi gue sama Mian masih bisa. Tambahin lagi dong gulanya!" titah Aska yang langsung dituruti oleh Stevan. Lelaki itu kembali melanjutkan, "jadi gitu, nyeri dada aing ngingetnya. Apalagi pas Tante Keyla nangis ngejerit sambil megang jari-jari kaki Zayyan—"

Aska merapatkan bibir tatkala bantal sofa melayang pada wajahnya. Damian menatap lurus dari tempat duduknya. "Nggak usah dijelasin juga! Ngomong gitu depan Nara, dia yang bakal ngejerit." Mata Damian melirik ke arah samping kanan. "Untung adanya Moana."

Moana yang tengah melipat pakaian milik Stevan hanya cuek bebek, gadis itu resah melihat isi lemari Stevan yang amburadul. Bagai seorang kakak, Moana memilih merapikan ulang pakaian di dalam lemari meskipun mulutnya sempat mengomel.

ENIGMA: Last Flower Место, где живут истории. Откройте их для себя