BAB 47 : Pyromania

31K 3.7K 3.1K
                                    

Ini udah cepet kan? Biasanya juga ngaret

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Ini udah cepet kan? Biasanya juga ngaret. Ini baru 4 hari, udah update lagi 😭 Ramein, yuk! Simbiosis mutualisme sama aku, yaa 💐

***

Author Pov

Umumnya prosedur identifikasi korban mayat bisa dilakukan melalui sidik jari dan pemeriksaan gigi. Sebab korban pembunuhan yang ditemukan tidak memiliki kepala dan telapak tangan, tim forensik mengambil langkah analisis DNA dengan keluarga perbandingan. Angga Radika, salah satu siswa SMA Pancadarma dinyatakan identitas akurat korban usai dikabarkan hilang selama dua hari.

Hasil autopsi mengatakan, terdapat luka bakar di sebelah bahu korban, luka lebam membiru di sekujur tubuh, bahkan laserasi dalam di bagian belakang—ukiran X yang diduga pelaku menggunakan besi panas saat merobek kulit punggung Angga. Perkiraan mayat langsung dibuang lima jam setelah dieksekusi, sebab rendahnya tingkat dekomposisi yang ditemukan.

"Angga anak brokenhome bukan?" tanya Aska, berusaha menebak sesuai motif Madava Fanegar dulu.

"Sejauh yang dianalisis polisi, keluarganya lengkap sempurna. Orang tuanya nggak pernah ngelakuin kekerasan fisik. Malah kata para tetangganya, keluarga Angga ini kebilang harmonis banget," jawab Damian.

"Terus kepalanya di mana?!" tanya Stevan histeris. Ini sudah tiga hari berlalu semenjak kematian Angga, dan huru-hara masih menyambangi mereka.

"Dimakan kali," celetuk Kanara dengan tatapan kosong—menatap foto Angga yang dipasang untuk pemberian belasungkawa. "Madava aja kanibal, doyan makan otak manusia. Apalagi anaknya."

"Raaaa! Plisss," Stevan mepet-mepet pada gadis itu. "Gue tau lo Srikandi, tapi jangan kuat-kuat amat ngebahas hal ginian."

Namun, Kanara tidak lupa. Gadis itu tidak lupa saat Madava berjongkok di depannya, memakan potongan otak—yang bahkan masih mentah di depan mata Kanara kecil. Dengan tempurung kepala yang dijadikan wadah, ia masih ingat saat Madava menjejali mulut Kanara dengan daging berlendir darah hingga anak itu muntah di labirin.

Lagi-lagi menyiksa diri. Kanara menendang mading secara tiba-tiba membuat Damian sontak menarik tubuh gadis itu. Kanara tidak pernah damai, dari dulu, hatinya dipenuhi dendam menggila pada Madava dan keturunannya. Sebagian hati gadis itu sebetulnya habis dilahap kegelapan. Benar kata Rayyan, satu-satunya pemegang kendali kesadaran Kanara hanyalah kakak lelakinya.

"Ra, tenang, Ra. Kendaliin diri. Lo tau? Anaknya Madava kesenengan liat lo gini. Ini yang X mau. Lo lepas kendali," ucap Damian, menasehati.

Kanara tahu, dia juga sadar, tetapi emosinya tidak pernah stabil sejak tragedi itu. Ada buncahan emosi yang terus membukit, tanpa berniat mereda. "Mati... anaknya Madava harus mati, Mian. Dia harus mati juga ...." Kanara menggeram gelisah. "Gue yang bakal bunuh."

"Ra, tenang—"

"Mau setenang apalagi?! Nunggu sampe satu sekolah ini jadi mayat gitu?!" sergah Kanara. "Atau... seluruh Valerian yang mati nyusul Zayyan Tahta? Itu, kan, yang X mau?"

ENIGMA: Last Flower Where stories live. Discover now