BAB 37 : Problem

26.4K 2.8K 1.1K
                                    

Malam

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Malam. Aku update, kemaleman nggak, sih? Gapapa lah gass. Ramein yakkk 🤧💐

***

Author Pov

"Gue ngerasa kalau omongan Xabiru, makin ke sini makin ngelantur," kata Shea ketika gadis itu berjalan beriringan bersama Barra usai bel pulang berdenting lima menit yang lalu.

"Dia emang ngomong apaan?" tanya Barra sembari menitik fokuskan pandangan ke arah toples permen susu miliknya. Lelaki itu sengaja menghitung kembali isi harta karunnya sebab ketika jam istirahat, permen susunya dirampok oleh Stevan dan Aska Durjana. Agaknya kontrak permusuhan antara mereka akan diperpanjang.

"Ya... gitu, deh, Bar."

"Gitunya kayak gimana, anjir?"

"Lo inget nggak, waktu kita ngobrol di kelas bareng Kanara terus Xabiru bilang ada yang lagi senyum merhatiin kita di ambang pintu. Padahal nggak ada apa-apa, kan, Bar? Nah, pas seminggu lalu gue jenguk, dia ngomong lagi aneh-aneh," beritahu Shea agak berbisik.

Barra menghela napas pendek. "Shey, lo ngomong gini kayak baru kenal Biru kemarin. Kita, kan, udah tau kondisinya gimana."

"Kalau soal sakitnya, itu mah gue juga paham, Bar." Shea bersikukuh menjelaskan kebingungan. "Tapi, orang yang dimaksud Biru setiap ngobrol sendiri itu siapa? Mana muka dia kayak tertekan banget lagi, setengahnya lagi ...."

"Ngeri?" tebak Barra jitu. Dia juga sering kali kedapatan hal seperti ini, namun Barra memilih menghiraukan perkataan Xabiru. "Alesan dia sering milih meja paling pojok kalau ke kantin, karena dia tau bisa kelepasan ribut sendiri."

Xabiru selalu mempertahankan meja paling ujung kantin, bukan karena menganggap itu adalah hak miliknya seperti yang dinilai oleh orang-orang. Lelaki itu hanya mencari 'ruang aman' untuk dirinya, untuk tetap menjaga diri meskipun di tengah keramaian. Xabiru hanya ingin berlindung, meskipun seluruh tatapan mencap lelaki itu sebagai tukang klaim barang.

"Lo pernah mikir gini juga nggak, sih, Shey?" Barra menerawang ke depan. "Gue lebih milih nggak pernah ketemu sama Xabiru, daripada dia harus dibawa balik sama orang tuanya ke Jakarta. Kayak, kalau aja sampe sekarang Biru tetep di Melbourne dan Tante Dya masih ada, keadaan psikisnya nggak bakal sehancur ini ...."

"Dia pasti dijadiin spek pangeran banget waktu kecil pas sebelum datang ke sini," gumam Shea. Sebelum dirusak, sebelum dibuat sengsara.

"Kebayang, Shey. Liat dokumentasi video keluarga cemara mereka aja, bikin dada gue nyeri. Gimana sama Biru, yang ... hidupnya langsung berubah sesakit ini," ujar Barra.

"Lo percaya kalau dia dilahirin bukan buat kalah?" tanya Shea tersenyum pahit.

"Lebih dari kata percaya," jawab Barra.

"SHEAAAA!!!!!"

Shea menajamkan indera pendengaran ketika teriakan dengan suara bas itu terdengar dari belakang. Tanpa menoleh pun, dia tau siapa orangnya. "Aduh... itu Nara, ya Bar?"

ENIGMA: Last Flower Where stories live. Discover now